Dalam setahun terakhir, ada sebuah kegairahan baru yang muncul di kalangan mahasiswa ITS, yaitu belajar berwira usaha. Fenomena ini dapat dilihat dari makin aktifnya mereka di kegiatan intra kampus, semacam Workshop Enterpreneur & Technology (WE&T) dan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) ‘Dr. Angka’ ITS.
Usaha ke arah wirausaha sebenarnya sudah semenjak dulu diajarkan di dunia kampus. Terbukti dengan masuknya mata kuliah kewirausahaan di beberapa jurusan. Meski demikian, mental mahasiswa ITS harus diakui lebih senang bekerja pada perusahaan bonafit ketimbang membangun sebuah usaha baru. Adanya perbedaan derajat sosial di mata masyarakat Indonesia antara seorang wirausahawan kecil dengan seorang pegawai kantoran menyebabkan para lulusan ITS lebih senang menggantungkan perut mereka pada perusahaan besar dan multinasional. "Banyak orang tua ingin anaknya menjadi pegawai kantoran ataupun pegawai negeri setelah lulus," kata Umam, pengurus WE&T. Menurutnya, perlu komitmen kuat dari mahasiswa untuk menembus tradisi lama.
WE&T dengan program kerjanya selama setahun terakhir berusaha keras menanamkan ‘ideologi’ kewirausahaannya pada mahasiswa ITS. Programnya tidak istimewa, sekedar memberikan pelatihan maupun pengetahuan yang bersifat ringan dan murah. Coffee Afternoon nama program unggulan itu. Keberhasilan menggaet sponsor Kopi Kapal Api membuat program yang hanya berjalan 5 kali meraih sukses. Setiap kali Coffee Afternoon diselenggarakan pesertanya membludak Kunci suksesnya ada pada metode, hanya dengan Rp. 4.000,- peserta sudah mendapatkan ilmu wirausaha sepanjang tiga jam dan kopi gratis yang notabene adalah pesan sponsor. Pembicaranya pun sukarela. "Kami sadar minat mereka rendah, nggak mungkin mereka mau bayar mahal untuk ilmu kewirausahaan, " jelas Tikno, ketua WE&T.
Kalau WE&T unggul dalam hal pembelajaran teoritis, maka KOPMA unggul dalam hal praktek di lapangan. Organisasi yang dikelola mahasiswa memiliki aset kotor ratusan juta rupiah berupa enam unit usaha. Mulai dari bursa kebutuhan, kantin, wartel sampai jasa fotokopi. Simak saja kantin pusat ITS, setiap hari ramai diprediksi omzetnya mencapai lima juta rupah per hari. Belum lagi bursa, KOPMA memiliki semacam ‘hak lisan’ untuk menjual segala cindera mata kampus. Jaket, kaos, stiker, alat tulis, sampai surat kabar ada di sana. Ruang yang terletak di lantai dua student centre ini berusaha sebaik mungkin memberikan layanan kepada pembeli yang sekaligus adalah anggota. Semakin aktif mereka pada unit KOPMA semakin besarlah keuntungan mereka saat pembagian SHU.
"Saya optimis budaya wirausaha akan maju kalau mereka yang pasif berhasil kami ajak ikut di sini," jelas Novian, salah satu pengurus. Ungkapan Novian ini tidaklah berlebihan, kunci utama kedua organisasi tadi ada pada minat mahasiswa. Kalau mereka bisa ditarik minatnya, maka kreativitasnya pun akan tumbuh seiring waktu. Memang selain memberikan bekal ilmu, perguruan tinggi seharusnya memberikan bekal kewirausahaan. Agar, jangan terus bergantung pada dunia kerja. Kenapa tidak menciptakan ?! (ryo/li)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi