Edukasi MKPI – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan bahwa jumlah korban meninggal akibat galodo/banjir bandang di beberapa wilayah Sumatera Barat (Sumbar) telah mencapai 41 orang. Material banjir bandang ini berasal dari Gunung Marapi yang telah aktif selama dua tahun terakhir. Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, menyatakan bahwa korban tersebar di beberapa daerah, dengan 19 orang di Kabupaten Agam, 15 orang di Kabupaten Tanah Datar, dan 7 orang di Kota Padang Panjang. Kejadian ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa galodo ini bisa terjadi dan mengapa kejadian ini berulang?
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air besar yang disebabkan oleh terbendungnya aliran sungai pada alur sungai (UU Nomor 24 Tahun 2007). Banjir bandang terjadi beberapa waktu setelah hujan lebat (dalam kisaran waktu beberapa menit sampai beberapa jam) yang terjadi dalam waktu singkat di sebagian DAS atau alur sungai yang sempit di bagian hulu. Banjir bandang juga disebut galodo, penamaan lokal di Sumatera Barat.
Banjir lahar adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan campuran aliran air dan puing-puing (debtis) material vulkanik. Lahar terbagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Lahar ‘primer’ atau ‘syn-erupsi’: Jika terjadi bersamaan dengan, atau dipicu oleh, aktivitas vulkanik primer dan akan menghasilkan lahar hujan yang panas. (2) Lahar ‘sekunder’ atau ‘pasca erupsi’: Jika terjadi tanpa adanya aktivitas vulkanik primer, misalnya sebagai akibat dari curah hujan selama jeda dalam aktivitas gunung api dan akan menghasilkan lahar hujan yang dingin (Magma Indonesia).
Gunung Marapi mengalami erupsi sudah berulang kali dan tercatat 1830, 1979, 2011, 2014, 2023 dan 2024. Sejak awal 2023 Gunung Marapi menunjukkan keaktifannya, bahkan Sepanjang 2024 Gunung Marapi tercatat sudah meletus sebanyak 170 kali. Hingga hari ini Senin pagi, 29 April 2024, pukul 06.00 WIB, Gunung Marapi masih berstatus Siaga (Level III). Artinya, banyak material lepas hasil letusan yang menumpuk di sekitar puncak-lereng bagian atas dan sewaktu waktu bisa turun sebagai banjir lahar hujan. Sehubungan dengan aktivitas Gunung Marapi, sudah dikeluarkan peta kawasan rawan bahaya (KRB) termasuk sungai sungai yang berhulu di Gunung Marapi rawan terkena banjir lahar hujan (KRB I).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan intensitas hujan yang sangat deras dan berdurasi panjang menjadi pemicu utama banjir bandang bercampur lahar gunung yang melanda tiga kabupaten/kota di Sumatera Barat. Tim Meteorologi BMKG menerbitkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem yang bisa memicu bencana hidro-meteorologi seperti banjir, longsor dan seterusnya di Sumatera Barat. Tercatat pada hari Sabtu, 11 Mei 2024 hujan turun berlangsung mulai dari sore hingga malam di atas 150/200 mm. Dampaknya banjir bandang diikuti oleh lahar melanda Kabupaten Agam, Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang.
Berdasarkan analisa BMKG, lanjutnya, hingga tanggal 13 Mei 2024 berpotensi terjadinya hujan dengan intesitas sedang hingga lebat. Sedangkan, pada tanggal 14 Mei diperkirakan ada penurunan intensitas hujan menjadi ringan, lalu pada tanggal 15-17 Mei 2024 diprediksi akan terjadi peningkatan curah hujan lagi hingga tanggal 22 Mei 2024. Artinya kewaspadaan terhadap terjadinya banjir lahar hujan, juga galodo atau banjir bandang serta longsor ini masih akan berlanjut paling tidak hingga tanggal 17-22 Mei atau sepekan ke depan. Maka, masyarakat dihimbau untuk menghindar atau menjauhi lereng-lereng bukit atau gunung yang rawan longsor.
Disarankan tidak bermukim di kawasan KRB I yaitu di sungai dan bantaran di sekitarnya. Mengingat gunung api aktif akan selalu mengeluarkan batu batu, pasir, abu dan bersama lava. Artinya kalau ada pemicu hujan, material tersebut akan menjadi galado membawa material (debris). Banjir bandang pertama akan menyebabkan sungai tertutup endapan vulkanik tersebut dan saat banjir ke 2 dan seterusnya akan meluap menerjang permukiman di bantaran sungai. Sangat tidak direkomendasikan bermukim di kawasan KRB I.
Sangat disarankan bagi pemerintah yang mengembangkan wisata di kawasan KRB I untuk membuat sistem peringatan dini yang dipasang di bagian hulu dan tengah. Harapannya bagi masyarakat yang berkegiatan wusata di hulu bisa terinformasikan lebih awal tahu dan segera mengungsi menyelamatkan diri.
Penulis: Dr. Ir. Amien Widodo, M.Si.
Edukasi MKPI – Pada tanggal 18 November 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bersama BPBD Jawa Timur dan
Edukasi MKPI – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan bahwa jumlah korban meninggal akibat galodo/banjir bandang di beberapa wilayah
Edukasi MKPI – Delapan belas tahun yang lalu, tepatnya pada 27 Mei 2006 jam 05.53 terjadi gempa skala M5,9