ITS News

Senin, 30 September 2024
12 November 2005, 15:11

Dari Jepang, Para Alumni ITS Sumbangkan Pemikiran di Lustrum 9 (1)

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Meski disibukkan dengan beragam rutinitas, para alumni ITS yang berada di Jepang masih memiliki ikatan emosional yang cukup tinggi dengan mantan kampus mereka. Ini bukan hanya berlaku bagi para alumni yang mengabadikan diri ke kampus sebagai tenaga pengajar yang kini sedang tugas belajar di berbagai kota di Jepang. Tapi, juga mereka yang memilih berkarier di luar kampus setelah lulus dari ITS.

Seperti yang dialami Arif Wibowo, misalnya. Di sela kesibukannya sebagai General Manager Garuda Indonesia Japan-Korea, Arif masih menyempatkan diri mengikuti perkembangan mantan kampus tercintanya. Tak heran, Arif yang jebolan Teknik Mesin Angkatan 1985 langsung antusias ketika membicarakan seputar lustrum ke-9 ITS kali ini.

“Ya, lumayanlah saya sering mengunjungi homepage ITS. Jadi sedikit banyak tahu perkembangan ITS. Termasuk lustrum kali ini,“ ungkap Arif.

Diakui Arif, di usianya yang ke-45 tahun, ITS sudah banyak berubah. “Tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Seperti contoh tersedianya homepage yang mudah diakses seperti ini. Kita-kita jadi tahu perkembangan yang terjadi di ITS,“ lanjut Arif sedikit membandingkan saat masih menjadi penghuni ITS 20 tahun silam. Ketika masih “berjuang“ (istilah Arif untuk melukiskan 4 tahun menimba ilmu di ITS periode 1985-1989), sangat terbatas menikmati kemajuan teknologi.

Kini, Arif merasa tak kesulitan untuk tetap menjalin komunikasi dengan para alumni yang lain dengan rajin mengunjungi website ITS maupun mailing-list para alumni teknik mesin.

Arif menambahkan, dengan posisinya yang kini sebagai orang luar, dia melihat ITS tak kalah dengan perguruan-perguruan tinggi di tanah air. “Saya kira ITS tak hanya yang terbaik di Indonesia Timur. Sudah cukup bagus,“ pujinya.

Hanya saja, lanjut Arif, ITS dan para lulusannya jangan berpuas diri dulu. Dalam pandangan pria yang juga aktif di organisasi kemahasiswaan semasa di ITS dulu itu, bagaimanapun sumber daya manusia para penghuni ITS juga harus ditingkatkan. Hal ini tak terlepas dari harapan Arif agar para jebolan ITS kian menguasai aset industri di Indonesia. “Maksudnya, para lulusan ITS nantinya harus mampu masuk di segala industri“ cetus Arif.

Tentu, sambung Arif, mereka tidak hanya berbekal basic science selama menimba ilmu di ITS. Demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Arif berharap, para lulusan ITS nantinya juga tak segan untuk menimba ilmu di bidang lain. “Bagaimanapun saya lihat saat ini leadership and entrepreneurship knowledge sangat dibutuhkan untuk menguasai dunia industri. Dengan hanya mengandalkan basic science saya rasa itu tidak cukup,“ paparnya.

Tak heran, pria asal Purwokerto, Jawa Tengah, itu juga melengkapi pengetahuan yang didapatnya dari ITS dengan gelar master di bidang Management Air Transportation.

Karier Arif sendiri cukup cemerlang. Tugas pertama di Jepang dilakoni di Fukuoka pada awal 2002. Yakni sebagai General Manager Branch Office Fukuoka. Sebelum akhirnya Oktober 2004 Arif pindah ke ibu kota, Tokyo, sebagai General Manager Branch Office untuk Jepang-Korea.

Kendati tak memiliki kenangan yang paling dalam, Arif mengaku cukup bangga sebagai lulusan ITS. “Bagi saya, kenangan terindah adalah saat berjuang bersama teman-teman untuk menjadi yang terbaik,“ imbuh Arif. Baginya, nama besar ITS akan tetap terjaga dengan prestasi-prestasi yang ditelorkan para alumni. “Siapa yang akan mengangkat kejayaan ITS jika bukan alumninya sendiri,“tegasnya.

Senada dengan Arif, kebanggaan akan ITS juga terpancar dari Indah Trisnawati. Indah yang baru bergabung edisi 1999 sebagai tenaga pengajar di program Biologi-MIPA ITS, juga bangga dengan kemajuan kampusnya. “Di lustrum yang ke-9 kali ini semoga ITS tambah maju,“ ungkapnya.

Di usianya yang kian bertambah, Indah juga berharap ITS tidak akan berubah jalur menjadi universitas yang commercial oriented semata-mata status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang bakalan disandangnya. "Saya harap tak seperti itu (commercial oriented). Karena bagaimanapun itu akan memberatkan mahasiswa,“ imbuh Indah yang kini tengah menempuh program S-3 tahun pertama di Kanazawa University itu. Pernyataan Indah tersebut bukan tanpa dasar. Jauh sebelum melanjutkan studi ke Jepang, Indah sempat mengenyam pendidikan di salah satu universitas di tanah air yang statusnya sudah berubah menjadi BHMN. “Beratnya minta ampun bagi mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya mendapatkan hak untuk mengunakan fasilitas di kampus harus dikenai ongkos sewa ketika melakukan kegiatan riset di lab,“ paparnya.

Indah menambahkan, seiring pengalaman menimba ilmu di Jepang, banyak sekali hal yang nantinya bisa diterapkan di ITS. Salah satunya adalah hubungan kampus dengan masyarakat luar. “Sesuai dengan bidang saya tentang lingkungan, saya sangat berharap ITS mengikuti jejak universitas-universitas di sini yang cukup sering beraktivitas dengan masyarakat luar.“

Indah mencontohkan bagaimana di kampusnya saat ini sering diadakan kegiatan open campus dengan mempersilakan masyarakat luar masuk ke kampus. “Membuat masyarakat sekitar juga merasa memiliki kampus kita,“ pungkasnya.(bersambung)

Meski disibukkan dengan beragam rutinitas, para alumni ITS yang berada di Jepang masih memiliki ikatan emosional yang cukup tinggi dengan mantan kampus mereka. Ini bukan hanya berlaku bagi para alumni yang mengabadikan diri ke kampus sebagai tenaga pengajar yang kini sedang tugas belajar di berbagai kota di Jepang. Tapi, juga mereka yang memilih berkarier di luar kampus setelah lulus dari ITS.

Seperti yang dialami Arif Wibowo, misalnya. Di sela kesibukannya sebagai General Manager Garuda Indonesia Japan-Korea, Arif masih menyempatkan diri mengikuti perkembangan mantan kampus tercintanya. Tak heran, Arif yang jebolan Teknik Mesin Angkatan 1985 langsung antusias ketika membicarakan seputar lustrum ke-9 ITS kali ini.

“Ya, lumayanlah saya sering mengunjungi homepage ITS. Jadi sedikit banyak tahu perkembangan ITS. Termasuk lustrum kali ini,“ ungkap Arif.

Diakui Arif, di usianya yang ke-45 tahun, ITS sudah banyak berubah. “Tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Seperti contoh tersedianya homepage yang mudah diakses seperti ini. Kita-kita jadi tahu perkembangan yang terjadi di ITS,“ lanjut Arif sedikit membandingkan saat masih menjadi penghuni ITS 20 tahun silam. Ketika masih “berjuang“ (istilah Arif untuk melukiskan 4 tahun menimba ilmu di ITS periode 1985-1989), sangat terbatas menikmati kemajuan teknologi.

Kini, Arif merasa tak kesulitan untuk tetap menjalin komunikasi dengan para alumni yang lain dengan rajin mengunjungi website ITS maupun mailing-list para alumni teknik mesin.

Arif menambahkan, dengan posisinya yang kini sebagai orang luar, dia melihat ITS tak kalah dengan perguruan-perguruan tinggi di tanah air. “Saya kira ITS tak hanya yang terbaik di Indonesia Timur. Sudah cukup bagus,“ pujinya.

Hanya saja, lanjut Arif, ITS dan para lulusannya jangan berpuas diri dulu. Dalam pandangan pria yang juga aktif di organisasi kemahasiswaan semasa di ITS dulu itu, bagaimanapun sumber daya manusia para penghuni ITS juga harus ditingkatkan. Hal ini tak terlepas dari harapan Arif agar para jebolan ITS kian menguasai aset industri di Indonesia. “Maksudnya, para lulusan ITS nantinya harus mampu masuk di segala industri“ cetus Arif.

Tentu, sambung Arif, mereka tidak hanya berbekal basic science selama menimba ilmu di ITS. Demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Arif berharap, para lulusan ITS nantinya juga tak segan untuk menimba ilmu di bidang lain. “Bagaimanapun saya lihat saat ini leadership and entrepreneurship knowledge sangat dibutuhkan untuk menguasai dunia industri. Dengan hanya mengandalkan basic science saya rasa itu tidak cukup,“ paparnya.

Tak heran, pria asal Purwokerto, Jawa Tengah, itu juga melengkapi pengetahuan yang didapatnya dari ITS dengan gelar master di bidang Management Air Transportation.

Karier Arif sendiri cukup cemerlang. Tugas pertama di Jepang dilakoni di Fukuoka pada awal 2002. Yakni sebagai General Manager Branch Office Fukuoka. Sebelum akhirnya Oktober 2004 Arif pindah ke ibu kota, Tokyo, sebagai General Manager Branch Office untuk Jepang-Korea.

Kendati tak memiliki kenangan yang paling dalam, Arif mengaku cukup bangga sebagai lulusan ITS. “Bagi saya, kenangan terindah adalah saat berjuang bersama teman-teman untuk menjadi yang terbaik,“ imbuh Arif. Baginya, nama besar ITS akan tetap terjaga dengan prestasi-prestasi yang ditelorkan para alumni. “Siapa yang akan mengangkat kejayaan ITS jika bukan alumninya sendiri,“tegasnya.

Senada dengan Arif, kebanggaan akan ITS juga terpancar dari Indah Trisnawati. Indah yang baru bergabung edisi 1999 sebagai tenaga pengajar di program Biologi-MIPA ITS, juga bangga dengan kemajuan kampusnya. “Di lustrum yang ke-9 kali ini semoga ITS tambah maju,“ ungkapnya.

Di usianya yang kian bertambah, Indah juga berharap ITS tidak akan berubah jalur menjadi universitas yang commercial oriented semata-mata status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang bakalan disandangnya. "Saya harap tak seperti itu (commercial oriented). Karena bagaimanapun itu akan memberatkan mahasiswa,“ imbuh Indah yang kini tengah menempuh program S-3 tahun pertama di Kanazawa University itu. Pernyataan Indah tersebut bukan tanpa dasar. Jauh sebelum melanjutkan studi ke Jepang, Indah sempat mengenyam pendidikan di salah satu universitas di tanah air yang statusnya sudah berubah menjadi BHMN. “Beratnya minta ampun bagi mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya mendapatkan hak untuk mengunakan fasilitas di kampus harus dikenai ongkos sewa ketika melakukan kegiatan riset di lab,“ paparnya.

Indah menambahkan, seiring pengalaman menimba ilmu di Jepang, banyak sekali hal yang nantinya bisa diterapkan di ITS. Salah satunya adalah hubungan kampus dengan masyarakat luar. “Sesuai dengan bidang saya tentang lingkungan, saya sangat berharap ITS mengikuti jejak universitas-universitas di sini yang cukup sering beraktivitas dengan masyarakat luar.“

Indah mencontohkan bagaimana di kampusnya saat ini sering diadakan kegiatan open campus dengan mempersilakan masyarakat luar masuk ke kampus. “Membuat masyarakat sekitar juga merasa memiliki kampus kita,“ pungkasnya.(bersambung)

Berita Terkait