Berbagai topik tentang teknologi informasi dan komunikasi dikupas dalam Information and Communication Technology Seminar (ICTS 2005) yang diselenggarakan di Graha Sepuluh Nopember ITS, Kamis (11/8) kemarin. Salah satu pembicara yang dihadirkan adalah I Wayan Bambang Wicaksana. Pakar open source sekaligus marketing manager di Rimba Linux ini secara lugas mengulas sisi kelam pemakaian software bajakan dan memaparkan perlunya peralihan ke software open source.
Memakai software bajakan memang sekilas tampak seperti suatu solusi yang praktis, selain murah software bajakan juga banyak tersedia. Namun disadari atau tidak hal ini merupakan pembodohan pada masyarakat, yang menjadi kecanduan terhadap produk bajakan. Pada saat peraturan tentang HaKI mulai diberlakukan, para pengguna software bajakan harus beralih pada produk legal atau mendapat hukuman. “Akhirnya banyak devisa yang harus kita keluarkan hanya untuk membeli software legal,” terang alumni Universitaet GH Paderborn Jerman ini.
Solusi untuk software yang sebagian besar memang produk luar negeri ini menurut Wayan adalah software open source. Perangkat lunak atau software secara umum memang bisa digolongkan menjadi software closed source yang source code-nya hanya bisa diketahui oleh para pengembangnya, dan software open source, yang source code bisa diakses dan dimodifikasi oleh publik. Biasanya software closed source ini bersifat komersil dan hak ciptanya dipegang oleh perusahaan tertentu. Sebaliknya software open source bebas didistribusikan dan digunakan dengan gratis oleh masyarakat.
Sebenarnya Indonesia memiliki kualitas sumberdaya manusia yang memadai untuk mengembangkan software sendiri namun sayangnya komitmen mereka dalam pengembangan software open source kurang. “Mereka lebih suka bekerja dengan perusahaan software besar seperti Microsoft,” ungkap anggota tim Pandu (www.pandu.org) ini. Hal ini sangat disayangkan Wayan karena seharusnya mereka bisa memberi sumbangsihnya pada negeri ini dengan software karya mereka.
Dengan menggunakan software open source diharapkan ketergantungan Indonesia terhadap software buatan luar negeri akhirnya akan berkurang, yang digambarkan oleh Wayan sebagai sebuah kemerdekaan.
Beberapa waktu lalu sempat dikabarkan akan ada kerja sama antara Microsoft dan pemerintah Indonesia dimana Microsoft hanya akan menarik biaya US$1 per komputer yang dipakai pemerintah yang memakai operaing system (OS) dari Microsoft. Sekilas program ini tampak menguntungkan bagi pemerintah Indonesia, mengingat biaya normal untuk OS Windows XP misalnya, sekitar US$ 80. Namun hal ini ditanggapi sinis oleh Wayan. “Setelah saya hitung dari jumlah instansi pemerintah dan komputer yang dipakai, maka pemerintah harus mengeluarkan devisa sebesar Rp 7-10 trilliun untuk sistem operasi saja. Belum termasuk untuk aplikasi perkantoran seperti Word, dan sebagainya,” jelas pria kelahiran Sukabumi , 27 Maret 1964 ini.
Wayan sempat memperlihatkan salah satu software open source yang ia pakai, yaitu sistem operasi Linux dengan label XPde. “Tampilannya sangat mirip dengan Windows XP. Atasan saya setelah enam bulan baru menyadari kalau ini Linux,” jelasnya sambil tertawa.
Salah satu fakta menarik yang diungkapkan oleh Wayan adalah tentang fatwa MUI tentang HaKI. Beberapa waktu Majlis Ulama Indonesia memang telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan pemakaian software bajakan. Seruan moral MUI ini seharusnya diperhatikan oleh mereka yang masih menggunakan software bajakan. “Sayangnya banyak yang tidak membaca fatwa MUI tentang HaKI ini, yang dibaca cuma fatwa tentang Ahmadiyah saja,” ungkapnya sambil tersenyum.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki apa yang disebut IGOS (Indonesia Goes Open Source). Dengan program ini diharapkan kebutuhan perangkat lunak Indonesia sudah bisa dipenuhi sebagian besar dengan program yang bersifat open source pada tahun 2010 nanti. Proyek ini sudah menggandeng perguruan tinggi, salah satunya adalah ITS. “Sayang program ini tidak jalan, yang ada malah hanya jalan-jalan,” terangnya sambil kembali melempar lelucon pada para peseta seminar.
Salah satu keuntungan dari software open source ini adalah cepatnya suatu software mencapai kondisi mature. Kondisi ini ditandai dengan tidak adanya bug serta software tersebut sudah stabil dalam menjalankan fungsinya. Begitu ada bug pada program komunitas open source biasanya akan segera menanggapi. ‘Karena itu melaporkan bug pada software open source yang kita pakai juga penting dalam pengembangan software open source,” jelas Wayan.(rif/rin)
Surabaya, ITS News – Kenyamanan dan fungsionalitas menjadi aspek utama dalam desain bangunan yang ramah lingkungan, tak terkecuali bagi
Kampus ITS, Opini — Kontribusi ibu di dalam tumbuh kembang anak merupakan aspek yang krusial, terutama bagi mahasiswa baru
Kampus ITS, ITS News — Menyokong antisipasi terjadinya bencana serta terus berupaya mengedukasi masyarakat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui
Kampus ITS, ITS News — Transisi menuju energi terbarukan menjadi fokus utama demi lingkungan yang berkelanjutan. Mendukung hal tersebut,