ITS News

Jumat, 15 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

Nasionalisme vs Romadhon

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Penentuan awal dan akhir romadhon memang menarik untuk diperbincangkan. Kajian Islam Nurul Ilmi – Teknik Kimia ITS mengadakan Kajian Fenomental Interaktif (KAFEIN) pada hari Rabu, 7 Nopember 2001 di Kampus Teknik Kimia ITS. Sebagai pembicara adalah Joko Lelono, Ketua Umum Kajian Islam Nurul Ilmi – Teknik Kimia ITS.

Menurutnya, penentuan awal dan akhir Romadhon adalah sesuatu yang penting, sama halnya kita harus mengetahui awal dan ahirnya waktu sholat. "Ketika Allah mewajibkan kita puasa Romadhon, maka mengetahui kapan awal dan akhir Romadhon merupakan keniscayaan yang tak boleh ditolak lagi," jelasnya.

Dalam penentuan awal dan akhir Ramadhon, di Indonesia menggunakan 4 mahzab. Mahzab Syafi'i berpendapat bahwa awal Ramadhon ditentukan berdasarkan ru'yat lokal, artinya apabila ru'yatul hilal disuatu daerah telah terbukti, maka penduduk di daerah tersebut wajib berpuasa, sedangkan penduduk di daerah jauh tidak wajib berpuasa. "Umumnya jarak diantara daerah itu radius 120 km," jelasnya. Tiga mahzab lainnya berpendapat bahwa awal Ramadhon ditentukan berdasarkan ru'yat global, artinya jika suatu daerah telah melihat hilal, maka seluruh daerah wajib berpuasa.

Bagaimana penentuan awal Romadhon di Indonesia? "Penguasa di negeri ini, umumnya menggunakan mahzab nasioanlisme. Mereka sudah terserang virus nasionalisme," ucap Joko. Joko membuktikan tatkala di Ujung Pangkah, Gresik, terjadi ru'yat hilal, maka atas dasar ru'yat di Gresik ini ditetapkan 1 Romadhon untuk seluruh Indonesia. "Apakah Aceh, Sulawesi, dan Irian Jaya berjarak 120 km? Tentu tidak!" jelasnya "Mengapa ummat di seluruh Indonesia harus mengikuti ru'yat ini, sementara ummat Islam di Philipina, Atau China, yang satu garis bujur dengan Gresik, tidak harus mengikutinya?" tambahnya. "Ini jelas bukan ru'yat lokal dan jelas bukan ru'yat global, sebagaimana digagas 4 mahzab. Ini Mahzab Nasionalisme," Ucapnya. (akh/bch)

Berita Terkait