Pada Seminar Nasional "Menentukan Peran Kewirausahaan dalam Percaturan Otonomi Daerah" yang diadakan WE&T 4/11 kemarin ada suatu hal yang menarik untuk diulas, dimana Fadel Muhammad sebagai pengusaha sukses memberikan kiat-kiat suksesnya dalam berwiraswasta.
Fadel yang datang di seminar pada pukul 10:30 tersebut membuka pembicaraannya dengan menceritakan kejadian "tawuran" yang terjadi di gedung MPR. Kemudian dilanjutkan dengan pandangan-pandangannya. Menurutnya orang yang maju harus menguasai dua hal penting, yakni ilmu pengetahuan dan informasi. Pengetahuan sangat penting dan strategis untuk meningkatkan kemakmuran. Pengetahuan baru tentang cara-cara produksi misalnya akan segera menyebar dan mudah ditiru, yang akhirnya jika tidak di upgrade akan menjadi kurang bernilai.
Yang membedakan orang berhasil dan tidak adalah dari faktor derajat/ spirit wiraswastanya. Orang yang tidak punya spirit wiraswasta yang baik tidak akan menghasilkan pemikiran dan karya yang baru, dan sebaliknya. Pengetahuan yang dimiliki oleh entrepreneur itu bukanlah penyakit menurun, tetapi semuanya dapat dipelajari sebagaimana mempelajari pengetahuan yang lain.
Selanjutnya Fadel menceritakan tentang pengalamannya ketika beraudiensi dengan Rektor Universitas Indonesia (UI), ketika itu masih dijabat oleh Prof. Dr. Mahar Mardjono. Fadel mengundang sejumlah mahasiswa UI untuk bekerja magang di tempatnya. Lalu Prof. Mahar memanggil lima mahasiswanya. "Kamu mau bekerja di tempat Bung Fadel ?" begitu kata Prof. Mahar. Fadel melihat raut wajah mahasiswa yang diundang untuk bekerja di bengkelnya tidak menunjukkan antusiasme. Mereka malah menunjukkan sikap kurang percaya diri. Mereka memiliki pengetahuan, tetapi tidak tahu bagaimana menerapkannya. Melihat pengalaman itu, maka beliau semakin terobsesi untuk menyebarkan virus entrepreneurship di kalangan mahasiswa. Karena menurutnya kelak merekalah (mahasiswa, red) yang akan mengisi lapisan entrepreneur yang kini jumlahnya sangat tipis. Obsesinya semakin diperkuat dengan fakta bahwa hampir 35 % lulusan perguruan tinggi tidak terserap di lapangan kerja, "Mereka harus dirubah orientasinya agar menjadi pencipta kerja," tandasnya.
Selanjutnya Fadel memberikan 10 mitos yang membelenggu pikiran para pemula yang akan memasuki dunia kewirausahaan :
1. Entrepreneur adalah pelaku, bukan pemikir.
2. Entrepreneur itu dilahirkan, bukan diciptakan.
3. Entrepreneur selalu merupakan penemu.
4. Entrepreneur adalah orang yang canggung baik di dunia akademis atau di masyarakat.
5. Entrepreneur harus sesuai dengan profil
6. Untuk menjadi entrepreneur perlu memiliki uang yang banyak.
7. Perlu nasib baik untuk menjadi entrepreneur .
8. Entrepreneur mengabadikan kesenangan.
9. Entrepreneur mencari sukses tapi pengalaman menunjukkan tingginya tingkat kegagalan.
10.Entrepreneur adalah risk taker yang ekstrim.
Untuk mendobrak mitos tersebut, calon entrepreneur harus mempersiapkan pendidikan dengan baik. Pendidikan merupakan fondasi yang sangat penting bagi entrepreneur, ia berperan penting dalam membantu entrepreneur menghadapi masalah yang harus diselesaikan. Sejarah memang mencatat sejumlah entrepreneur hebat yang secara formal pendidikan mereka tidak begitu bagus, tetapi mereka melakukan proses learning by doing sehingga berhasil menyusun skema berfikir untuk dijadikan panduan menghadapi persoalan.
Entrepreneur memang dicirikan dengan orang yang kreatif-imajinatif, berfikir bebas. Dan kreativitas itu bukanlah bakat melainkan sesuatu yang dapat dipelajari. Hambatan yang sering muncul adalah pola berfikir yang tradisional. Orang tidak pernah dipicu innare creativity-nya. Kreativitas dapat diasah dengan memfungsikan peran otak kanan antar lain dengan :
– Selalu mengembangkan pertanyaan,"Apakah ini merupakan satu-satunya cara terbaik, tidak adakah cara lain ?"
– Melawan kebiasaan, rutinitas dan tradisi atau sesuatu yang telah mapan
play mental games, yaitu mencoba melihat persoalan dari prespektif yang berbeda seperti analogi atau metafora
terbuka untuk mendapatkan lebih dari satu jawaban yang benar
– Menautkan gagasan yang nampaknya tidak berhubungan dengan persoalan yang dihadapi untuk membangkitkan solusi yang inovatif
mengembangkan "helicopter skill" yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu persoalan dari prespektif yang lebih luas dan kemampuan menukik kembali pada fokus persoalan dan mencari solusinya dengan berbagai alternatif solusi.
Harus diakui bahwa mengembangkan kreativitas itu bukan pekerjaan mudah. Tetapi bagaimanapun kita harus berani mengambil resiko, caranya dengan menanamkan bahwa "Kita Bisa !" dan selanjutnya kita hitung resiko yang akan kita ambil.(yud/li)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan