ITS News

Rabu, 20 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

REVRISOND: TIDAK SETUJU PRIVATISASI, KECUALI..

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Belum pulihnya perekonomian Indonesia membuat pemerintah terus mengeluarkan kebijakan mendorong laju investasi ke dalam negeri. Tak jarang kebijakan itu menuai pro dan kontra. Salah satu kebijakan yang kontroversial adalah privatisasi BUMN. Setelah Indosat, kini PLN menunggu giliran untuk diswastakan. Topik ini menjadi perbincangan hangat dalam Seminar Nasional "Dilema Swastanisasi Listik Negara" yang dihelat Selasa (23/9) di Ruang Teater Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.

Menurut Dr. Revrisond Baswir, privatisasi tidak boleh dipandang dalam konteks satu-dua perusahaan saja. Namun, privatisasi merupakan persoalan ekonomi makro, menyangkut sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Jika bersikeras menerapkan privatisasi, maka sebenarnya bangsa ini mengalami transformasi sistem ekonomi. "Dengan privatisasi, berarti kita beralih dari sistem ekonomi campuran ke pasar bebas," terang Revrisond.

Sayangnya, kebijakan privatisasi ini bukan atas kemauan bangsa sendiri, melainkan ada tangan-tangan asing yang mengintervensi. Bahkan, UU privatisasi yang kini sedang dijalankan pemerintah digagas oleh konsultan asing atas pertimbangan IMF. Akibatnya, lanjut Revrisond, aset-aset strategis malah dijual ke luar negeri. "Coba lihat, apa ada perusahaan swasta nasional yang membeli aset BUMN?"

Nah, itulah sebabnya pria asal Minangkabau ini tidak setuju dengan privatisasi. "Privatisasi hanya akan membuat kita dijajah oleh neo kolonialisme!" tegas Revrisond. Lanjutnya, seharusnya bangsa ini mampu mandiri. Ia mencontohkan, Irak yang telah diembargo selama 12 tahun plus diserang Amerika saja masih mampu bertahan, mengapa bangsa ini tidak. Revrisond lantas menambahkan, "Indonesia itu hebat, tanpa diembargo-pun, kita sudah nyerah." Sindiran Revrisond itu tak urung mengundang senyum kecut peserta yang yang memadati teater PENS.

Di tempat sama, pakar ketenagalistrikan ITS, Dr Eng. Imam Robandi turut memberikan komentar. Menurutnya, UU no.20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan memang menyisakan sejumlah persoalan. Kalau listrik diswastakan, berarti tarif listrik akan jadi mahal. "Bahkan, tarif dasar listrik kita sekarang pun masih lebih mahal daripada negara lain," tukas pria yang pernah menimba ilmu di Jepang ini.

Selain Dr. Revrisond Baswir dan Dr Eng.Imam Robandi, turut berbicara pula Ir. Ahmad Daryoko, ketua DPP Serikat Pekerja PLN dalam seminar yang disesaki oleh peserta itu. (tov/bch)

Berita Terkait