ITS News

Selasa, 12 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

Dr. Agus Purwanto: "Jagat raya tak simetris&quot

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mungkin kita tak pernah membayangkan kalau jagat raya sekarang tak simetris. Maksudnya, perbandingan jumlah materi lebih banyak daripada immateri. Padahal sebelum matahari, bintang, planet, dan benda-benda lain yang ada di alam semesta ini ada, kedua unsur ini jumlahnya sama.

Fenomena ini, dipaparkan oleh Dr. Agus Purwanto, Dosen Fisika Teoritik dalam kuliah tamu "Bariyogenesis Jagat Raya Tak simetris". Menurutnya, pada awal sebelum ‘big bank’ partikel-partikel bergerak bebas. Baik itu, partikel materi, yang terdiri dari elektron, proton, barion, dan partikel elementer lainnya. Maupun partikel immateri, partikel yang mempunyai sifat sama dengan materi tapi mempunyai muatan berbeda. "Misalnya, positron sebagai lawan dari proton," katanya.

Akibatnya, antar materi dan immateri akan saling meniadakan. Kondisi itu, hanya berlangsung sebelum terbentuknya jagat raya beserta isinya. Untuk itu, kalau fenomena ini masih ada tentunya tidak akan ada kehidupan, semuanya akan musnah. "Soalnya, partikel-partikel tersebut akan saling meniadakan," jelas dosen yang baru menyelesaikan pendidikan S-3 di Universitas Hirosima, Jepang ini.

Dan itu telah dibuktikan dengan Neil Amstrong, Astronot pertama yang menjejakkan kakinya di Bulan. Seandainya fenomena itu masih ada tentunya tubuh astronot asal Rusia itu akan hancur. Karena partikel-partikel yang menyusun tubuhnya akan bereaksi dengan partikel-partikel yang ada di bulan. "Ini merupakan contoh kalau di bulan komposisi antar materi dan immateri tak seimbang," ujarnya.

Kenapa jumlah materi lebih banyak dibandingkan dengan immateri? "Sampai sekarang para fisikawan belum menemukan jawabannya," jelasnya. Padahal para Fisikawan mendalami pengetahuan ini sejak tahun 1964. Meski begitu, penelitian mengenai hal ini masih terus berjalan di negara-negara maju.

Lantas, tambahnya, pengetahuan ini semata-mata bukan untuk materi, melainkan lebih daripada itu. Pengetahuan ini berusaha untuk memahami peradaban. Dan mempelajari secara keseluruhan ‘Pohon Ilmu Pengetahuan’. "Ini tak sekedar ilmu pengetahuan, tapi filsafat," tegasnya.(rom/bch)

Berita Terkait