ITS News

Jumat, 15 November 2024
30 Mei 2006, 15:05

Sampah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mungkin pemberitaan terakhir yang ramai dibicarakan adalah berkenaan dengan menumpuknya sampah di kota Bandung akibat pengelolaan sampah yang sangat buruk. Divisualisasikan di banyak liputan berita bahwa sampah sudah sebegitu parahnya menggunung di pinggiran jalan, di depan gang kampung. Timbunan sampah ini tentu saja menyebarkan bau busuk yang sangat. Bau ini yang mengundang lalat-lalat untuk makan siang bersama. Sampah-sampah ini juga menghasilkan belatung-belatung yang tetap putih dan tetap berlendir. Air lindi yang dihasilkan pun berdampak sangat buruk bagi kesehatan, air lindi ini berbau sangat busuk dan cemari tanah.

Di sisi lain, manusia seakan tak terganggu keberadaannya. Tampak di sebuah pemberitaan, masih tetap ada warung yang buka di seberang timbunan sampah dengan aromanya yang menyeruak. Pemulung pun tetap bekerja seperti biasa dan tetap senang. Tidak ada yang berubah, tidak ada yang tergerak, tidak ada yang melirik. Bapak tetap bekerja, ibu tetap masak, dan anak-anak tetap pergi ke sekolah. Hingga instruksi Presiden itu turun. Pemkot kelabakan, dinas kebersihan kebakaran jenggot, kepala desa segera rapat, dan ketua RT membuat pengumuman untuk kerja bakti. Semua kelabakan, segera, dan instant!

Mungkin, sampah menjadi gambaran paling ideal tentang manusia, tentang Indonesia. Gambaran mengenai keserakahan, kemalasan, kebekuan hati, dan kelabakan. Ya, sampah begitu jelas memberikan pesannya. Pesan kepada semua orang bahwa manusia memang tidak pernah benar-benar bersih, tetap saja kotor, bau, dan berlendir tentu.

Masyarakat kita yang digambarkan oleh sampah adalah masyarakat yang apatis, masyarakat yang bahkan tidak tergerak walaupun banyak sampah (yang merugikan) di sekitarnya. Sampah yang membuat Negara ini rugi milyaran dolar setiap tahunnya, sampah yang membuat generasi muda mengabaikan nilai, sampah menjejali kita dengan iklan dan konsumerisme di tiap menitnya, sampah yang kita jadikan makanan pokok pengganti beras. Sampah yang mengotori jasad, sampah yang mengotori hati kita. Sampah yang menutup kesadaran kita sebagai manusia.

Perspektif berbeda membuat orang-orang tertentu berpikir lain mengenai sampah. Sampah, bagi sebagian orang merupakan emas yang terserak. Sebut saja Komar, mahasiswa ITS ini rajin sekali mengumpulkan limbah kertas, plastik, dan kardus di kamar kostnya. Sampah yang dikumpulkannnya ini banyak ditemukannya di lorong-lorong jurusan jalan dia pulang ke kost. Bagi dia, sampah menjanjikan penghasilan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Beberapa bulan sekali, saat sampah di kamarnya sudah membukit, Komar mulai membawanya ke penadah yang telah dikenalnya. Hasilnya? Tidak begitu banyak, hanya saja pola pikir eko-ekonomis itulah yang membuatnya menjadi emas diantara sampah yang hanya bisa belajar-belanja-hidup tenang. Pola pikir inilah yang menjadikan Komar satu diantara sedikit orang yang berwawasan holistik.

Sampah telah mengajari kita tentang banyak hal. Tentang kesungguhan, tentang kebenaran, tentang kebersihan, dan tentang kesahajaan. Sebelum mengakhiri tulisan ini izinkan saya mengutip perkataan Komar. “Aku cuman pengen mengelola sampah, mencoba berpikir lain tentang sampah, dan mungkin yang aku lakuin cuman langkah kecil untuk menjaga dunia biar tetep hijau,” Ya, mungkin benar kata Komar tetapi mungkin juga agen Scully benar dengan perkataannya yang terkenal dalam film The X-Files, “The truth is out there!”, ya kebenaran selalu saja berada di luar. Di luar timbunan sampah tentunya.

Ayos Purwoaji
Mahasiswa Despro ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Sampah