Nampaknya Pemira 2006 ini merupakan Pemira yang paling menarik untuk disimak. Bagaimana tidak, mulai dari kinerja KPU ITS yang dipertanyakan, kampanye calon presiden BEM yang patut untuk dicermati, hingga aksi rusuh yang mewarnai penghitungan suara. Kejadian-kejadian ini tentu saja bukan tanpa sebab, juga ekses yang dirasakan akibat kejadian tersebut mungkin akan bertahan lama.
Kinerja KPU pada Pemira kali ini dinilai sangat lamban. Bagaimana tidak, publikasi yang baru disebar setelah orasi kampanye memasuki tahap akhir cukup membuat kecewa di kalangan mahasiswa. Belum lagi permasalahan sponsorship dari pihak swasta yang cukup mendapat sorotan. Dikhawatirkan disini KPU akan kehilangan objektifitasnya sebagai pelaksana acara akbar yang mempertaruhkan demokrasi mahasiswa ini. Kantor KPU yang untouchable mungkin juga menjadi salah satu penyebab anggota KPU tidak melihat permasalahan secara membumi.
Di pihak lain, semarak kampanye juga tidak dirasakan. Kampanye yang seharusnya digunakan untuk memeparkan visi dan misi kandidat malah terlihat kabur dengan bertebarannya sampah visual di setiap sudut. Ratusan poster, spanduk, dan alat propaganda lainnya juga nampak tak menarik simpati dari calon konstituen yang ingin diraih. Menarik untuk dicermati adalah, dari mana sebenarnya para calon presiden BEM ini mendapatkan kucuran dana untuk berkampanye.
Seperti yang kita ketahui, bahwa Pemira juga merupakan ajang pertarungan para underbow partai-partai tertentu. Maka kepentingan pung bersaling silang menjalari suksesi pemilihan presiden BEM ini. Desas-desus mengatakan bahwa salah satu calon mendapat kucuran dana dari salah satu partai besar di Indonesia. Gosip lain juga terdengar bahwa salah satu calon mendapatkan kucuran dana dari alumni dan jurusan mungkin terdengar seperti sebuah nasionalisme jurusan.
Klimaksnya terjadi pada tanggal 10.00 malam, dimana seluruh kepentingan memuncak. Malam itu, drama kekuasaan benar-benar dijalankan, tidak peduli hitam-putih, yang ada hanyalah massa yang tidak terkendali. Terbukti, satuan SKK yang turun juga tidak dapat berbuat banyak. Di depan mata kotak suara diombang-ambingkan, surat-surat suara sudah tidak dapat menemukan suaranya. Sisanya hanyalah kekacauan. Tidak terpikir sebelumnya bahwa hal ini dialakukan oleh mahasiswa yang bermartabat. Demokrasi yang beberapa tahun yang lalu menjadi sakti di mulut-mulut mahasiswa saat ini hanya menjadi bulan-bulanan di sol-sol sepatu dekil.
Tidak berhenti sampai disitu, esoknya di berbagai gedung jurusan telah disebar propaganda yang saling memojokkan antara pihak yang berkepentingan. Saling menuding mungkin merupakan cara yang paling ampuh dalam psy-war ini. Tentu saja, selebaran artikel yang ditulis secara apriori ini menimbulkan banyak tanya di kalangan mahasiswa: apakah sudah sebegitu dekilnya demokrasi kita?
Ayos Purwoaji
Mahasiswa Desain Produk ITS
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi