Tak hanya kalangan mahasiswa yang disibukkan mengonsep kegiatan pengkaderan (sekarang bernama IO) tapi pihak jurusan sampai rektorat juga memeras otak untuk menyusun peraturan-peraturan kegiatan tersebut. Tentunya setelah melewati berkali-kali diskusi dengan mahasiswa yang akhirnya menghasilkan lembar kesepakatan bersama.Apakah dengan begitu saja sudah cukup dan menjamin bahwa IO bakal lancar sesuai kemauan pihak rektorat? Atau bagi mahasiswa sendiri merasa puas dengan adanya batasan-batasan itu?
Ditilik dari kacamata mahasiswa, sebagian mahasiswa senior masih mengharapkan tetap ada perpeloncoan dalam IO. Hanya saja tingkat perpeloncoannya lebih diperhalus daripada tahun-tahun sebelumnya. Tapi jangan sampai tidak ada sama sekali mengingat dampaknya terhadap mental maba sendiri. Di samping itu, ada kalanya pelonco yang selama ini terkesan penuh kekerasan itu diterapkan, muncul kesan dimata Mahasiswa Baru (Maba) bahwa cara seperti itu hanyalah merupakan ajang balas dendam senior kepada junior.Saya tidak sepenuhnya menyalahkan anggapan maba karena saya juga pernah menjadi maba.
Tetapi yang saat ini tengah disorot, bukan terbatas apakah IO masih dibumbui dengan perpeloncoan saja, melainkan keseluruhan sistem pengkaderan yang diberikan kepada maba. Misal sebelumnya tidak adanya batas waktu yang signifikan sehingga rata-rata memakan tempo satu semester. Lalu mahasiswa yang sudah menjadi warga (sebutan untuk mahasiswa yang lulus pengkaderan jurusan maupun fakultas) menciptakan suatu konsep pengkaderan sendiri termasuk perpeloncoan.
Sementara keinginan mahasiswa seperti itu, sudah barang tentu menimbulkan kontra dengan blok rektorat. Sejak tahun lalu, rektorat telah menurunkan keputusan agar kegiatan IO ini tidak boleh sama dengan system pengkaderan lama. Bahkan bila ada mahasiswa yang melanggar keputusan itu akan dikenakan sanksi DO (masih ingat desas-desus seputar pengkaderan setahun lalu ?) Bagi mereka (rektorat) kekerasan tidak boleh ada dalam kegiatan yang berbau kaderisasi sebab pengaruh terhadap psikologi maba kurang baik dan jika melampaui batas, bisa juga berdampak pada fisiknya.
Tahun ini, kembali rektorat mengeluarkan sederet peraturan sekaligus sanksi tegas. Pengawasan terhadap jalannya kegiatan ini juga semakin diperketat dengan diberlakukan pengawasan silang. Maksudnya antar jurusan satu dengan lainnya boleh memonitor pelaksanaan IO dan bila diketemukan ada pelanggaran didalamnya, maka jurusan yang tidak bersangkutan boleh melaporkannya. Lalu konsep yang ditawarkan rektorat lebih mengarah pada pembekalan maba untuk bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan kampusnya tanpa mengandung unsur kekerasan. Rektorat pribadi mempunyai tanggung jawab yang cukup besar kepada orang tua maba dan nama ITS pun turut dipertaruhkan dimuka masyarakat. Karenanya IO sebagai titik awal bagi kehidupan maba di kampus, harus mendapat perhatian penuh dari rektorat
Kalau sudah begini giliran mahasiswa yang bingung bagaimana harus mengonsep materi supaya benar-benar bisa diterima maba. Sebab unsur keras bagi mereka tetap harus ada dalam penyampaian materi. Daripada pusing memikirkan hal itu, diambil saja jalan tengahnya. Kekerasan boleh ada dalam penerapan materi tetapi harus melihat dahulu kondisi mabanya. Karena hal ini menyangkut keselamatan seseorang. Tentunya kekerasan yang dimaksud disini yaitu terbatas dan masih manusiawi.Misal sanksi yang dikenakan pada maba saat melanggar aturan adalah dengan push up di tempat yang layak dipakai push up atau lari keliling lapangan sekitar.Jika kondisi mabanya cukup kuat untuk menerimanya, mengapa tidak ???
Penulis
Ambar Rena Dewanti
Jurnalis ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang