Sepertinya, memang tidak banyak mahasiswa yang tahu apa sebenarnya pengkaderan yang saat ini masih berasosiasi kontra-positif. Asal-muasalnya darimana tiada yang tahu. Yang pasti, setiap tahun ajaran baru, wacana mengenai pengkaderan selalu terbuka, baik yang sifatnya destruktif maupun konstruktif. Setiap tahun selalu terjadi perdebatan panjang, baik di kalangan mahasiswa sendiri dalam rangka menemukan metode yang tepat, atau pihak birokrasi yang juga sibuk mencari cara supaya kegiatan mahasiswa benar-benar tidak merugikan.
Hadap-hadapan antara birokrasi dan mahasiswa sering berimplikasi hanya pada ketidakpedulian mahasiswa terhadap birokrat. Mahasiswa mempunyai aturan organisasi sendiri yang memang harus bebas dari campur tangan manapun. Sedangkan birokrat sendiri cenderung menjauh, dan tidak bersikap terhadap situasi ini. Pendeknya, sikap yang mampu ditangkap adalah ketidakpedulian.
Kemudian yang terjadi adalah mahasiswa berjalan sendiri dengan konsep pengkaderan yang memang dirancang paling baik menurut sistem mahasiswa. Ini sebagian tidak mampu dipahami oleh pihak luar – dalam hal ini birokrasi kampus dan orangtua – sehingga dianggap sebagai kegiatan membuang waktu, bertentangan dengan perkembangan zaman, dan hanya sebagai ajang balas dendam.
Oleh kalangan mahasiswa sendiri, birokrat dianggap tidak akomodatif dan tidak mampu memahami apa itu semangat organisasi kemahasiswaan. Birokrat dianggap sebagai penghalang jalan bagi perkembangan sumber daya manusia di kampus. Disadari atau tidak, kampus adalah tempat perkembangan SDM, baik yang dilaksanakan oleh institusi akademik ataupun mahasiswa sendiri.
Hal yang menjadi permasalahan adalah merumuskan pola komunikasi yang tepat antara mahasiswa dan birokrat. Ini dalam rangka menemukan metode pengkaderan yang mampu dipahami bersama karena pada dasarnya birokrat dan mahasiswa punya kemampuan yang sama terhadap dunia kemahasiswaan. Bukan berjalan sendiri-sendiri sehingga terjadi friksi yang kontra-produktif. Siklus kontra-produktif ini berjalan setiap tahun, dan selalu berulang pada masalah yang tidak substansial.
Apa yang sebenarnya kita butuhkan? Adalah kerjasama saling memahami antara mahasiswa dan birokrat dalam rangka menemukan metode yang sesuai dengan perubahan yang terjadi. Kerjasama itu harus bersifat kontinu dan berjenjang dan dibarengi dengan sikap terbuka, dan itikad baik sehingga nantinya siklus kontra produktif ini tidak terjadi
SUWARNO (2199100069)
Ketua Himpunan Mahasiswa Mesin FTI ITS
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi