ITS News

Jumat, 15 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

GERAKAN MAHASISWA, EFEKTIFKAH?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Jika dicermati, pergantian orde yang lalu (baik dari orde lama ke orde baru maupun orde baru ke orde reformasi) gerakan mahasiswa turun ke jalan (baca: demonstrasi) sangat dihormati dan didukung penuh oleh masyarakat luas, akan tetapi (sepertinya) dukungan tersebut seakan luntur ketika orde reformasi lebih banyak dibanjiri aksi turun ke jalan. Apakah masyarakat tidak percaya lagi dengan isu yang dibawa mahasiswa ketika turun ke jalan ?

Pengalaman dari sejarah, peran mahasiswa sangat besar dalam membawa perubahan bangsa Indonesia. Dimana pada tahun 1959 yang mempelopori tritura adalah dari elemen mahasiswa. Kemudian dari tahun ke tahun fungsi mahasiswa sebagai agent of control semakin didengungkan untuk merespon kinerja dari pemerintahan yang tidak benar. Hingga pada puncaknya, tahun 1998 gerakan mahasiswa dengan dukungan berbagai pihak berhasil menggulingkan rezim yang telah menipu rakyat Indonesia selama 32 tahun.

Reformasi, demikianlah tonggak bersejarah yang berhasil mahasiswa tancapkan di tahun 1998 dengan harapan bisa membawa bangsa Indonesia menuju Indonesia Raya yang bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Muncullah berbagai tokoh mesyarakat baru yang meng-klaim dirinya sebagai tokoh yang pro-reformasi. Tak heran jika kemudian pemilu berikutnya yang digelar tahun 1999 diwarnai 42 partai politik. Bangsa Indonesia benar-benar merasa bangga bisa menyelenggarakan pemilu yang benar-benar jurdil (jujur dan adil) pada saat itu.

Namun, mimpi tentang Indonesia Raya seakan tidak berlaku bagi mereka yang menduduki kursi yang diperebutkan banyak orang (baca: anggota dewan). Karena begitu usai pemilu, anti KKN yang dulu mereka dengungkan bersama dengan mahasiswa dan rakyat ketika turun ke jalan seakan bukanlah sesuatu hal yang harus dihindari bahkan sudah seperti kebudayaan yang perlu dilestarikan. Akibatnya kesenjangan yang terjadi di Indonesia semakin besar. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian mereka (yang duduk di pemerintahan) kepada jutaan rakyat yang telah menghantarkan mereka ke posisi tersebut. Begitu mereka duduk di kursi yang empuk, hilang sudahlah segala pesan yang dititipkan bahkan niatan untuk membangun Indonesia Raya.

Maka mahasiswa kembali memfungsikan dirinya sebagai agent of control. Aksi turun ke jalan kembali marak ketika pemerintah menaikkan harga BBM, Tarif Dasar Listrik dan Telepon secara bersamaan. Akan tetapi tokoh-tokoh yang duduk di pemerintahan saat ini adalah orang-orang yang dulu menyuarakan reformasi bersama dengan mahasiswa. Sehingga mereka sadar betul langkah apa yang selanjutnya akan mahasiswa ambil dan bagaimana cara menghindar dari para demonstran tersebut.

Sehingga tidak heran jika kemudian pemerintahan tidak bergeming sama sekali ketika hujan demonstrasi bahkan hujatan dari rakyatnya. Alasannya, toh mereka dulu pernah merasakannya dan langkah yang mereka ambil adalah untuk kebaikan kita semua. Dari pernyataan itu perlu kita renungkan kembali, apakah gerakan mahasiswa sekarang (masih) efektif digunakan untuk memberi penekanan terhadap pemerintahan yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar?

Iswahyudi
Jurnalis ITS Online

Berita Terkait