Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD, guru besar ITS yang masuk dalam Top 2% World Ranking Scientists
Kampus ITS, ITS News – Prestasi demi prestasi terus ditunjukkan oleh sivitas akademika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kali ini, setelah mendapat anugerah dari Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), guru besar ITS Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD masuk dalam jajaran Top 2% World Ranking Scientists.
Tak tanggung-tanggung, rentang kiprahnya di dunia penelitian yang telah mencapai tahun ke-30 sejak 1989, kini membawa dosen yang akrab disapa Riyan ini, masuk dalam barisan 2 persen saintis teratas di dunia. Hal itu sesuai dengan metode survei dan pemeringkatan yang dilakukan peneliti dari Stanford University, Prof John Ioannidis dan dua peneliti lainnya, Jeroen Baas dan Kevin Boyack.
“Sebelumnya, saya juga tidak menduga hal ini. Kemudian, kawan dosen dari Jepang yang memberitahukan nama saya termasuk di dalamnya,” kabarnya gembira. Pasalnya, lanjut Riyan, dalam pemeringkatan kali ini hanya ada satu nama dosen peneliti ITS yang masuk dalam daftar tersebut.
Pengakuan jenis baru ini dilakukan Stanford University dalam rangka perbaikan metode pemeringkatan yang sebelumnya telah banyak digunakan dan disalahgunakan. Hal itu sebagaimana disebutkan John Ioannidis dalam publikasi ilmiahnya yang berjudul Data for Updated Science-Wide Author Databases of Standardized Citation Indicators. Hal itu dilakukan, salah satunya dengan pengelompokkan 22 bidang penelitian dengan 176 subbidang penelitian.
Selain itu, jejak publikasi dan sitasi juga menjadi indikator dalam pemeringkatan ini. Hingga akhir tahun 2019, menurut data yang dihimpun oleh John Ioannidis, dosen Departemen Teknik Informatika ITS ini telah mempublikasikan sebanyak 243 artikel ilmiah dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Karyanya pun terus bertambah, hingga pada 2020 telah tercatat karya sejumlah 267 artikel.
Menurut matriks penilaian yang digarap guru besar Stanford University itu, dalam bidang Information and Communication Technologies, Riyan paling banyak menyumbang publikasi ilmiah dalam subbidang Artificial Intelligence (AI) & Image Processing. Sementara subbidang kedua, karya Kepala Laboratorium Manajemen Cerdas Informasi ini, banyak berbicara dalam subbidang Networking & Telecommunications.
Saat ini pun, lulusan pendidikan doktoral University of New Brunswick, Kanada ini tengah mengembangkan penelitian di bidang AI untuk keperluan medis. “Operasi otak memerlukan penentuan posisi dengan akurasi yang tinggi, untuk itu saya kembangkan AI untuk membantu penentuan posisi bedah otak pada pasien Parkinson, tumor dan stroke untuk membantu tenaga medis,” ungkapnya.
Sebelum karya terbarunya muncul, matriks yang menjadi dasar pemeringkatan Top 2% World Ranking Scientist ini juga membuka jejak sitasi karya Riyan dalam satu tahun terakhir. “Di akhir 2019, tercatat karya saya tersitasi sebanyak 196 dan punya nilai H-index 19,” paparnya. Ia juga menambahkan, saat ini ia telah memiliki H-index 21 berkat tambahan publikasi yang terkait penelitian terbaru.
Dosen yang juga meraih peringkat pertama dalam pemeringkatan Scopus beberapa waktu lalu ini, membagikan motivasinya dalam upaya penggiatan penelitian. Ia tidak semata bertujuan memperbanyak publikasi karya ilmiah. Lebih dari itu, menurutnya, sebagai manusia yang berkecimpung di dunia pendidikan harus bisa meninggalkan karya. “Bukan hanya karya yang bisa berkelanjutan diteliti, tetapi juga bermanfaat bagi umat manusia,” tandasnya mengingatkan.
Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD (tengah) bersama dengan mahasiswa internasional di Departemen Teknik Informatika ITS
Memang dari kandang yang sama, ia seorang diri. Namun, ia cukup berbangga dengan pencapaian Indonesia dalam pemeringkatan kali ini. Meskipun, angkanya masih jauh dari negara-negara maju dan beberapa negara tetangga, dalam daftar Top 2% World Ranking Scientist telah tercantum 42 nama scientist dari Indonesia. “Kita lihat Malaysia menyumbangkan 388 nama, lebih jauh ada Jepang dengan 4.483 nama, India 9.104 nama, dan China 12.948 nama,” imbuhnya.
Riyan menyebutkan, berbangga dalam hal ini tentu tanpa melupakan amanat untuk segera berbenah. Dari kacamatanya, ketertinggalan ini menjadi motivasi untuk memperbaiki lingkungan riset dan lingkungan akademik di Indonesia yang masih perlu banyak peningkatan. “Dalam pemilihan buku teks untuk bahan ajar, misalnya. Mari kita benahi, bukan hanya berdasar pada produk riset lama,” ajaknya.
Menurut Riyan, sudah saatnya menunjukkan pada para mahasiswa, kebaruan dari artikel ilmiah yang dibuat sendiri oleh dosennya. Dengan begitu, ia berharap akan membangun atmosfer penelitian yang labih baik serta mampu mewujudkan sifat inovatif dalam diri mahasiswa dan peneliti muda di Indonesia. “Maka, ketertinggalan Indonesia pun akan terkejar dan lebih banyak lembaga penelitian yang turut menyumbangkan nama,” ujarnya berharap.
Selain ITS, daftar instansi lain yang turut berkontribusi pada pemeringkatan ini adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), AMCS Research Center, UI, ITB, UGM, IPB, Undip, Unhas, USU, dan UNICEF Indonesia. Sumber, https://www.its.ac.id/news/2020/11/22/lagi-guru-besar-its-masuk-top-2-world-ranking-scientists/
Program Studi Rekayasa Perangkat Lunak menyelenggarakan serangkaian Kuliah Tamu dengan topik “Software Talk: Peningkatan Kinerja Cocomo ii Menggunakan Metode
Program Studi Rekayasa Perangkat Lunak mengadakan acara Software Talk oleh Dr. Yulia W.,M.Kom (Kaprodi Ilmu Informatika Universitas Katolik Darma
Dengarkan pengalaman Handy. programmer asal Indonesia yang sempat berkaya di Jepang Topik Pengalaman hingga bekerja di Jepang Cara membuat