ITS News

Jumat, 15 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

Presiden Seharusnya… (Sebuah Opini)*

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam hitungan beberapa hari lagi, mahasiswa ITS akan mempunyai seorang presiden baru yang dipilih langsung dalam Pemira (Pemilu raya) 2003. Sambutan yang beragam datang menyambut akan dilaksanakannya Pemira ITS tersebut. Sebenarnya, bagaimana sih sosok Presiden yang ideal untuk ITS. Ini adalah sebuah opini yang sangat subyektif dari seorang mahasiswa ITS, namun tetap merupakan suara seorang anggota keluarga ITS.

Sebagai mahasiswa biasa, yang menjalani rutinitas seorang mahasiswa ITS pada umumnya, sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan adanya pemilihan Presiden BEM ITS. Karena memang hal itu tidak berpengaruh banyak. Pergantian Presiden BEM tidak akan membuat nilai-nilai yang sebelumnya D menjadi C. Atau yang sebelumnya C bisa disulap menjadi AB. Tidak mungkin juga membuat segala mata kuliah yang sulit mendapatkan kelulusan, bisa menjadi mudah sekali lulus ketika ada pergantian Presiden BEM.Walaupun sebenarnya ada sedikit kemungkinan seorang Presiden BEM melakukan hal itu. Tapi rasanya, sampai saat ini Presiden BEM ITS hanya ‘bermain’ dalam koridor-koridor politik kampus saja.

Kalau dipikirkan, apakah sebagian besar mahasiswa ITS berjalan dalam politik kampus? Soalnya, konon katanya seorang Presiden BEM adalah wakil dari seluruh mahasiswa. Sang pembawa pesan dari semua mahasiswa yang ia wakili sekaligus ia pimpin. Saya rasa politik kampus malah semakin jauh ditinggalkan oleh mahasiswa ITS pada umumnya. Karena nampak dalam kesehariannya, mahasiswa ITS lebih mengutamakan kepentingan kuliahnya dibandingkan kepentingan yang lain. Jadi, sebenarnya siapa yang Presiden BEM wakili jika ia berjalan di jalan-jalan politik kampus, sedangkan kebanyakan mahasiswa ITS ogah meliriknya?

Ya, anda bisa menduga-duga sendiri jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan. Dan saya sama sekali tidak membahas jawaban subyektif dari sudut pandang saya. Akan tetapi, alangkah lebih baik jika kita menganalisa secara keseluruhan proses pemilihan Presiden BEM.

Proses penjaringan calon seorang Presiden BEM terbuka lebar untuk semua saja. Artinya tidak ada syarat spesifik dari bakal calon yang akan mendaftar untuk menjadi calon Presiden. Namun, dari sekian banyak proses pergantian Presiden yang terjadi, pendaftaran bakal calon hanya diisi oleh beberapa kelompok besar yang berkuasa di dalam kampus saja. Tetapi nampaknya, kebesaran kelompoknya tidak hanya semata-mata karena mereka besar dari dalam saja. Banyak ‘hal luar’ yang membuatnya berkembang, bahkan sokongan dalam segala hal pun bisa jadi dari ‘luar’.

Beberapa kelompok ini kemudian saling mengotakkan dirinya masing-masing. Yang paling mudah dikenal dengan sebutan aliran kanan, kiri dan (mungkin) tengah, yang tidak condong ke kanan dan kiri. Selanjutnya, masing-masing kelompok ini mencari massa untuk mendukung calonnya yang telah terdaftar menjadi Presiden.

Beragam iming-iming telah ditawarkan dalam penggalangan massa ini, termasuk dengan cara-cara (mungkin) meng-halal-kan segala cara. Bukankah atmosfir politik di Indonesia tidak pernah lepas dengan hal-hal yang busuk? Begitu pula dengan suasana politik kampus, yang nota benne adalah gudangnya ‘agent of change’, seorang yang diharapkan dapat memberikan perubahan yang signifikan di masa mendatang. Tetapi, nampaknya di kampus juga banyak didapati praktik-praktik yang tidak seharusnya dilakuakan oleh orang-orang yang memprotes keras hal-hal yang (sebenarnya) ia lakukan sendiri.

Dari ketiga kelompok ini –kiri, kanan dan tengah- sudah pasti mahasiswa lain yang ‘tidak terlibat langsung’ dalam organisasinya tentunya akan memberikan penilaian dari luar saja. Karena dianggap sisi kanan adalah mengajarkan kebenaran yang bersifat umum dan mutlak, maka dianggapnya sebagai kelompok yang sangat baik dan paling benar. Sedangkan kelompok kiri yang kebanyakan berseberangan dengan kelompok kanan dalam memberikan pendapatnya, dianggap sebagai kelompok yang (bisa) menyesatkan dan (perlu) dijauhi. Dan kelompok tengah yang terkadang memberikan wacana sangat kanan, tapi juga kadang memberikan analisa terkesan kiri, membuatnya dicap sebagai kelompok yang tidak punya pendirian.

Jadi, sebenarnya mana diantara ketiga kelompok ini yang benar adanya. Perlu juga dipertimbangkan, jika kebenaran umum yang ada di dunia belum tentu benar adanya. Dan begitu juga dengan kebalikannya. Apakah anda pernah mendengarkan kisah Galileo yang dihukum mati lantaran membantah kebenaran (pada saat itu) bahwa bumi itu datar? Seperti halnya Galileo, pendapat tentang kebenaran yang memang benar ada pada diri dan keyakinan anda sendiri. Jangan hanya lantaran tertipu dengan pendapat umum, sehingga kebenaran yang seharusnya benar menjadi salah. Maka dari itu, lebih baik gunakan hak pilih anda sebaik mungkin untuk memilih Presiden BEM yang benar, bukan secara umum dan seharusnya menurut etika dan kebiasaan. Tetapi, pilihlah Presiden yang memang benar-benar layak menjadi Presiden menurut kebenaran yang anda miliki.

Satu hal lagi, ada kecenderungan dari setiap manusia yang tidak begitu menanggapi secara positif adanya perubahan. Apakah anda lebih menikmati hidup di Indonesia ketika jaman orde baru atau orde reformasi? Tidak sedikit rakyat Indonesia yang lebih memilih orde baru sebagai jawaban. Tetapi, apakah mereka memahami dampaknya jika orde tersebut berlangsung sampai saat ini. Dan apakah mereka memandang positif akan perubahan yang dibawa oleh orde reformasi? Tidak setiap perubahan membawa kebaikan, tapi tidak semua perubahan akan berdampak buruk. Jika tidak mencoba akan adanya perubahan dalam hidup dan lingkungan ini, mana bisa diketahui perubahan itu berdampak baik atau buruk.

*Iswahyudi, mahasiswa ITS pemerhati BEM ITS.

Berita Terkait