Peran ITS dalam menyikapi musibah bencana alam, sesuai perannya sebagai perguruan tinggi, adalah melakukan kajian akademik terhadap setiap kejadian bencana yang dialami suatu wilayah. Baik hal yang berkaitan dengan penyebab terjadinya bencana, lingkup kejadian dan dampak yang ditimbulkan bencana, baik terhadap manusia dan lingkungannya. Sehingga output-nya adalah berupa hasil kajian yang kemudian dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan tindakan strategis terhadapnya sebagaimana lazimnya; baik tindakan mitigasi, tanggap darurat, maupun tindakan pascabencana yaitu pemulihan dan rekonstruksi. Itu idealnya. Ketika terjadi bencana akibat gempa di Lombok di pertengahan 2018, Tim Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS yang dikomandani oleh Dr Lalu Muhamad Jaelani, dikirim untuk melakukan kajian akademik terhadap tingkat kerusakan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar kemudian bisa dijadikan referensi, antara lain untuk; mengukur tingkat kerusakan bangunan, jumlah bangunan yang terkena dampak dengan berbagai informasi tingkat kerusakan, serta selanjutnya usulan tentang bagaimana penanganannya. Bahkan lebih jauh, bisa menghasilkan ilmu baru berkaitan dengan teknologi bangunan tahan gempa. Dalam kenyataannya, kondisi lapangan menyebabkan respon yang dilakukan menjadi sangat berlainan. Sebab, wilayah terkena dampak saat itu, mengalami kerusakan yang sangat parah karena hampir semua bangunan, terutama rumah tinggal, rata dengan tanah. Jelas, mengkaji tingkat kerusakan bangunan sesuai dengan rencana semula menjadi tidak lagi relevan. Sebab semua bangunan nyaris tak bersisa, sementara yang tertinggal kemudian hanyalah wajah-wajah duka dari mereka yang terdampak bencana. Baik yang kehilangan harta benda maupun anggota keluarganya.
Keterlibatan ITS dalam aktivitas kemanusiaan ini sendiri, seperti tercermin dari cerita-cerita yang ditulis oleh para relawan yang terlibat, termasuk mahasiswa ITS sendiri, ternyata telah mampu membangun rasa empati dan kepedulian pada diri mereka terhadap bangsanya, yang pada gilirannya juga akan mewujudkan jiwa cohesiveness atau kesatuan sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Ini jelas sangat penting di tengah era digital dan global yang sangat rentan mempengaruhi pemikiran dan perilaku mereka. Terima kasih kepada semua relawan yang telah terlibat dan ITS Online yang menuliskan ceritanya di buku ini, dan juga kepada seluruh mahasiswa yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu masyarakat, yang pada hakekatnya, juga akan berkontribusi dalam membentuk watak dan kedewasaan diri mereka sebagai manusia yang paripurna.Tim ITS Tanggap Bencana (ITS Disaster Response), dibentuk oleh ITS sebagai salah satu respon penguatan kelembagaan, dalam upaya untuk membantu mengurangi beban masyarakat yang menjadi korban bencana alam. Pengalaman respon tanggap darurat selama 2 bulan di Kabupaten Lombok Utara, membuktikan bahwa kehadiran perguruan tinggi, selain membawa brainware dan jejaring yang luas, juga bisa menjadi perantara antara para donatur (civitas akademika ITS, Alumni dan masyarakat luas) dengan masyarakat terdampak bencana.
Perguruan Tinggi berperan besar dalam upaya mitigasi pengurangan risiko bencana, juga dapat berperan dalam respon tanggap darurat sebagai bentuk pengabdian institusi kepada masyarakat luas.
Secara resmi, Selasa 2 Oktober 2018, tim ITS Tanggap Bencana dibentuk dengan susunan :
Mulai 14 Januari 2022, ITS Tanggap Bencana berubah nama menjadi Satgas Kemanusiaan, melalui SK Rektor ITS Nomor 69/IT2/T/HK.00.01/2022. Struktur organisasi pelaksana Satgas Kemanusiaan:
Tugas utama Satgas Kemanusiaan: