News

Kisah Sukses Implementasi IoT: Produksi Garam dan Air Minum untuk Pulau Gili Genting

Kam, 27 Mar 2025
10:16 am
Berita Terkini
Share :
Oleh : adminelectics   |

Gambar: Momen Tim Menyerahkan Alat Produksi Air Minum dan Garam kepada Masyarakat Gili Genting.

Pulau Gili Genting, Madura, dikenal dengan kadar garam lautnya yang tinggi, menempati peringkat kedua di dunia setelah Laut Mati di Yordania. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat setempat yang membutuhkan air minum bersih, sekaligus memanfaatkan garam untuk kegiatan perikanan. Menjawab kebutuhan ini, tim inovator dari Teknik Elektro ITS mengembangkan proyek Gili Genting Island’s Oxygen Conservation: IoT-Driven PV-RO for Salt and Drinkable Water Production, yang didanai oleh IEEE EPICS (Engineering Project in Community Service).

 

Proyek ini dipimpin oleh Rohmah Hidayah (S2 Teknik Elektro), yang akrab disapa Ema, bersama tim inti yang terdiri dari Dewi Nurdiyah (S3 Teknik Elektro), Aulia Vici Yunitasari (S2 Teknik Elektro), dan Glenn Ricardo Gani (S2 Teknik Elektro). Dalam pelaksanaannya, mereka juga dibantu oleh beberapa relawan dari Mahasiswa S1 Teknik Elektro, yaitu Ghozi Dita Mawardi, Clairine Aprialda Rosalind Rambo, Putu Krishna Masari Kumara, dan M. Hilmi.

 

Perjalanan proyek ini diawali dengan survei ke Pulau Gili Genting untuk memahami kebutuhan utama masyarakat. Dari hasil survei, ditemukan bahwa kebutuhan air minum sangat tinggi, sementara mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan yang membutuhkan garam untuk pengawetan ikan. Berangkat dari temuan ini, tim mengembangkan alat berbasis Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) yang mampu menghasilkan air minum dan garam dalam satu sistem, dengan tenaga surya (Photovoltaic atau PV) sebagai sumber energinya.

 

Namun, perjalanan menuju implementasi tidaklah mudah. Proses mendapatkan pendanaan melalui IEEE EPICS memakan waktu yang panjang, dengan tim harus melalui tiga kali revisi proposal sebelum akhirnya berhasil mendapatkan hibah. 

 

Setelah pendanaan diperoleh, tantangan berikutnya adalah pengembangan alat itu sendiri. Tim menghadapi kendala dalam menemukan SWRO dengan kapasitas yang sesuai dan memiliki dua output, yakni air minum dan garam. Mereka harus melakukan empat kali uji coba untuk mencapai standar Total Dissolved Solids (TDS) yang sesuai, yakni di kisaran 300-375. Karena keterbatasan akses ke Pulau Gili Genting selama pengembangan, uji coba awal dilakukan di Kenjeran, Surabaya.

 

Selain itu, faktor cuaca juga menjadi tantangan besar. Produksi garam bergantung pada kondisi cuaca yang panas, sementara musim hujan di Madura dapat menghambat proses ini. Oleh karena itu, tim harus berkoordinasi intens dengan NGO setempat untuk memastikan alat dapat beroperasi secara optimal di Pulau Gili Genting.

 

Gambar: Proses Pemasangan Alat untuk Produksi dan Pemantauan Air Minum dan Garam.

Pada Desember 2024, proyek ini akhirnya berhasil diimplementasikan. Serah terima alat dilakukan kepada masyarakat setempat, yang juga diberikan pelatihan mengenai cara pemantauan dan perawatan sistem melalui teknologi IoT. Dengan adanya pemantauan berbasis web, komunitas nelayan dapat dengan mudah memastikan kualitas air minum dan mengoptimalkan produksi garam.

 

Hasil uji coba menunjukkan bahwa air hasil olahan telah memenuhi standar dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan demikian, proyek ini tidak hanya berhasil secara teknis, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat Pulau Gili Genting. Saat ini, tim masih melakukan pemantauan untuk memastikan alat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat sekitar.

 

Ema menyampaikan harapannya terhadap proyek ini, 

“Kami berharap proyek ini dapat berjalan secara berkelanjutan dan dapat menjadi contoh untuk pulau-pulau di sekitar Pulau Gili Genting.”

Latest News