Edukasi MKPI – Pada tanggal 18 November 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bersama BPBD Jawa Timur dan perwakilan Japan Society of Civil Engineers (JSCE) dalam diskusi bertema “Transdisciplinary Approach (TDA) for Building Societal Resilience to Disasters”.
Acara ini membahas berbagai pendekatan inovatif untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat terhadap bencana, salah satunya adalah penerapan konsep reverse zoning yang telah digunakan di Jepang. Dalam diskusi, perwakilan dari Japan Society of Civil Engineers (JSCE) menjelaskan bagaimana strategi ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak banjir melalui perencanaan tata ruang yang adaptif dan berbasis risiko.
Istilah “reverse zoning” dalam konteks perencanaan kota Jepang sering digunakan sebagai strategi untuk mengelola risiko bencana alam, terutama dalam kaitannya dengan banjir yang menjadi topik utama dalam diskusi ini. Reverse zoning mengacu pada pengaturan ulang fungsi lahan berdasarkan tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap risiko bencana, dengan tujuan memindahkan aktivitas-aktivitas penting atau berisiko tinggi dari wilayah rentan ke wilayah yang lebih aman.
Prinsip utama reverse zoning adalah menata ulang fungsi lahan untuk mengurangi risiko bencana dengan cara yang terukur dan strategis. Pertama, aktivitas masyarakat yang berada di area rawan banjir, seperti dataran rendah atau wilayah dekat sungai, dialihkan ke lokasi yang lebih aman, seperti dataran tinggi atau zona yang dilindungi oleh infrastruktur pengendalian banjir. Area yang rentan diubah fungsinya menjadi zona konservasi, ruang terbuka hijau, atau lahan resapan air. Wilayah yang lebih aman didorong untuk menjadi pusat aktivitas dengan kepadatan yang lebih tinggi, termasuk perumahan, fasilitas umum, dan pusat ekonomi. Selain itu, penerapan reverse zoning juga melibatkan pengintegrasian jalur evakuasi, tempat perlindungan darurat, dan sistem mitigasi lainnya untuk memastikan keselamatan warga yang masih berada di area berisiko.
Namun, penerapan reverse zoning memiliki tantangan tersendiri. Relokasi penduduk dari wilayah rentan sering kali sulit dilakukan karena keterikatan emosional atau faktor ekonomi, seperti akses terhadap pekerjaan dan fasilitas. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan aktivitas, membangun infrastruktur baru, serta mempersiapkan wilayah aman juga sangat besar. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keseimbangan ekonomi di wilayah terdampak agar perubahan zonasi tidak mengganggu mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada dukungan masyarakat, perencanaan yang matang, dan alokasi anggaran yang memadai.
Edukasi MKPI – Pada tanggal 18 November 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bersama BPBD Jawa Timur dan
Edukasi MKPI – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan bahwa jumlah korban meninggal akibat galodo/banjir bandang di beberapa wilayah
Edukasi MKPI – Delapan belas tahun yang lalu, tepatnya pada 27 Mei 2006 jam 05.53 terjadi gempa skala M5,9