Pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terus meningkat dan berbanding lurus dengan bertambahnya kebutuhan akan bahan bakar minyak, sebagai bahan bakar utama kendaraan konvensional. Tetapi, harga minyak dunia terus melonjak tinggi karena persediaan yang semakin menipis dan Indonesia hanya mampu memproduksi 1/2 dari total kebutuhan BBM nasional, yang menyebabkan tingginya harga BBM di beberapa wilayah, terutama pada daerah terpencil dan jauh dari pusat kota (remote area). Sebagai sebuah solusi pemerintah melalui kementrian ESDM mengadakan percepatan konversi kendaraan ICE (Internal Combustion Enginee) ke BEV (Battery Electric Vehicle), akan tetapi jumlah kendaraan listrik saat ini baru terdapat 31.287 unit dari target 15 juta kendaraan listrik di tahun 2030. Minimnya jumlah unit kendaraan listrik dilatarbelakangi oleh tingginya biaya produksi yang menyebabkan tingginya harga jual kendaraan listrik. Kondisi pendapatan per- kapita yang masih relatif rendah yakni US$4.300 per kepala membuat produsen harus bisa membuat harga yang relatif terjangkau.
Pengembangan low cost mini electric scooter untuk daerah remote area di Indonesia, menggunakan metode design thinking dengan pendekatan pada etnografi masyarakat remote area dengan melakukan pengamatan dan wawancara untuk memahami kebutuhan, tantangan, dan preferensi masyarakat terkait tentang konteks sosial, ekonomi, budaya, dan kebutuhan transportasi masyarakat di daerah tersebut. Maka dari itu pengembangan low-cost mini electric scooter untuk daerah remote area di Indonesia dapat menghasilkan solusi yang berfokus pada kebutuhan pengguna, sesuai dengan konteks lokal, dan berpotensi memberikan dampak positif dalam meningkatkan mobilitas, aksesibilitas, dan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut.