4 November 2018
Surabaya (beritajatim.com) – Desa Rempek Darussalam, Lombok Utara merupakan salah satu desa terparah terdampak gempa 7,4 SR pada 5 Agustus lalu. Desa Rempek Darussalam terletak di lereng barat yang terdekat dan berbatasan langsung dengan Gunung Rinjani. 100 persen bangunan di Desa Rempek ini hancur tak tersisa.
Sejauh 7 km dari jalan raya Lombok Utara, tampak puing-puing bangunan rata dengan tanah, pepohonan kering dan tanah terlihat gersang. Sepanjang jalan terlihat telah berdiri bangunan rumah sementara yang menyerupai rumah adat Sasak yang terbuat dari bambu atau triplek dan beratap rajutan daun kelapa diantara puing-puing bangunan.
Memasuki desa Rempek Darussalam keadaan desa juga tidak jauh berbeda, hanya saja telah terlihat beberapa rumah semi permanen yang di cat dengan warna yang sama dibeberapa tempat. Rumah-rumah semi permanen tersebut Melupakan hasil hasil sumbangan dari para donatur dan relawan gempa, salah satunya merupakan bantuan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
Rumah-rumah semi permanen bantuan dari ITS dicat warna biru dengan aksen garis berwarna kuning, khas warna logo ITS itu diberi nama Huntara (Hunian Sementara). Saat ini sebanyak 125 unit Huntara telah dibangun, diatas letak rumah awal warga yang telah hancur. Ciri khas dari Huntara ITS ini selain warna cat memang berada di pola pembangunan.
Pembangunan Huntara ITS ini dibangun diatas bekas rumah warga dengan memanfaatkan bahan bangunan bekas reruntuhan gempa yang masih bisa dipakai, seperti daun pintu, daun jendela, kayu pancang dan bahan-bahan lainnya yang masih bisa dipakai. ITS tidak hanya membantu pembangunan tetapi juga membuat design, mensurvei lokasi, dan survei kelayakan.
Sumardi, Ketua Dewan Permusyawaratan Desa Rempek Darussalam, juga salah satu warga yang mendapat bantuan Huntara ITS mengatakan bahwa keberadaan Tim Tanggap Bencana ITS yang juga sekaligus Tim Huntara sangat membantu warga Rempek Darussalam dalam memulihkan kegiatan dan perekonomian mereka.
“Saya sangat senang dan ucap syukur kepada ITS yang membantu kami dengan sepenuh hati, bahkan ITS merupakan yang pertama datang pasca gempa yakni 4 hari setelah gempa, kemudian mengulurkan bantuan dan mendampingi kami terus sampai saat ini. Terlebih lagi bantuan Huntara ITS merupakan yang terbanyak, lainnya ada bantuan Huntara juga tapi hanya 5, 10 maksimal 15 unit. Sedangkan Huntara ITS saat ini sudah 125 unit dan masih akan terus bertambah. Terlebih lagi sekarang musim hujan jadi kami tidak harus tidur di tenda pengungsian. kami bisa tinggal dipekarangan (rumah, red) kami sendiri bersama keluarga sendiri tidak campur dengan banyak orang,” ujar pria 47 tahun ini.
Dari data yang diperoleh beritajatim.com dari Zulkipli Relawan Lokal Tim Huntara ITS, bahwa sementara ini dana yang terkumpul bisa digunakan untuk membangun 323 unit Huntara, per Oktober 102 unit sudah dibangun dan per minggu awal November ini sudah 23 unit dibangun. Sedangkan jumlah total rumah yang hancur dari 1.155 KK (Kepala Keluarga) di desa Rempek Darussalam sebanyak 914 rumah yang tersebar di 800 Hektar luas desa.
Terkait dengan hal tersebut Rektor ITS, Prof Joni Hermana mengatakan bahwa secara perlahan mencari upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut, selain itu ia juga mengatakan bahwa Huntara ini merupakan langkah ITS untuk memfasilitasi masyarakat yang menunggu Hunian permanen dari pemerintah.
“Huntara ini pada prinsipnya kita bangun untuk menjembatani urgensi dibutuhkannya hunian selagi menunggu bantuan hunian permanen dari pemerintah yang membutuhkan waktu lama satu hingga dua tahun. Dimana masyarakat bisa secara layak tinggal ditempat tinggal masing-masing agar tidak bersama-sama dengan orang yang lainnya agar terjaga privasinya, selain itu ini memasuki musim hujan agar masyarakat bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak. Juga Huntara ini pun diperkirakan mampu bertahan 2-3 tahun, jadi selagi menunggu Hunian permanen, warga bisa beraktivitas dengan normal di rumahnya masing-masing,” ungkap Prof. Joni
Huntara ITS ini selain dibangun diatas lokasi rumah aslinya, juga menyesuaikan dengan keinginan pemilik rumah dan bahan bangunan sisa yang bisa digunakan. Dana yang dibutuhkankan pun terbilang sangat irit dan efektif karena menggunakan bahan-bahan yang masih bisa digunakan atau recycle, yakni satu unit Huntara hanya menghabiskan dana 5 juta rupiah.
Diperkirakan mampu bertahan 2-3 tahun karena Huntara ini tidak menggunakan beton melainkan berdinding tripleks yang dicat anti air. Serta disebutkan Huntara dengan kayu dan tripleks memang keinginan masyarakat desa Rempek Darussalam. Meraka mengatakan bahwa mereka masih trauma dengan rumah beton.
“Memang ya, Mbak, kalau orang Sasak asli itu rumahnya dari kayu dan atap rangkaian daun kelapa dinamakan Bale Balak, yakni Rumah Anti Musibah. Orang dulu itu tahu, kalau daerah sini itu rawan gempa jadi rumahnya dibuat dari kayu yang kalau ada gempa tidak akan roboh karena ikut bergoyang bersama gempa. Kami saja yang terlalu mengikuti orang barat pakai beton dan lain-lain itu yang tidak cocok dengan keadaan tanah kami, makanya lebih baik seperti ini (Huntara, red), lebih aman,” ujar Sumardi. [adg/but]
Kampus ITS, ITS News – ITS kembali berkontribusi dalam bidang kesehatan. Kali ini, Satgas Kemanusiaan DRPM ITS gelar kegiatan donor darah
30 Desember 2023, 12:12Kampus ITS, ITS News – Masih dalam semangat bulan suci Ramadan, ITS mengadakan Bakti Sosial kepada masyarakat sekitar kampus
27 April 2022, 08:04Kampus ITS, ITS News – KK IKA ITS berkolaborasi dengan Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) ITS kembali melakukan kegiatan peduli bencana
04 Maret 2022, 19:03