ITS News

Minggu, 29 September 2024
15 Maret 2006, 18:03

BEM ITS Tolak Rencana Kenaikan TDL

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menyikapi rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL), BEM ITS mengadakan Seminar Energi Nasional bertema “Haruskah Tarif Dasar Listrik Naik?” Rabu (15/3) kemarin di Gedung Rektorat ITS. Dalam acara yang dihadiri oleh Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Dr Ir Yogo Pratomo ini, BEM mengeluarkan sikap untuk tetap menolak rencana pemerintah untuk menaikkan TDL. Alasannya, masyarakat akan makin menderita oleh tekanan biaya hidup akibat kenaikan harga bahan bakar minyak lima bulan silam.

Disampaikan dalam pernyataan sikap itu, BEM ITS merasa bahwa kenaikan TDL akan berdampak buruk bagi keberlangsungan ekonomi nasional. “Meski kenaikan untuk listrik rumah tangga diperkirakan di bawah 10 persen, tetap saja masyarakat akan merasakan efek domino atau multiplier effect jika listrik untuk industri dinaikkan secara gila-gilaan,” bunyi pernyataan sikap itu. BEM ITS juga menyatakan bahwa meski defisit APBN bisa ditekan, hal itu jelas kontraproduktif dengan jalur strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan SBY-JK.

BEM ITS mengusulkan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindarkan kenaikan TDL, seperti misalnya optimasi penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk menggantikan BBM yang harganya jauh lebih mahal. Dari data yang berhasil dihimpun, penggunaan sumber energi oleh PLN menunjukkan kenaikan yang signifikan pada konsumsi BBM dari tahun ke tahun, sementara untuk konsumsi BBG justru terus berkurang dalam lima tahun terakhir. “Seharusnya pemerintah merevisi kebijakan terhadap penggunaan BBG untuk lebih mengutamakan kebutuhan dalam negeri daripada ekspor ke luar negeri. Selain itu, perlu dilakukan langkah-langkah efisiensi dalam pengelolaan internal PLN serta pemberantasan korupsi secara tuntas,” bunyi pernyataan sikap itu.

Isyaratkan Menerima

Sementara itu Dr Ir Yogo Pratomo, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral memberi isyarat akan menerima sepenuhnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap PLN, meskipun ada selisih Rp 4,9 triliun antara Biaya Pokok Penggunaan (BPP) Listrik hitungan PLN dan BPK.

DPR memang mengharuskan PLN diaudit terlebih dulu BPP listriknya sebelum kenaikan TDL diajukan ke legislatif. Hasilnya, berdasar hitungan BPK, BPP Listrik PLN hanya Rp 93,2 triliun. Padahal hitungan PLN mencapai Rp 98,1 triliun yang artinya selisih Rp 4,9 triliun. Menurut Yoga, perbedaan penghitungan PLN dan BPK tersebut karena asumsi pertumbuhan listrik yang digunakan PLN dan BPK berbeda. “Asumsi yang digunakan BPK lebih rendah karena menggunakan rencana kerja pertumbuhan (RKP) listrik Desember 2004,” katanya menjelaskan.

Sehubungan dengan rencana kenaikan ini Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi menyatakan PLN akan menggunakan patokan audit dari BPK dalam menghitung prosentase kenaikan TDL. ”Besarannya, antara 0 % hingga 10 %. Semuanya tergantung DPR apakah subsidi sebesar Rp 10,2 triliun itu dipenuhi atau tidak. Jika dipenuhi Rp10,2 triliun artinya tak ada kenaikan TDL,” katanya.

Sebagaimana diketahui, PLN mendesak kenaikan TDL 10 % untuk menutup defisit Rp10,2 triliun. Defisit itu merupakan selisih asumsi pendapatan PLN yang mencapai Rp 66,9 trilun dengan BPP Listrik hasil audit BPK yang mencapai Rp 93,2 triliun. Defisit tersebut ditutup dengan APBN 2005 sebesar Rp 15 triliun ditambah dana cadangan Rp 2 triliun, yang artinya masih ada sisa defisit Rp 10,2 triliun.

Meski demikian, Yoga tidak mengungkap pasti kapan kenaikan TDL diberlakukan karena saat ini masih dilakukan pembicaraan dengan DPR. “Saya tidak bisa pastikan kapan proses ini berakhir,” katanya. (Humas/rif)

Berita Terkait