ITS News

Sabtu, 28 September 2024
29 Agustus 2006, 08:08

Kesadaran akan HKI Perlu Ditinggatkan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pentingnya HKI ini menurut Suprapto, untuk menghargai para penemu. Hal ini disebut dengan Valuation of Research and Creativity (VRaC). Dengan ini, peneliti bisa mendapat penghargaan dan hasil yang layak atas karyanya. Selain itu, juga akan memberi nilai tambah pada industri.

Meski dianggap sepele, ternyata paten atas suatu penemuan sangat penting. Suprapto mencontohkan penjepit kertas. "Kelihatannya sederhana tapi penemunya di luar negeri sudah kaya ini,” terang Suprapto.

Masih menurut Suprapto, ke depan memiliki hak paten akan sangat penting. "Jika kita tidak memiliki paten sendiri, maka kita akan memakai barang luar negeri yang dipatenkan dan harus membayar,” kata pria yang akan dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu Teknik Reaksi Kimia, besok.

Kondisi di Indonesia ini berbeda sekali dengan di luar negeri. Disana, dikatakan Suprapto, masyarakat sudah sangat paham dengan HKI. “Kita tidak bisa memakai karya orang lain sembarangan, sebab kita bisa dituntut bila tidak membayar,” ujar pria yang mendapat gelar doktor di Prancis ini.

Sedikitnya paten di Indonesia menurut pria yang termasuk jajaran staf ahli Gubernur Jatim ini, bukan karena kurangnya penelitian. Ketika berkeliling didaerah, tambahnya, sebenarnya banyak peneliti yang memiliki karya layak dipatenkan. Namun mereka tidak memiliki kesadaran untuk itu. "Yang paham teknologi banyak, tapi yang paham paten sedikit,” katanya.

Kurangnya kesadaran paten ini bukan hanya di kalangan peneliti tapi juga perusahaan.
Perusahaan biasanya membeli paten dalam bentuk paket. Tapi, ungkap Suprapto, biasanya perusahaaan akan mengembangkan dan memperbaiki sistem yang dipakai itu. Meski demikian perusahaan tersebut tidak mematenkan pengembangannya ini.

Sebaliknya pihak luar negeri yang mencatat perbaikannya dan mamatenkannya, kemudian menjual produk tersebut lagi. Padahal menurut Suprapto ini sangat potensial sekali untuk dipatenkan. Hal ini sering terjadi pada perusahaan besar. "Sekecil apapun karya itu bisa dipatenkan, asal ada yang baru,” terangnya.

Salah satu hal yang membuat orang enggan mengurus paten, setelah dipatenkan, kemudian akan ada orang yang membuat yang mirip dengan sedikit perubahan. "Itu pintar-pintarnya kita menentukan klaim,” ujar Suprapto berbagi tips.

Menurut Soeprapto ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain harus ada kebijakan pemerintah untuk mendorong kesadaran HKI. Misalnya, dalam melakukan penelitian di Indonesia harus ada arah. "Sebaiknya kita meneliti yang belum diteliti di negara lain, kemudian mematenkannya," ungkap anggota Senat FTI ini. Selain itu juga diperlukan adanya proteksi dan lembaga yang melindungi HAKI.

ITS sendiri menurut Suprapto cukup aktif dalam HKI ini. Salah satu buktinya, sejauh ini ITS juga telah mencatatkan 28 paten, jauh lebih banyak dari perguruan tinggi lainnya di Surabaya. ITS juga sudah mengawali dengan membentuk Sentra HKI untuk membantu penelitinya mengurus hak paten atas karya yang dihasilkan.(rif/asa)

Berita Terkait