ITS News

Sabtu, 21 Desember 2024
15 Maret 2005, 12:03

Moral Force, Terpenting dan Utama

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Peta politik Indonesia, dulu dan kini, masih diwarnai sejumlah penyimpangan. Dan sangat disayangkan bahwa sebagian dari mereka adalah lulusan kampus-kampus ternama. Idealisme mereka saat menjadi mahasiswa begitu tinggi. Mereka dengan lantang meneriakkan penentangan terhadap kebijakan pemerintah yang keluar jalur. Namun apa yang terjadi setelah mereka terjun ke dalam sistem, menjadi para politisi? Mereka menghentikan konsistensi mereka dan turut larut menjadi seorang "penyimpang". Kemanakah moral mereka?

Kondisi inilah yang kemarin (22/6) dibahas dalam Seminar dan Lokakarya Nasional yang bertemakan ‘Peran Perguruan Tinggi sebagai Moral Force’. Prof.Dr.Imam Bawani, MA misalnya, ia mengatakan bahwa masalah seperti itu tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab para lulusan akademik. "Sulit merombak kultural, karena takut kultur struktural," ujar dosen IAIN Sunan Ampel ini. Menurutnya, kultur atau budaya yang telah mengakar di kalangan politisi kita, seperti merebaknya KKN, akan sulit dihilangkan. Usaha saat kaum intelek itu berada di bangku kuliah lama-lama dapat terkikis atau bahkan hilang saat mereka memasuki sistem. Mereka kehilangan konsistensinya.

Di sinilah peran moral force dibutuhkan. Kekuatan yang bertumpu pada nurani luhur untuk menegakkan kebenaran dan keadilan ini mutlak dibutuhkan untuk menjadikan kaum intelek ini sosok politisi yang bermoral.

Hal senada juga disampaikan oleh Ir. Ja’far Amiruddin, S.Sos, M.Si."Selain kompetensi dan basis dukungan, moralitas sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin," ujarnya. Sekretaris eksekutif Kadin (Kamar Dagang Indonesia) ini juga mengatakan bahwa sebuah moral force akan mampu memebntuk politisi yang bersih dari KKN. Ia pun mencontohkan kasus korupsi dewan legislatif yang terjadi di Sumatera Barat. Adanya satu orang diantara mereka yang berstatus "bersih" membuktikan bahwa moral masih berperan padannya.

Lalu di manakah "mantan" mahasiswa itu mendapatkan moral force-nya? Jawabannya tentu berpulang pada pendidikan selama masa kuliah mereka. Perguruan tinggi, baik lingkungan dan staf pengajarnya, mempunyai andil untuk menanamkan moral pada mahasiswanya. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan memasukkan beberapa mata kuliah umum pada jadwal mata kuliah. Seperti yang dilakukan oleh ITS, melalui jurusan MKU (Mata Kuliah Umum) yang dimilikinya. Lembaga yang berada dibawah naungan Fakultas MIPA ini berusaha memberi "sentuhan" moral dan sosial pada lulusan kampus teknik ini.

"Namun bagaimanapun juga, agama tetap menjadi standar moral," ujar Prof.Dr.Frans Magins Suseno. Ia menambahkan bahwa agama tetap memainkan perannya sebagai pemberi moral force. Ditanya mengenai penyimpangan moral yang masih dilakukan oleh kalangan religius oleh salah seorang peserta, mantan Ketua STF Driyakarya ini menyebutkan adanya penyimpangan dari pengimplementasian ajaran agama itu sendiri. Dan para pelakunya lah yang harus disalahkan, bukan agamanya.

Seminar yang dimoderatori oleh Dr. Agus Purwanto ini juga dihadiri sejumlah dosen perguruan tinggi di Surabaya dan beberapa wakil LSM dibidang pendidikan.(ftr/ryo)

Berita Terkait