Damai, sejuk dan rindang, tiga kata tersebut kiranya cocok disematkan untuk sebuah tempat mulia yang berada di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Masjid Manarul Ilmi. Masjid yang berdiri megah tepat di depan Gedung Rektorat ITS ini memiliki luas bangunan sebesar 2.458 m2. Masjid ini dibangun pada tahun 1979 saat zaman Prof. Mahmud Zaki M.Sc menjabat sebagai Rektor ITS.
Saat memasuki area masjid, kita akan disuguhkan dengan pemandangan serambi yang luas, lengkap dengan tiang-tiang penyangganya yang berdiri kokoh. Melirik ke arah ruang utama masjid, kita akan melihat dinding-dinding yang terbuat dengan kayu berukir. Hal itu bertujuan untuk sirkulasi udara agar tetap terjaga. Lebih masuk lagi, secara takjub mata kita akan langsung terarahkan ke atap masjid yang luas berbentuk limas segi empat.
Sebagian awam mengira, arti dari Manarul Ilmi menunjukkan bahwa masjid adalah pusat dari kajian ilmu. Namun, jika ditelisik dari historinya, Abdullah Baraja, Ketua Tim Pembangunan Masjid kala itu memperjelas bahwa Manarul itu berasal dari bahasa arab yakni ‘nuur’, yang artinya pancaran. “Jadi dari masjid tersebut diharapkan memancarkan cahaya keilmuan,” ucapnya saat diwawancara.
Sejarah Pembangunan
Siapa sangka, masjid berkubah joglo ini dulunya dibangun di tengah pergolakan zaman orde baru. Berbagai kondisi tatanan masyarakat yang serba tidak stabil, hingga keberadaan rezim PKI yang tidak menyukai ‘urusan’ agama meluruh terhadap masyarakat juga menjadi tantangan. Selain itu, lahan samping kanan–kirinya yang berupa rawa-rawa pun sempat dipertanyakan.
Meski demikian, Prof. Mahmud Zaki M.Sc selaku rektor ITS masa jabatan 1973-1982 mengungkapkan tak ada kesulitan berarti dalam pembangunan masjid ITS. Ia menilai bahwa keberadaan masjid sangat dibutuhkan. “Hal itu demi memudahkan mahasiswa menjalankan ibadah shalat lima waktu di masjid. Sehingga rancangan pembangunan masjid masuk dalam blueprint kampus ITS Sukolilo,’’ ucapnya.
Tepat tahun 1974, dalam blueprint kampus ITS Sukolilo telah ditetapkan sebagai lokasi untuk pembangunan masjid. Meski banyak yang beranggapan apakah yakin masjid akan ramai, sementara kanan-kiri masih rawa dan jauh dari rumah warga.
Zoning dan pembagian wilayah pun dilakukan. Tanpa ragu Bapak kelahiran Sumenep, empat Februari 1935 tersebut memulai pembangunan Kampus Sukolilo dengan membangun tiga jalan utama dalam kampus. Kemudian lokasi masjid ITS juga tak luput dari rancangan tata letaknya. Lalu, enam tahun pasca kepemimpinannya sebagai rektor (1979), ia membentuk Tim Pembangunan Masjid ITS.
Dalam pembangunan awal masjid ITS, Abdullah Baraja yang masa itu berstatus dosen Teknik Kimia ITS dibantu oleh belasan dosen lainnya. Di antaranya adalah Zein Mujiono, Hani Muharniono, dan Sugeng Gunadi sebagai arsitek. Di bidang Teknik Sipil, tercatat nama Bapak Harwiono dan Uthman Hanifa. Sementara, Abdus Salam dan Muhammad Bakri menjadi sosok penting di bidang keuangan (bendahara). Nama anggota lainnya yakni Sugimin dari Fisika, Kusnaryo dari Teknik Kimia, Jati Nur Zuhud dan beberapa dosen lainnya.
Sugeng Gunadi, selaku tim Arsitek masjid ITS mengungkapkan bahwa Master Plan pembangunan masjid ITS dibangun dengan tiga tahap. Pertama dengan pembangunan pondasi, diikuti pembangunan kolom dan balok sebagai bagian kedua. Terakhir, pembangunan atap merupakan tahap pembangunan bagian ketiga.
Seperti nampak Masjid Manarul Ilmi ITS saat ini, sedari awal memang dibentuk agar tidak jauh dari area akademik. Hal demikian bisa dilihat dari pelaksanaan shalat 5 waktu. Orang-orang dari berbagai penjuru sisi utara, timur dan selatan masjid berbondong-bondong untuk melaksanakan rukun Islam yang kedua tersebut.
Arsitektur Masjid ITS Tempo Dulu
Terdapat hal unik yang menjadi ciri khas masjid ITS, yakni bentuk atap yang berbentuk limas segi empat. Konon, masyarakat Indonesia pada umumnya membangun atap masjid dengan 2 aliran. Satu yakni beratapkan kubah sedangkan yang lain beratap tajuk.
Banyak orang beranggapan bahwa atap kubah yang saat ini banyak digunakan sebagai atap masjid-masjid di Indonesia merupakan sebuah bangunan yang diduplikat dari Timur Tengah. Namun begitu, Sugeng Gunadi selaku arsitek lulusan Iowa State University, Amerika memberitahukan, jika ditelisik asal muasalnya, bentuk kubah tersebut merupakan bagian dari identitas sebuah kuil zaman Panteisme (Red, leluhur Roma).
Sedangkan tajuk adalah bangunan khas Jawa. “Jadi, kami memilih atap beraliran tajuk untuk menunjukkan rasa ke-Indonesia-annya,” imbuh Gunadi yang saat ini sebagai pensiunan dosen Arsitektur ITS.
Betapa tidak, saat memasuki ruang utama masjid, akan nampak kerangka-kerangka penyokong dari tajuk yang berbahan kayu jati. Selain itu, keseluruhan dinding masjid terbuat dari kayu dimana dengan motif lubang-lubang untuk mempermudah arus angin masuk ruang utama masjid. Saat ini, sumber utama untuk menyejukkan ruangan utama masjid berasal dari dinding dan beberapa kipas angin.
Sumber Dana Pembangunan Masjid ITS
Usai masjid didesign sedemikian rupa, anggota yang bertugas sebagai bendahara pun mulai bergerilya mencari sumber dana pembangunan masjid. Selaku rektor, Prof. Zaki menginisiasi dengan mengumpulkan dana dari sepersekian gaji dosen dan karyawan ITS (yang setuju dipotong gajinya setiap bulan untuk masjid). Kalkulasi jumlah dana yang terkumpul hanya cukup untuk membangun pondasi masjid. Selang beberapa tahun datang bantuan dari Rabithah A’lam Islami sebagai dana pembangunan sisi masjid yang lain.
Rabithah A’lam Islami (RAI) merupakan lembaga Islam Internasional non-pemerintah yang bermarkas di Saudi Arabia. Awal kisah dari relasi Bapak Abdullah Baraja yakni Bapak Muhammad Natsir yang berhasil mempersuasif RAI agar menyempatkan berkunjung ke ITS sebagai tamu di rumah dinas rektor, Prof. Zaki. Padahal waktu itu, RAI tidak ada agenda berkunjung ke ITS.
“Apa manfaat jika dibangunkan masjid di tengah rawa seperti ini?” Begitu ungkapan ‘keraguan’ dari anggota RAI saat rektor mengajaknya ke lokasi Masjid Manarul Ilmi saat ini. Berkat rancangan yang matang, akhirnya tim Pembangunan Masjid ITS berhasil menjalin hubungan dengan RAI. Tim berhasil mengantongi dana hibah sebesar $100.000, atau setara dengan 63 juta rupiah di tahun 1980-an. Nominal yang cukup besar pada masa itu.
Tim Pembangunan Masjid sempat untuk menutupi pembiayaan pembangunan masjid dengan akad meminjam kepada ITS. Tahun 1977, itulah saat ITS mendapat bantuan dari Asian Development Bank (ADB) untuk membangun sarana prasarana. Sehingga, terjadilah negosiasi agar masjid termasuk dari sarana prasarana ITS. “ITS memberikan pinjaman tersebut, namun kami tidak bisa mengembalikannya. Dan akad tersebut beralih menjadi sumbangan untuk pembangunan masjid ITS yang berada di lingkungan kampus,” tukas Prof. Zaki.
Proyeksi ke Depan
Menilisik masa lalu menjadikan kita sadar sudah sejauh mana kita berjalan. Namun demikian tuntutan masa depan terus berjalan sehingga Badan Pengelola dan Pengembang sebagai organ tertinggi yang mendapat mandat dari Rektor ITS untuk mengelola dan mengembangkan Masjid selalu menyesuaikan dengan kebutuhan dan proyeksi serta tantangan masa depan.
Setelah menata lingkungan, kemudian lantai sholat (lebih dikenal dengan sajadah granit), sound system, dll, saat ini ada tiga hal utama yang sedang dalam proses pengembangan: gudang yang memadai, penataan interior dan taman selatan.
Narasumber:
source: muslimtravelnews.com