Pameran yang diselenggarakan dalam rangka dies natalis ITS ke-42 ini menghadirkan seluruh kalangan industri kecil menengah di Jatim. Namun karena ada acara yang serupa di Singapura, beberapa dari kalangan industri tersebut tidak bisa hadir hingga sedikit sekali stand mengisi pameran ini. Hal ini ditegaskan oleh koordinator lapangan pameran Agus, "Kebetulan di Singapura ada acara yang sama seperti ini, jadi yang datang hanya sedikit."
Beberapa diantara stand yang mengisi pameran seperti, industri handicraft untuk souvenir pernikahan, industri tas dan sepatu dari Tanggulangin, MEDCO, Balitbang Jatim, dan stand dari jurusan ITS . Hadir pula industri kecil binaan PT PLN dan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat.
Diakhir menjelang penutupan pameran ada satu stand yang menggerai tas rajut dari bahan alam dan industri jamu. Dan di sebelah stand ini tampak dua wanita yang asyik merajut tanpa memperdulikan mereka yang lewat. Duduk di atas tikar dan tangan mereka tampak cekatan merajut bahan rajut alami dari daun pocok. Tampak sekali kesederhanaan dan kepolosan di wajah mereka.
Menurut penjelasan dari ibu Diana dan ibu Wulan, koordinator stand UKM tersebut, ketika ditanya bagaimana dua wanita perajut tersebut sampai berada di sini? Ibu Diana menuturkan, bahwa dirinya dan beberapa orang temannya tergerak untuk menolong pengungsi dari daerah Sambas tersebut. Mendengar pengungsi Sambas itu harus pulang kembali ke kampung halamannya, ibu Diana dan ibu Wulan yang kebetulan ada di tempat mengajak beberapa orang temannya berpikir apa kira-kira yang bisa mereka lakukan untuk pengungsi Sambas tersebut.
Pada awalnya mereka mengajak beberapa teman dari tim medis di Universitas Airlangga untuk diajak serta ke Madura. Tepatnya di desa Kelbung, kecamatan Sepuluh, kabupaten Bangkalan.Di tempat pengungsian ini kondisi mereka sangat memprihatinkan, mereka seperti orang buangan karena kembalinya mereka ke Madura tidak diterima warga daerah tersebut."Kasihan mereka tidak diterima lagi di Madura karena mereka dianggap bersalah atas peristiwa di Sambas beberapa waktu lalu,"tutur ibu Wulan.
Mereka semua tidak mempunyai pekerjaan. Kemudian ibu Diana mengajak temannya yang bisa merajut untuk mengajarkan pada mereka bagaimana merajut tas dari daun Pocok. Mulanya diajarkan pada dua orang saja kemudian setelah dua orang tadi bisa mereka mengajarkannya pada temannya. Setelah itu mereka dibagi dalam kelompok-kelompok di mana satu kelompok terdiri dari 10 orang. Sekarang sudah ada 10 kelompok dan akan bertambah dua kelompok. Untuk bahan dasarnya yakni daun pocok kebetulan ada di daerah tersebut dan pengolahannya di kerjakan oleh pekerja laiki-laki. Mulai dari proses pengeringan sampai pelintingan daun tersebut hinga menjadi benang daun yang panjang. Dari benang tersebut akan dirajut menjadi tas oleh pekerja wanita.
Dari setiap tas yang dihasilkan mereka akan menerima upah. Karena ibu Diana dan teman-temannya bukan dari orang biasa bisnis mereka sering bingung berapa harga yang pantas untuk tas tersebut mereka jual ke konsumen. Apalagi ketika calon pembeli menawarnya. Mereka sangat membutuhkan orang yang mengerti bisnis untuk memasarkan produk ini. Selain itu mereka juga butuh orang yang meililki ide-ide segar kira-kira apa yang bias di buat dari bahan ini." Kami sangat mebutuhkan tenaga yang mau memasarkan dan mendesain produk ini,"papar ibu Diana.
Untuk saat ini mereka baru bisa membuat berbagai jenis tas, tatakan gelas dan piring, dan pembungkus toples kue. Namun ada satu Kendala dimana di daerah pengungsi tersebut rumah mereka belum ada aliran listrik. Karena untuk menempelkan benang daun pada tutup toples membutuhkan perekat yang menggunakan tenaga listrik. Kendala yang lain untuk mencoba ide yang baru harus memberi contoh jadi pada mereka karena mereka tidak bisa membayangkan dengan kata-kata saja.
Ibu Diana dan kawan-kawan membutuhkan sekali bagi mereka yang mau membantu para pengungsi ini. "Kami sama sekali tidak mencari keuntungan. Semuanya karena rasa kemanusian semata yang membuat kami mampu melakukan hal ini,"jelasnya.Karena mereka tidak mencari keuntungan tersebut, dana yang mereka peroleh dari teman-teman yang bersedia membantu. Selain itu mereka juga melaporkan penggunaan dana itu. Untuk itu mereka minta pemerintah mau memperhatikan masalah ini terutama pemasangan listrik di daerah pengungsi ini. Ibu Diana dkk siap menerima uluran tangan siapapun yang tergerak hatinya untuk menolonng para pengungsi Sambas.
Mereka sangat membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi keluarga mereka. Apakah anda orangnya yang bersedia menjadi relawan untuk mereka?(sal/rom)
Kampus ITS, ITS News — Tak henti-hentinya, tim riset Nogogeni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mencetak prestasi dalam ajang
Kampus ITS, ITS News — Menjawab tantangan perkembangan teknologi komunikasi masa kini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menghadirkan Program Studi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi