ITS News

Rabu, 13 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

TDL 2001 yang ekonomis, adil dan wajar

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pengaruh krisis moneter yang masih melanda Indonesia mengakibatkan hancurnya sendi perekonomian nasional. Hal itu berdampak pada membengkaknya utang Indonesia kepada luar negeri.

Ditambah kondisi politik yang memanas membuat nilai rupiah makin terpuruk. Sehingga pemerintah terpaksa melakukan revisi APBN 2001 untuk mengurangi defsisit anggaran dengan konsekuensi yang diambil oleh pemerintah; menetapkan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) sebesar 30 persen, kenaikan PPN sebesar 2,5 persen, dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 20 persen.

Menyikapi hal itu, 21 Mei 2001 Fakultas Teknologi Industri – ITS bekerjasama dengan Energy Studies and Assessment Center (ESAC) mengadakan seminar nasional dengan topik Tarif Dasar Listrik 2001 yang Ekonomis , adil dan wajar. Pembicara seminar yang bertempat di Shangri La ini adalah ; Ir. Budi Hardjanto (Dirut PLN), Dr. Ir. Luluk Sumiarso,MSc (Dirjen listrik dan Pemanfaatan Energi), Dr. Ir. Irwan Prayitno (ketua Komisi VI DPR RI), Kresnayana Yahya, MSc Pakar (Statistik-ITS), Asmoro (Yayasan Konsumen Surabaya), Sudarmaji (Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia), dan Ir. Syariffudin Mahmudsyah, M.Eng (dosen Teknik Elektro ITS).

Seminar yang dihadiri kurang lebih 240 undangan dari kalangan akademisi, industri, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Diharapkan dapat memberikan masukan baik bagi pemerintah maupun masyarakat mengenai TDL 200 . "Seminar ini merupakan forum komunikasi antara pemerintah dan masyarakat," ujar ketua panitia Setiawan, dosen Teknik Mesin ITS. Disamping itu, moment ini juga sebagai media sosialisasi.

Ir. Syariffudin Mahmudsyah,M.Eng. banyak memberikan analisa baik dari dampak sosial ekonomi berupa inflasi secara nasional sampai penggolongan kosumen pelanggan PLN yang terbagi menjadi 17 golongan dengan tarif yang berbeda-beda. Upaya ini ditempuh sesuai dengan tujuan kelistrikan nasional, yaitu untuk mnyediakan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, mutu dan keandalan yang tinggi serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Namun menurut Ketua ESAC ini pengurangan subsidi ini belum mencerminkan harga listrik yang adil, wajar, dan ekonomis.

Session berikutnya dilanjutkan presentasi dari API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia), Encity, dan YKS (Yayasan Konsumen Surabaya). (roma/sal)

Berita Terkait