Kepala Bidang Perdagangan Internasional Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, Ir Desak Nyoman Siksiawati MMA, yang dihadirkan sebagai narasumber mengatakan, saat ini Jawa Timur masih berada pada skala pertumbuhan nilai ekspor yang tergolong biasa-biasa saja. Hal ini dibuktikan dari persentase Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang siap dijalankan masih berkisar di bawah satu persen.
Angka itulah yang kemudian menjadi pusat perhatian bersama dalam menentukan visi kerja ke depan. “Hal ini perlu dioptimalkan lagi melalui program percepatan ekspor serta karya-karya bersama masyarakat dan perguruan tinggi,” ujar perempuan yang kerap disapa Desak ini saat memberikan materi kuliah tamu.
Salah satu penyebab kurang maksimalnya potensi tersebut, menurut Desak, yakni karena adanya isu-isu yang sering muncul di masyarakat dan dengan mudahnya mampu memobilisasi masyarakat. Isu-isu ini yang kemudian berdampak pada beberapa sektor, termasuk perdagangan dan ekspor negara.
Oleh sebab itu, lanjutnya, salah satu upaya mengurangi pengaruh ini yakni melalui kerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, Jawa Timur khususnya. “Salah satu yang bisa kami (Disperindag Provinsi Jawa Timur, red) lakukan adalah melakukan sosialisasi kepada para mahasiswa seperti ini,” tutur perempuan kelahiran Tabanan, Bali ini.
Mengulas masalah komoditi ekspor terbesar yang dimiliki Jawa Timur, diungkapkan Desak, komoditi nonminyak dan gas (migas) lah yang berada di posisi teratas. Terhitung dalam total ekspor selama Agustus 2019, nonmigas menyumbang sebesar 94,21 persen. Sedangkan negara yang menjadi sasaran terbesar ekspor Jawa Timur adalah Jepang, yang kemudian disusul Amerika, Tiongkok dan Singapura di posisi berikutnya.
“Permata adalah komoditi terbesar Jawa Timur secara nasional. Selain itu juga ada kayu, tembaga, lemak hewan atau nabati, ikan dan udang, serta masih banyak lagi,” beber pejabat kelahiran 1965 ini.
Dalam upaya peningkatan jumlah ekspor Jawa Timur tersebut, dikatakan Desak, terdapat beberapa kendala mendasar yang menjadi tantangan bersama. Secara eksternal, biaya logistik yang tinggi serta adanya prosedur birokrasi yang menimbulkan biaya tambahan, menyebabkan pelaku usaha kesulitan dalam melakukan kegiatan ekspor.
Selain itu, imbuhnya, kondisi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok saat ini pun turut berpengaruh besar terhadap ekspor Jawa Timur. “Kalau secara internal, pelaku usaha masih banyak yang ragu dengan pangsa internasional, ada juga yang masih terkendala modal usaha,” jelas ibu dua orang anak ini.
Tantangan ini, sambung Desak, tentunya memerlukan upaya-upaya khusus, salah satunya melalui sinergi antara pemerintah, akademisi dan pelaku bisnis. Sinergi ini diperlukan guna membuat kebijakan-kebijakan bersama yang berguna dalam peningkatan nilai ekspor. Selain itu, tim khusus bernama Tim Fasilitasi Percepatan Pengembangan Kawasan Industri (TFP2KI) yang dibentuk oleh Pemprov Jawa Timur turut menjadi salah satu cara. “Tujuan utama tim ini adalah terwujudnya eksistensi, sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan agar dapat menjalankan tugas masing-masing secara efektif,” paparnya.
Terakhir, bagi para mahasiswa selaku elemen akademisi, Desak mengharap adanya kontribusi dan kerjasama secara aktif untuk mengatasi semua kendala ekspor Jawa Timur. Sebab, melalui mahasiswa, dapat terbentuk generasi baru pelaku usaha bisnis dengan kreativitas yang sangat tinggi. “Semua mahasiswa itu hebat. Karena itu besar harapan bangsa ini menunggu kontribusi kalian (mahasiswa, red) saat ini dan di masa depan,” pungkasnya mengingatkan. (mad/HUMAS ITS)
Surabaya, 22 Juni 2023 – Kampus Manajemen Bisnis ITS, Sukolilo, Surabaya menjadi saksi dari kehadiran Womenpreneur Training, sebuah pelatihan
Brian Ramadhan Pramasudi, seorang lulusan program Manajemen Bisnis dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mencatat sejarah sebagai lulusan pertama
Kepala Departemen Manajemen Bisnis ITS, Dr. oec. HSG. Syarifa Hanoum, S.T., M.T., telah menjadi keynote speaker di sebuah konferensi