Jum'at, 21/6, telah terpilih seorang mahasiswa prestasi utama (selanjutnya disingkat mawapres) ITS untuk tahun 2002. Pertama kali ITS mengadakan "kontes" mawapres ini tahun 1997. Tujuan dari diadakannya acara ini kalau tidak salah dengan mengutip pernyataan panitia seperti diberitakan ITS Online (19/6 2002) kemarin ada 4 diantaranya yaitu menyiapkan calon mahasiswa dengan prestasi tinggi yang memiliki kualitas individual bagus untuk mewakili ITS ke tingkat mawapres Nasional.
Tujuan yang kedua sekaligus ketiga , yang juga perlu dicermati dan sangat bagus yaitu mencoba memilih mahasiswa yang memiliki tingkat intelektualitas tinggi,ilmiah serta punya jiwa enterpreneur.Terakhir yaitu mencoba meningkatkan semangat mahasiswa agar terstimulasi bersaing secara sehat dalam hal keilmiahan dan organisatoris dengan adanya hadiah bagi mawapres tingkat fakultas atau institut.
Ketiga tujuan lontaran tadi sangatlah baik apalagi kriteria penilian juga sangat kompleks mulai dari kemampuan berbicara didepan suatu forum dengan membawakan hasil karya tulis ilmiah yang dapat menggambarkan potensi daya analisis calon mawapres.Bidang akademik juga menjadi penilian utama mawapres. IPK peserta dan finalis rata-rata juga relatif diatas 3.00.dari segi kegiatan ekstra kurikuler kampus juga tidak luput dari scoring dewan juri apalagi ditambah kemampuan Bahasa Inggris yang harus cukup baik.
Rasanya sudah cukup komplit bagi menggambaran seorang mahasiswa yang ideal. EQ, SQ dan IQ mereka sangat baik tetapi mungkin ada lebih baik sebab ada juga kelemahan dalam hal penyeleksian mawapres yaitu IPK minimal 3.00 bagaimana jika ada mahasiswa yang berpotensi tetapi pada kisaran IPK normal yaitu antara 2.75 hingga 3.00? Di balik itu semua pernahkah kita sadari peran mereka setelah menjadi "the winners"?
Pertanyaan tersebut layaknya patut menjadi salah satu poin yang harus ditanyakan para dewan juri dalam hal penilian. Komitmen moral mawapres terpilih bahkan para finalis yang berasal dari mawapres institut untuk mampu mengangkat nama ITS dalam skala Indonesia perlu dipertanyakan.Tapi sepertinya soal itu masih terlalu muluk-muluk, lebih baik jika kita lihat bagaimana kualitas mahasiswa ITS itu sendiri,mampukah sebagai seorang finalis mawapres untuk menjadi contoh serta pioner ? Pioner dalam hal ini yaitu mampu mengajak teman-temannya bersama-sama untuk membangun suatu pribadi mahasiswa ITS yang unggul dibidang akademik, daya analisis sosial dan ilmiah yang bagus.
Jiwa enterpreneur yang kurang juga patut dipertanyakan dalam penilian, apa indikasi peniliannya juga harus jelas. Jangan seperti pemilihan Cak dan Ning Sby yang setiap tahun ya itu-itu saja.Cak dan Ningnya kurang mampu melakukan analisis sosial terhadap apa yang berkembang terlebih penawaran solusi dan menjadi contoh pemuda Surabaya. Peran Cak dan Ning sebatas hadir dalam kontes serupa terlebih pemulusan jalan menjadi model. Kalau hanya seperti itu lebih baik dana yang dikeluarkan begitu besar untuk beasiswa bagi beberapa siswa SMU Surabaya yang berprestasi Internasional ataupun renovasi sebuah gedung SDN.
Ektrem mungkin tulisan ini, tapi perlu juga direnungkan. Kiprah Mawapres yang susah payah dipilih hanya tenggelam sesudah "kontes" serupa di tingkat Nasional. Contoh riil seorang mahasiswi Statistika yang mawapres beberapa tahun lalu dikirim ke Jepang sebagai pertukaran pelajar. Pulang dari sana apakah ilmu yang dia peroleh akan dia tularkan teman-temannya?
Bagaimana nama ITS sendiri apakah terangkat ? Kontras jika ada seorang mahasiswa ITS yang berhasil membuat suatu prototipe telepon umum uang kertas meskipun tak sempurna sampai saat ini, dia berhasil melambungkan nama ITS dengan temuannya itu. Untuk Enterpreteneur ada tim dari ITS yang membuat jarum ganda pada mesin jahit dan rencananya ada konsorsium yang akan mengembangkannya.
Dua contoh riil peran mahasiswa ITS yang bukan mawapres. apakah jika anda finalis dalam mawapres akan bangga dalam sesaat itu. Posisikan diri anda tidak istimewaseperti kata Prof.Andi Hakim N.(alm) bahwa setiap orang memiliki keistimewaan dan ukuran kualitasnya bukan gelar tetapi yang terpenting yaitu "sense of belonging" terhadap segala hal termasuk masalah ilmiah dan sosial. Gelar dan juara hanya bersifat kuantitas, kelemahan kuantitas itu, selalu tidak mutlak, ada yang lebih istimewa dari anda atau saya, mungkin.
Bagaimanapun kewajiban bagi mawapres mahasiswa ITS, Dosen dan birokrasi diperlukan guna membangun ITS. Sumbangan pemikiran mawapres terhadap masalah khususnya di ITS sangat diperlukan. BEM sebagai lembaga mahasiswa secara formal di kampus juga perlu pemikiran mawapres ITS.
Selamat kepada pemenang dan finalis jangan kecewa pada hasil itu dan terus berjuang bagi masa depan negeri ini dan anda sendiri.
Baitus Luckman Hakim
Journalist ITS Online dan Ka.Biro Pengembangan Teknologi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi