Anda kenal Rina Dewi Puspitasari ?
Ya, dia adalah salah satu bibit unggul Indonesia yang menjadi atlet panahan.Usianya belia, belum genap 19 tahun, tapi prestasi di bidang olahraga yang digelutinya tidak bisa dipandang remeh.
Di even SEA Games 2003, Rina-lah yang mendapat medali emas kali pertama untuk Indonesia, padahal even se-Asia Tenggara itu asing baginya. Satu catatan lagi, di arena PON XVI Palembang, Rina menyumbang empat dari sembilan emas cabang panahan kepada kontingen Jawa Timur. Berasal dari pelosok desa di Bojonegoro ternyata tak membuatnya kehilangan semangat dan percaya diri.
Namun kasus apa yang merundungnya kini?
Baru-baru ini, Pengurus Daerah Persatuan Panahan Indonesia ( Perpani ) wilayah Jawa Timur memberlakukan sanksi buatnya. Pasalnya, gadis berbadan bongsor itu dianggap mbalela. Saat berlaga di PON kemarin ia menolak perintah untuk turun berlomba di ronde nasional.
Atlet yang mulai bersinar sejak Pekan Olahraga Pelajar Nasional ( Popnas ) 1999 di Surabaya itu mengaku, alasannya tidak bersedia turun di nomor tersebut karena selama ini ia belum pernah berlatih di nomor itu, jadi ia takut gagal dan bisa mencoreng namanya. Sebuah alasan yang cukup realistis.
Tidak tanggung-tanggung, Gadis yang masih malu-malu jika diwawancarai ini akan kena skorsing dua tahun. Hingga September 2006, ia dilarang berlomba di dalam dan di luar wilayah Jawa Timur oleh Pengda Perpani. Hingga saat ini skorsing belum juga final karena George Handiwiyanto, ketum Pengda Perpani belum menandatangani draft sanksi. Bisa dibayangkan bagaimana karier dan prestasinya di masa mendatang kalau benar sanksi diberlakukan.
Seharusnya, para pengurus persatuan cabang olahraga, apapun itu, tidak akan mengambil tindakan yang bisa merugikan prestasi atlet. Sudah cukup kita kecewa dengan prestasi atlet bulutangkis putri yang jeblok. Atau juga kompetisi sepak bola kita yang masih sering jadi ajang bentrok. Jangan sampai ada atlet yang mulai bersinar malah jadi redup prestasinya hanya gara-gara salah urus.
Jadi, segera cabut keputusan sanksi skorsing kepada Rina. Kalaupun memang perlu ada sanksi, gantilah dengan cara yang lebih mendidik, seperti yang pernah dikatakan oleh Gubernur Jatim, Imam Utomo.
Bila skorsing masih saja diberlakukan, malang benar jadi atlet Indonesia! Sudah harus mengharumkan nama bangsa, tunjangan tidak seberapa, masa depan dan hari tua belum tentu terjamin. Ditambah lagi, sering jadi korban kepentingan pengurusnya. Benar-benar diharapkan menjadi sebuah wacana bagi yang masih mempedulikan nasib atlit Indonesia.
TAUFIK HARIYADI
mahasiswa Teknik Mesin ITS yang ( masih ) peduli dengan nasib atlet
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan