Mahasiswa seharusnya menjadi orang yang paling siap dalam menghadapi AFTA 2003. Karena mahasiswa termasuk golongan yang terpelajar dan mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang mencukupi. Selain itu, sebenarnya kemampuan akademis mahasiswa Indonesia tidak jauh berbeda dengan kemampuan mahasiswa dari negara lain.
Yang berbeda adalah kemampuan di luar akademisnya. Paling penting adalah communication skillsnya, kepercayaan diri, kemampuan seorang mahasiswa untuk memotivasi dirinya, kemudian keberanian untuk menempatkan diri pada posisi penting. Hal-hal inilah yang kurang pada mahasiswa Indonesia pada umumnya.Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, kualitas pendidikan di ITS sangat jauh tertinggal. Diantaranya karena memang kurikulum yang ada di ITS kurang progresif. Artinya kurikulum yang ada hanya melanjutkan tradisi kurikulum yang pernah dilakukan. Tidak memandang kebutuhan 2 – 3 tahun yang akan datang atau bahkan lebih.
Kurikulum yang ada di ITS hanya merupakan penerapan-penerapan dari hal-hal yang diperoleh para tenaga pengajar setelah belajar dari luar negeri. Padahal belum tentu hal-hal tersebut dapat diterapkan di negara kita dan belum tentu pengetahuan tersebut tidak mengalami perkembangan. Bisa saja pada saat diberikan kepada mahasiswa, di luar negeri hal tersebut sudah mengalami perubahan.
Pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang mampu memacu kreatifitas dan inovasi. Sedangkan di ITS tidak seperti itu. Pendidikan kita terlalu terpaku pada hal-hal yang praktis. Hal ini terjadi mulai dari tingkat dasar sampai ke tingkat mahasiswa. Menilik dari hal-hal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa ITS tidak siap dalam menghadapi AFTA 2003. Apalagi Indonesia.
Kalau kita dipaksa untuk menghadapi AFTA maka kita akan mati konyol. Namun, menghadapi kenyataan yang ada, dimana Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani AFTA tidak ada jalan lain bagi kita untuk mengejar ketertinggalan yang ada.
Walaupun hal ini tidak menjamin kita bisa survive dalam menghadapi AFTA. Karena bangsa kita sudah sangat bangkrut, padahal untuk mengejar ketertinggalan itu dibutuhkan dana dan waktu yang tidak sedikit. Jadi bukan hal yang tidak mungkin pada saat AFTA nanti akan datang tenaga-tenaga dari luar negeri yang dianggap lebih baik daripada tenaga dari Indonesia sendiri.
Tidak usah melihat terlalu jauh, tenaga kerja dari Malaysia dan Australia mempunyai kualitas yang lebih tinggi daripada tenaga kerja Indonesia. Dan tidak hanya itu, ancaman juga datang dari negara-negara seperti Vietnam, India, dll. Padahal tenaga kerja dari negara-negara tersebut tidak lebih mahal apabila dibandingkan dengan tenaga dari Indonesia. Maka jangan kaget jika tenaga kerja Indonesia hanya bisa menjadi buruh di negaranya sendiri.
Jadi, jika dilihat dari segi mahasiswa, siap atau tidaknya kita menghadapi AFTA tergantung dari individu mahasiswa itu sendiri. Banyak kegiatan-kegiatan yang telah dan akan diadakan oleh lembaga kemahasiswan yang bertujuan untuk memberi bekal kepada mahasiswa. Misalnya saja Quantum Learning, Quantum Teaching, Achievement Motivation Training dll. Tapi hanya sekian persen saja saja yang menyadari bahwa mahasiswa perlu menambah pengetahun lain selain pengetahuan akademik.
Danar Surya Wiranagara
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)