Surabaya dihebohkan dengan fenomena hujan es yang turun bersamaan dengan hujan deras dan angin kencang, Senin (21/2) lalu. Selain menyebabkan kerusakan fisik di sejumlah fasilitas umum dan pribadi, hujan es disertai angin kencang tersebut nyatanya juga memberi dampak bagi tercemarnya kualitas udara ambien.
Kepala Departemen Teknik Lingkungan FT-SPK ITS Dr Arie Dipareza Syafei ST MEPM mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi fenomena hujan es. Ia menegaskan, hujan es sebenarnya memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan hujan biasa. “Hanya berbeda bentuk, yang satu air, yang satu padat,” ujarnya.
Meski demikian, Arie membenarkan bahwa hujan es membawa polutan dari atmosfer. Bukan sekadar membawa partikel debu yang berukuran kecil. Ia mengungkapkan bahwa hujan es juga mengandung gas-gas emisi seperti nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon monoksida.
Lelaki yang menekuni bidang pencemaran udara dan perubahan iklim ini menuturkan, hujan memang membawa polutan karena zat-zat emisi dari bumi akan bertumbukan dan menempel dengan droplet air yang ada di atmosfer. “Dalam kasus hujan es, campuran air tersebut mengalami kristalisasi akibat pergerakan udara yang mempengaruhi suhu,” jelasnya.
Mengingat hujan es biasanya disertai angin kencang, Arie justru menyahut bahwa hal yang harus diwaspadai adalah sebaran polutan yang meluas. Ia mengungkap, turbulensi angin akan mempercepat proses pengenceran polutan. Maksudnya, gugus-gugus emisi yang ada dalam hujan es akan terdispersi secara lebih cepat dan luas.
Peraih gelar doktoral di Universitas Hiroshima, Jepang ini menambahkan, ketika angin bergerak lurus secara horizontal, polutan yang ada di dalam hujan es berpotensi terbawa ke wilayah lain yang ada di dekatnya. “Seperti kemarin, fenomena hujan es tidak hanya terjadi di Surabaya, tapi dikabarkan juga terjadi di Madiun, Nganjuk, hingga Kediri,” ungkapnya.
Arie berharap, pengalaman menyaksikan hujan es membuat masyarakat lebih berhati-hati dan teredukasi. Masyarakat harus sadar bahwa dalam bongkahan-bongkahan es tersebut terkandung senyawa polutan yang tidak ramah bagi lingkungan dan kesehatan. “Jangan mentang-mentang hujan es, dipakai untuk minum es teh,” candanya sekaligus menyinggung kelakuan masyarakat yang tersebar di internet. (HUMAS ITS)
Sumber : https://www.its.ac.id/news/2022/02/23/pakar-its-soroti-bahaya-hujan-es-bagi-lingkungan/
Jago Teknik berawal dari pengalaman pribadi Willy Aelredus Irianto, seorang mahasiswa Teknik Elektro yang menghadapi tantangan dalam memahami
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya memperkuat posisinya sebagai universitas yang fokus pada kewirausahaan melalui kerjasama internasional.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), khususnya Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas (FTEIC), berperan aktif dalam penguatan dan pengembangan