ITS News

Sabtu, 28 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

BEM ITS Belajar Otonomi Kampus Dari ITB, UGM, Dan IPB

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Rencana perubahan ITS menuju PT BHMN telah menjadi suatu permasalahan besar bagi seluruh civitas akademika ITS. Dampak yang sangat dikhawatirkan oleh mahasiswa dengan perubahan itu tak lain adalah kenaikan SPP. Untuk itu, Jum'at kemarin (7/5) di ruang seminar rektorat, BEM ITS menggelar suatu diskusi publik yang membahas isu otonomi kampus. Sehari sebelum diskusi, BEM ITS juga mengadakan sosialisasi mengenai PT BHMN yang diisi oleh kelompok kerja yang telah dibentuk.

Diskusi yang terbuka untuk mahasiswa itu dihadiri tak lebih dari 50 mahasiswa. Acara ini tidak hanya dihadiri mahasiswa ITS saja, tetapi juga hadir mahasiswa universitas lain seperti UNAIR dan UNIBRAW. Dalam diskusi itu pihak BEM ITS mendatangkan narasumber Presiden BEM dari 4 perguruan tinggi yang telah menjadi PT BHMN. Empat perguruan tinggi tersebut adalah UI, ITB, IPB dan UGM. Pun begitu narasumber dari UI tidak bisa hadir.

Ketiga narasumber diberi kesempatan untuk memaparkan fenomena BHMN di kampus mereka. Anas dari ITB menyatakan bahwa mahasiswa ITB telah menolak dari awal pembentukan PT BHMN di kampus mereka. Ia juga menyebutkan bahwa niat awal dari BHMN baik akan tetapi implementasinya bermasalah. "BHMN merupakan istilah baru dan belum jelas bentuk dan implementasinya. Dan bila dilihat secara perundangan-undangan belum tegas" ujar anas. Jadi PT BHMN itu ibarat pistol, siapa yang ada dibelakang pistol akan menentukan untuk apa pistol itu digunakan. "who is behind the gun?" tegas mahasiswa berkacamata itu.

Selain itu Anas juga memaparkan dampak yang timbul dari otonomi kampusnya. Seperti diskriminasi rekruitment yang menimbulkan kesan hanya golongan yang kaya saja yang bisa mengenyam pendidikan di kampusnya, industrialisasi kampus yang membuat aset aset kampus dikomersilkan. "selain itu orientasi mahasiswa secara tidak sadar juga digiring menuju orientasi yang pragmatis, mereka hanya kuliah karena efek mahalnya biaya pendidikan" tambah anas.

Sedangkan wakil dari UGM saat ditanya apakah ada sisi positif dari BHMN di kampus mereka secara tegas perwakilan dari UGM Yudi menjawab tidak ada. "BHMN hanya menimbulkan sisi negatif. Coba saja tengok manajemen yang bobrok, SPP naik, aset kampus dikomersilkan. Demokratisasi kampus yang jadi tujuan awalpun tidak tercipta" tegas Yudi.

Berbeda dengan IPB, Djoko Purwanto perwakilan dari BEM IPB, menyatakan masih melakukan kooperatif dengan rektorat meski telah melihat terjadinya penjualan aset kampus mereka. "Di IPB, SPP masih tetap stabil tapi komersialisasi aset tetap tak bisa dihindari untuk menutupi kurangnya dana SPP itu. kami sempat kecolongan asrama kami yang telah dijual menjadi trade mart" katanya.

"Untuk terus mengawasinya keluarga mahasiswa IPB membuat forum oposisi permanen rektorat" tambah Joko.

Di akhir diskusi, para pembicara memberikan saran kepada mahasiswa ITS untuk mengkaji permasalahan besar ini secara matang. Mereka juga menyarankan untuk segera merumuskan konsep otonomi kampus versi mahasiswa ITS serta visi besar apa yang ada bila ITS berubah bentuk menjadi BHMN. (asa)

Berita Terkait