ITS News

Sabtu, 28 September 2024
15 Agustus 2006, 17:08

Berkait Lumpur Lapindo, DPR Usulkan Revolusi Tata Ruang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Demikian disampaikan Wahyudin dalam acara Diskusi Ilmiah Bencana Luapan Lumpur Lapindo yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS, Selasa (15/8) siang. ”Saatnya dipikirkan untuk melakukan revolusi tata ruang di sekitar kawasan luapan lumpur. Ini mengingat hingga saat ini upaya untuk menghentikan musibah itu belum berjalan optimal,” katanya.

Menurut Anggota Komisi VII dari Partai Keadilan Sejahtera ini, jika sepenuhnya diserahkan kepada Lapindo upaya penyelesaian itu tidak akan berjalan maksimal, karena itu yang harus bertanggungjawab seharusnya bukan hanya Lapindo tapi juga pemerintah dalam hal ini Dirjen Migas dan BP Migas. ”Jangan sengsarakan rakyat di sana terlalu lama. Karena persoalnnya sebenarnya bukan hanya pada wilayah yang terkena lumpur, tapi juga wilayah di selatan Jatim yang akibat itu terkesan terisolasi. Mengingat beroperasinya Lapindo di sana juga atas izin Dirjen Migas dan BP Migas, maka mereka juga harus bertanggungjawab. Mungkin dalam penyediaan dana memang Lapindo, tapi dalam hal teknis BP Migas harus ikut memikirkannya,” katanya.

Wahyudin memandang apa yang dilakukan Lapindo saat ini belum optimal, karena langkah-langkahnya selalu memikirkan jangka pendek. ”Seharusnya dibuat skenario terburuk, sehingga bisa menghitung berapa besar pertambahan lumpur yang seharusnya akan ditangani,” katanya.

Ditanya bentuk konkret revolusi tata ruang yang dimaksudnya, Wahyudin menjelaskan, bagaimana memanfaatkan dan menjadikan bencana sebagai peluang yang dapat digunakan untuk kepentingan membangun kawasan pesisir pantai yang selama ini terkena abrasi. ”Bagaimana memanfaatkan lumpur-lumpur di sana dipisahkan sedemikian rupa untuk kepentingan penataan ruang pesisir, dari lumpur padat, sedang airnya yang sekitar 70 persen setelah dianalisis bisa dioptimalkan dan dimanfaatkan bagi kepentingan industri kimia dasar, mengingat ada banyak unsur yodiumnya,” katanya.

Ditempat terpisah, sumber lain menyebutkan, rencana Lapindo untuk menutup sumber luapan lumpur panas dengan sistem re-entry atau relief well  tidak mudah untuk segera direalisasi, mengingat dibutuhkan pompa dengan daya besar dan lumpur berat berkapasitas minimal sama dengan lumpur yang dikeluarkan sekitar 50 ribu meter kubik.

”Rasanya sulit memang untuk segera menghentikan atau menutup sumber luapan lumpur, mengingat dibutuhkan pompa dengan daya sangat besar, dan di Indonesia kalau pun semua pompa itu dikumpulkan jadi satu masih belum dapat mengatasi,” kata sumber yang berpengalaman dalam kegiatan diriling di salah satu perusahaan migas itu. Secara matematis, kata sumber itu, agak sulit untuk menghentikan luapan lumpur itu, dan karena itu memang yang harus dijalankan adalah bagaimana menyiapkan worst case scenario (skenario terburuk) yang harus dilakukan. (Humas/bch)

Berita Terkait