Belum reda konflik pemerintah RI dengan GAM, wilayah Serambi Mekkah kembali mengguncang publik internasional dengan bencana tsunaminya. Puluhan ribu jiwa melayang, harta benda juga infrastruktur habis tak bersisa. Kini ancaman wabah mematikan membayangi kesehatan penduduk yang tersisa.
Baru sehari status darurat sipil di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diperpanjang, wilayah itu kembali gempar, bukan lantaran gerilyawan GAM memicu kerusuhan berdarah. Namun, gempa berkekuatan 8.5 skala Richter di bawah lautlah penyebabnya. Gelombang tsunami setinggi puluhan meter menjadi saksi keganasan alam yang tak terelakkan. Korban jiwa yang jatuh tak tanggung-tanggung lagi jumlahnya. Serentak semua menjadi berempati pada Aceh yang malang.
Liputan media dalam dan luar negeri gencar menayangkan kepiluan yang dirasakan warga Aceh. Beragam kesaksian dan kisah sedih dari mereka yang selamat, menjadi santapan kehidupan yang tak enak untuk didengar maupun dirasakan. Ajaibnya seketika rasa curiga dan permusuhan sirna. Manusia jadi sama pangkatnya. Semuanya merasakan kesedihan yang dalam akibat ditinggalkan oleh orang-orang terdekat.
Tengok saja mantan orang nomor satu di Aceh, yang ironisnya selamat dari bencana karena menghuni Rutan Salemba. Dikabarkan kakak kandung dan sepupunya hilang tanpa kabar berita. Langsung ia sigap merencanakan konsep pemikiran yang katanya bisa membangun kembali wilayah yang ibukotanya porak- poranda. Padahal dulu selagi ia bisa malah menyakiti hati rakyat yang mempercayainya. Rupa-rupanya, kasus dugaan korupsi bukan momok untuk kembali mengabdi atau mengakali?
Meski diberitakan lego jangkar di perairan Sumatera, kehadiran kapal induk USS Abraham Lincoln tak menimbulkan sentimen anti-Amerika. Dikenal suka main selonong di wilayah kedaulatan negara lain, Amerika tampaknya bisa berbaik hati meminjamkan salah satu armada tempur lautnya bagi misi kemanusiaan. Meski untuk itu Senat Paman Sam belum melepaskan Indonesia dari sanksi embargo militer yang berkepanjangan.
Atau kisah mengharukan dari sebuah rumah tahanan di Banda Aceh yang tidak ditinggal buron oleh sekian puluh napinya. Atas nama kesadaran pribadi mereka ingin kembali bertobat ke pangkuan ibu pertiwi.
Sontak Aceh menjadi wilayah yang tak lagi memendam bara. Ada hikmah tersembunyi dari lara akibat bencana alam ini. Mereka yang pernah mengikuti ajaran sesat Tengku Daud Beureueh tak lagi merasakan ketimpangan dan perlakuan tak adil. Loyalis Merah Putih hingga keluarga TNI ataupun para inong bale (angkatan perang wanita GAM) sama-sama menjadi korban. Ada kesamaan nasib yang kembali merekatkan sebuah keluarga. Ataupun rasa kemanusiaan yang melintasi perbedaan suku, agama, ras dan antar budaya.
Kini, dipelopori PBB dan sejumlah negara korban bencana tsunami, diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang membahas sistem peringatan dini gelombang tsunami. Semoga di lain waktu, tak perlu ada lagi bencana untuk mempersatukan umat manusia yang bertikai. Tak perlu ada lagi korban nyawa dengan kehilangan yang sungguh luar biasa untuk memunjukkan bahwa hakikat manusia itu sama. Makhluk Tuhan Sang Pencipta.
Ditulis oleh :
Maria Elgia
Jurnalis ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang