Tentang Indonesia
Mendiskusikan Indonesia, akan menyibak gelontoran berita tanpa henti, tentang kekerasan, politik, bencana-bencana dan kerusuhan berdarah yang sambung menyambung di berbagai penjuru tanah air, yang bisa membuat tubuh dan inderanya berubah ganjil.
Meneropong Indonesia, akan mengingatkan tentang negeri yang dibangun dari darah dan keringat para wong cilik, kaum melarat, pribumi yang bodoh karena pembodohan oleh bangsa timur yang bermata sipit, dan oleh kaum bule berbau mentega. Dahsyat! Selama tiga ratus lima puluh tahun.
Soal penjajahan, akan mengingatkan perjuangan heroik dengan bambu yang diruncingkan, semangat yang berkobar, dan senjata sedikit modern di zamannya. Dan akhirnya dengan berikhtiarkan qiyamul lail yang tak pernah putus, panglima yang gagah dengan (hanya) berparu-paru sebelah mampu membuat kocar-kacir musuh dengan strategi gerilyanya. Dengan teriakan Allahu Akbar, arek-arek Suroboyo membuat para bule itu dipermalukan di depan sejarah, diusir. Dan sampailah pada waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
Lalu apakah sudah merdeka? Ternyata bangsa yang sudah “merdeka” selama 60 tahun, namun tak peduli bagaimana menghemat cadangan energi, tak tahu bagaimana membuang sampah, ringan tangan membakar hutan, dan mem-WC-kan sungai kota mereka.
Miris, dimana negara hukum yang sama sekali tidak menghormati hukum. Para penegak hukum yang menjilat hukum, institusi kampium hukum yang mencoreng moreng keadilan. Lantas siapakah yang pantas menghukum?
Runtuh kokohnya suatu bangsa adalah terletak bagaimana kondisi pemudanya. Lalu bagaimana sebuah bangsa bisa membangun peradaban jika laki-lakinya memakai ranti anjing dan menyobek lutut jeans-nya? Sedangkan “gadis-gadis”nya membuka seluas mungkin jengkal demi jengkal kehormatan yang seharusnya mereka tutup? Jangankan membangun peradaban, bangsa, atau impian-impian besar tentang entitas, membangunkan diri mereka sendiri dari selokan karena alkohol saja sulit.
Maka sungguh ganjil ketika membicarakan Indonesia. Begitu ganjil ketika orang-orang memejamkan mata, ia melihat Indonesia seperti kapal mewah Titanic yang menabrak gunung es, dan segera tenggelam ke dalam lautan sejarah. Dengan telinga terkatup, ia mungkin mendengar kecamuk suara-suara: suara panik di dek bawah yang berusaha menutup kebocoran kapal, riuh rendah perdebatan di ruang kendali untuk mengganti nahkoda, dan gema di ruang tengah dari orang-orang yang memamerkan kekayaannya yang menggunung dengan selera artistik dan intelektualnya yang lumayan parah!
Tentang Palestina
Membincangkan Palestina berarti akan memvisualisasikan konflik yang terus berkepanjangan. Konflik di Timur Tengah yang tidak bisa dipungkiri bahwa ia termasuk perang sengit di abad ini. Perang dalam arti segalanya. Perang opini, perang pemikiran, perang intelejen, perang ideologi, dan perang senjata. Serta yang lebih penting, ia adalah perang suci atas nama Tuhan dan agama yang berfondasikan kemerdekaan atas hak-hak yang terebut.
Berbicara tentang Palestina akan memutar kembali sejarah tentang perjuangan para nabi dan para panglima perang Islam yang perkasa. Mulai dari Ibrahim sampai Muhammad. Dari Umar bin Khattab hingga Sholahuddin Al Ayubi. Dan jika diteruskan, perputaran sejarah akan melesatkan ingatan para penduduk bumi tentang berita keberanian Yahya Ayyash “Sang insinyur” hingga Muhammad Ad Durra dan teman-temannya. Yang dengan tubuh kecilnya, menghadang buldoser dan tank bermesiu dengan gagah hanya bersenjatakan pecahan-pecahan batu.
Mengkaji Palestina, sekali lagi, menuntut manusia untuk membuka sejarah peradaban. Ketika Ibrahim, Sulaiman, Muhammad, Umar r.a., dan Sholahuddin memasuki negeri ini hanya dengan satu tujuan; tak lain dan tak bukan adalah futuhat. Futuhat yang bermakna pembebasan. Ya, pembebasan manusia dari kesyirikan dan ketidakteraturan masyarakat yang dahsyat pada waktu itu. Ketika kiblat yang dibangun Ibrahim telah dijadikan arena pemujaan tuhan-tuhan mitos selain Allah. Ketika tatanan kehidupan manusia di masa bangsa Yahudi, kaum Musa, menjadi bangsa pemalas, penjilat, pragmatis sehingga patutlah disebut bangsa kera (QS.Al Baqoroh:65)
Membela Palestina adalah sebuah kewajiban bagi seluruh manusia yang telah mengirkarkan syahadat. Karena Palestina sampai saat ini masih terjajah oleh kepentingan zionis Israel. Gerakan Zionisme yang menghendaki berdirinya “kerajan Israel raya” telah menyebabkan penderitaan bagi bangsa Palestina. Kemerdekaan mereka dipasumg. Hak hidup mereka dicengkeram, tidak hanya oleh Israel tapi juga Amerika, Inggris, dan sekutunya. Maka sungguh tidak adil jika bangsa Palestina harus berjuang sendirian menuntut kemerdekaan. Seperti yang telah dicita-citakan Haji Amin Al Husaini di penghujung tahun 1948 tentang Negara Palestina merdeka di Jalur Gaza.
Palestina adalah icon bagi muslim sedunia, karena di sisnilah terletak kiblat pertama. Dan di sini pula sejarah telah mencatat tempat “transit” Nabi Muhammad sebelum naik ke Sidrotul Muntaha; Isra’ Mi’raj, perjalanan yang tidak rasional bagi kaum materialis dan positivistik.
Menarik Horizon
Palestina ada di belahan bumi lain dan Indonesia ada di pelupuk mata. Yang jika ditarik horizon di atas peta keberlangsungan hidup bangsa akan ditemukan sebuah kesimpulan: sama-sama terjajah!. Palestina terjajah hak-hak kemerdekaan atas teritori tanahnya akibat ide kanibal mbah-nya Zionisme; Theodore Herltz. Dan Indonesia dijajah oleh kebudayaan, musik, makanan sampah (junk food), dan film. Yang dengan istilah dalam buku Megatrend 2000, John Neisbitt dan Patricia Aberdon menyebutnya 3F: Fun, Food, Film.
Ada hal yang menggelitkku tentang semangat membela Palestina oleh kaum muda progresiv Indonesia, yaitu mereka terkadang melupakan Indonesia. Dalam setiap slogan-slogan dan poster-poster kerenya (apakah itu berupa stiker, kaos, atau pin) selalu terpampang semangat juang Save Palestine!. Dan permasalahannya, terkadang mereka lupa bahwa Indonesia juga memerlukan slogan Save Indonesia!
Indonesia tidak kalah “koma” dengan Palestina. Negeri ini di ambang kehancuran karena perilaku para komporador-nya (penjual negara). Perilaku degradasi moral sudah melampaui ambang batas. Tidak hanya itu, Indonesia adalah negeri kaya yang tengah menjadi bulan-bulanan negeri adi daya untuk mengeruk isinya. Karena posisinya yang strategis di perlintasan perdagangan dunia maka tangan-tangan gatal Neo Imperialisme sudah tidak dapat dibendung untuk menjamahnya.
Pasti ada yang bertanya: “bukankah kewajiban seluruh umat Islam untuk membela kemerdekaan Palestina?”. Betul, namun jangan lupa bahwa Dr. Yusuf Qorodhowi pernah menulis buku tentang prediksi kebangkitan umat Islam yang dimulai dari Indonesia. Kebangkitan itu tak lain karena beberapa tokoh Indonesia pernah bersinggungan dengan para intelektual dan pejuang yang berasal dari Mesir. Selain itu, Indonesia telah mendukung berdirinya Negara Palestina Merdeka sebagai hutang budi pengakuan Timur Tengah atas kemerdekaan Idonesia. Keterlibatan yang lain, Mohmmad Natsir adalah termasuk orang yang mengambil peran membantu pendirian Liga Moslem yang digagas Said Ramadhan, putra Imam Hasan Al Banna, di masa pengasingannya di Jenewa, Swiss.
Maka tidak heran jika ternyata Indonesia termasuk yang dijadikan target operasi Barat dalam pemberangusan gerakan Islam setelah Arab Saudi dan Mesir. Karena begitu progresivnya gerakan Islam ini melakukan perubahan-perubahan di tataran sosial, ekonomi, dan politik di tengah-tengah kepongahan rezim di Indonesia. Hingga akhirnya judi SDSB bisa runtuh, Indonesia “diputihkan” dengan jilbab lebar mulai dari kampus hingga gang sempit, dan melengserkan ke prabon eyang kakung Soeharto beserta rezim dan rojimnya.
Selanjutnya mari kita dengar, betapa banyak dalam seminar-seminar, simposium, talk show dan lain sebagainya para intelektual dan pakar membedah permasalahan Indonesia. Tapi dari sekian banyak pidato-pidato tersebut, berapa kalimat yang mengalir tentang kebanggan mereka ber-Indonesia? Yang lebih marak adalah hujatan-hujatan dan kalimat menghinakan bangsa mereka sendiri, tanah air dimana darah mereka tertumph pertama kali sewaktu dilahirkan, dan ikrar inferior: “Malu Aku Jadi Orang Indonesia (MAJOI)” dari lisan Khairil Anwar sehingga ia di penjara di masanya.
Begitulah. Semangat, empati, dan simpati atas bangsa Palestina harus disejajarkan dengan perjuangan untuk menyelamatkan Indonesia. Karena siapa lagi yang akan berkata dengan lantang: “Bangga Aku Menjadi Orang Indonesia” kalau bukan manusia-manusia yang saat ini mendiami Indonesia. Bukan bangsa Indonesia yang seharusnya dihujat dan dibenci, tapi perilaku manusia-manusia tak beriman yang kebetulan tinggal, berdomisili, dan mengambil rizki Tuhan dari tanah air Indonesia lalu berbuat kerusakan dan aniaya cacian itu lebih tepat ditujukan.
Jika bangsa Palestina saat ini sedang melempar bongkahan batu untuk memerangi dan mengusir penjajah Zionis, maka bangsa Indonesia harus melempar gagasan, ide , intelektualitas, dan keberanian untuk menindak para koruptor, penjual negara, dan penjajah “Pak Dhe-isme”.
Semoga tulisan ini hadir bisa sebagai kritik konstruktif atas simpati Palestina selama ini. Sehingga simpati itu tidak hanya berupa luapan emosi dan kemarahan atas terjajahnya Palestina selama ini. Namun simpati dan pembelaan itu berdasarkan tindakan riil atas pemikiran. Pemikiran dan tindakan yang berwujud tentunya, yaitu bagaimana memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan prestasi, ide, dan supremasi moral. Menjadi mahasiswa yang bermanfaat bagi kampus dan masyarakat, barangkali itu yang lebih riil.
Hal ini sebenarnya segaris dengan apa yang telah dilakukan Yahudi sendiri yang bangkit dari ketertindasannya selama 2000 tahun. Agama dengan pemeluk 15.050.000 (dalam Atlas the Wolrd Religion) bisa berhasil bangkit dengan menggunakan strategi, mengandalkan otak dan ilmu pengetahuan.
Kutulis risalah sederhana ini untuk agamaku yang tinggi, Palestina yang suci, dan bangsaku, Indonesia, yang aku cintai. Bebas dan Merdeka untuk Indonesia dan Palestina!
Referensi
Adian Husaini. Teladan Mahathir Menghadapi Yahudi dalam HENDAK KEMANA (ISLAM) INDONESIA?. Jakarta: Media Wacana, 2004
Buletin Info palestina edisi 3 tahun IV November 2005
Nirwan Ahmad Narsuka.Tentang Bangsa dan Indonesia dalam Demokrasi, Kekerasan, Disintegrasi; Merangsang Pemikiran Ulang Keindonesiaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001
Rahmat Abdullah.Guru Kehidupan, Surat dari Penjara dalam Pilar-Pilar Asasi. Jakarta: Tarbawi Press:2005
Tariq Ramadhan.Menjadi Modern Bersama Islam. Jakarta: Teraju, 2003
– Agis Firdaus
Penulis Kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Teknik Sistem Perkapalan pada tahun 2002. Saat ini penulis sedang menjabat Ketua Umum KAMMI komisariat Sepuluh Nopember 2005-2006 setelah sebelumnya menjabat sebagai ketua divisi Wacana Publik dan ketua departemen Kajian Strategis di lembaga yang sama. Selain di KAMMI, saat ini penulis juga aktif dalam Lembaga Swadaya Mahasiswa Front Studi Strategis (FOSTRA) ITS. Ranah sospol kampus digeluti penulis semenjak tahun 2003 dengan bergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai staf departemen Sosial Politik.
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi