Jumat (13/1), hari terakhir bagi orang-orang terpilih, juga bangsa Indonesia untuk melempar Jumroh, monumen syaithon yang dulu mengganggu Ibrohim dan Ismail. Ketiga tembok tersebut menggambarkan keberhasilan Kholilullah melepaskan diri dari godaannya yang terkutuk.
Sebuah pertanyaan besar, berhasilkah, atau sejauh mana kita sudah mengikuti pelajaran yang sangat tua ini? Sebelum tiap diri ini menjawab, harus dipahami bahwa manusia dan segala hal yang membuat was-was hati bisa termasuk syaithon (QS Annas 114:5-6)
Prestasi nabiyullah Ibrohim sangat berkaitan dengan yang dipersiapkannya. Dia menginvestasikan diri dan anaknya untuk menjadi nabi Allah. Sehingga anaknya begitu menurut ketika ayahnya bilang kalau tugas ini (berqurban), adalah sang Pencipta yang menyuruh. Saling percaya tumbuh di antara keduanya.
Persiapan berlanjut untuk keluarga. Ia menyerahkan seluruh keluarganya pada Allah ketika meninggalkan mereka di lembah yang kering (Q.S Ibrohim 14:37). Dia memohon padaNya agar Ismail dan Siti Hajar mendirikan sholat dan diberikan buah-buahan. Nikmat ini menjadikan istri Kholilullah tunduk jika nama “Allah” disebutkan. Nabi Ibrohim juga berdoa agar negara, lembah tempat dia meninggalkan Siti Hajar dan Islamil, agar menjadi aman, dan supaya seluruh penghuninya yang beriman diberi rizki berupa buah-buahan.
Sebuah modal besar bagi pemimpin manusia ini untuk menang dengan negara yang bisa memakmurkan dan menghidupkan keluarganya (penghuni) dengan baik, sehingga keluarga itu menghasilkan keturunan yang berkualitas.
Tidak ada dari keluarganya, diri Ismail dan Siti Hajar yang menjadi syaithon, atau melemahkan Ibrohim untuk tidak melakukan perintahNya. Sang iblis akhirnya berjuang sendirian walaupun akhirnya dia gagal. Ibrohim sukses membuktikan kepatuhannya pada Allah. Sebuah pelajaran bagi siapa saja yang ingin sukses, yaitu investasi di segala aspek dan menghancurkan seluruh pengganggu.
Bagaimana dengan rakyat Indonesia? Berhasilkah menghancurkan seluruh pengganggunya, sebagaimana Ibrohim menghancurkan semua syaithon dalam diri, keturunan, dan lembahnya? Sudahkah menginvestasikan negara, anak, dan keluarga demi hal yang mulia sebagaimana keluarga dan negaranya Ibrohim?
Bahkan orang Indonesia masih mencelakan dan menyakiti saudara mereka sendiri. Di terminal bis misalnya, seolah-olah tiap orang musuh bagi yang lainnya. Pencurian dan penipuan adalah hal biasa. Untuk hal ini kita berinvestasi ketidakpercayaan dan permusuhan antar bangsa indonesia.
Bukan hanya hubungan sosial, kita juga merusak alam, keturunan, dan tubuh sendiri. Pedagang memberi sesama saudaranya makanan yang beracun, bangkai, dan lainnya. Padahal sama-sama tinggal dan lahir di Indonesia, tapi tega meracuninya. Jelas saja muncul penerus bangsa yang lemah, karena makanannya tidak layak.
Pelajaran SD dan pemahaman umum tidak diaktualisasikan. Kita sudah paham fungsi hutan dan tidak boleh buang sampah sembarangan. Tapi, mau buang sampah di tempatnya saja, saudara yang lain mendukung buang sembarangan. Sama juga dengan penebang hutan, seakan lupa dengan bencana yang guru SD ajarkan.
Sudah pernah naik kereta api (KA)? Bagaimana sampah dibuang darinya? Konsepnya tiap stasiun adalah penampung sampah. Itu masih mendingan, ada kalanya perusahaan milik bangsa ini membuang kotoran sembarangan di lembah terpencil di mana rel melewatinya. Juga terjadi di tiap jalan dimana kendaraan membuang sampahnya. Tidak ada rasa bersalah, atau malu dengan kehadiran saudara kita yang sudah lebih lama mengenal dan cinta terhadap kota atau desa yang dilewati. Bertambahlah kotor dan sakit negri yang indah ini.
Investasi Nabi Ibrohim untuk diri, anak, keluarga, tempat tinggal, dan seluruh ummat beriman adalah investasi yang baik. Sebaliknya, Kita berinvestasi hal yang buruk untuk diri, keturunan, kerabat, saudara, dan negara. Saling menanam kebencian dan tidak saling percaya, serta mengotori dan merusak anak bangsa juga alam.
Secara langsung kita menjadikan manusia sebagai syaithon itu sendiri. Bahkan alam Indonesia bisa termasuk, karena membuat was-was hati manusia. Akhirnya, semua menjadi pengganggu. Bagaimana kita bisa menang?
Fahmi Machda
Mahasiswa PWK ITS
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi