ITS News

Minggu, 29 September 2024
03 Oktober 2006, 09:10

Ir V. Totok Noerwasito MT: Salah Jurusan Membawa Berkah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ditemui Senin (2/10) siang, menjelang digelarnya Seminar Nasional Pemanfaatan Lumpur Porong sebagai Bahan Bangunan yang dilakukan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (3/10) hari ini, Totok demikian dia biasa dipanggil   mengungkapkan, pengalamannya mengenai seluk beluk pembuatan bata dan bahan apa yang ideal digunakan, telah mengusik dirinya untuk mencoba memberikan alternatif pemanfaatan lumpur panas Lapindo yang volumenya begitu besar.

”Memang dengan jumlah volume yang sangat besar, rasanya memang tidak akan terserap jika hanya digunakan untuk membuat bata, paving block, dan genteng. Tapi kami paling tidak memberikan alternatif bagaimana jika lumpur itu dimanfaatkan. Hasil penelitian di laboratorium menujukkan kalau lumpur Lapindo itu bisa dibuat bahan bangunan seperti bata, paving block dan juga genteng,” katanya.

Diungkapkannya, ilmu yang ia peroleh dan gunakan dalam memperdalam pembuatan bata, tidak lain berawal dari ketidaktahuannya tentang Jurusan Teknik Material yang pernah ia ambil saat mendapatkan beasiswa di INSA Lyon, Perancis tahun 1987. ”Pada saat saya mengambil jurusan itu untuk mengambil program doktor, ternyata saya salah masuk. Tapi karena sudah berada di sana, meski saya keliru dan tidak bisa mengikuti perkuliahan, karena lebih banyak matematika dan fisikanya, maka saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan di sana. Dengan cara menguasai semua peralatan di laboratorium dan mengikuti berbagai macam kursus pembuatan batu bata di beberapa negara di Eropa saat itu,” katanya.

Meski Totok kemudian tidak berhasil meraih gelar doktor, katanya melanjutkan awal ia bergelut di bidang ”perbataan”, dia memahami benar material-material bangunan terutama pembuatan bata dengan metode tanpa pembakaran. ”Dari penguasaan itulah saya pun kini telah memiliki tiga paten berkait dengan pembuatan bata dengan metode tanpa pembakaran. Jadi setelah saya pikir-pikir salahnya saya dalam memilih jurusan telah membawa berkah,” katanya.

Kini berkah itu, katanya menjelaskan bertambah lagi, ketika muncul musibah lumpur panas Lapindo, dimana ada keinginan masyarakat untuk menjadikan lumpur itu sebagai alternatif bahan bangunan. ”Saya pun tertarik untuk mencoba melakukan beberapa penelitian di laboratorium. Memang jika dilihat sepintas, lumpur panas Lapindo itu tidak akan mudah untuk dibuat bata, karena ukurannya yang sangat-sangat halus. Belum lagi kandungan clay (lempung)-nya lebih dari 70 persen. Untuk menjadikan bata memang maksimum clay-nya hanya 40 persen, sehingga tidak masuk dalam persyaratan,” katanya.

Tapi, katanya menambahkan karena ada masyarakat yang bersuara miring dan mempertanyakan tidak akan bisa dibuat bata, Ayah tiga putra ini malah, tertantang untuk membuktikannya. ”Memang selama ini saya jika melihat lempung selalu berkeinginan untuk dibawa ke laboratorium, dan membuktikan apakah bisa dibuat bata atau tidak. Tapi sekarang saya lebih memikirkan hal-hal yang aplikatif dan cukup dengan menggunakan perasaan, ketika memegang lempung atau lumpur, apakah bisa dibuat bata atau tidak,” katanya.

Dalam kasus bahan dari lumpur panas Lapindo, dosen kelahiran Surabaya, 1 Desember 1955 ini, mencoba menggunakan perasaannya, untuk memastikan bisa atau tidak dibuat bata. ”Perasaan saya setelah memegang lumpur itu mengatakan ini bisa dibuat bata, maka saya pun berusaha untuk mewujudkannya,” kata suami dari Lintang Trenggonowati ini.

Hasilnya? Menurut Totok, dari hasil uji coba yang dilakukan dalam skala laboratorium, sangat mungkin lumpur Lapindo itu dimanfaatkan untuk bata dan paving block, karena sudah cukup kuat jika dibanding dengan kekuatan maksimal bahan seperti bata pada umumnya, dan itu berarti bisa didayagunakan.

“Memang ketika dilakukan uji coba dalam skala besar masih harus dilakukan perlakuan-perlakuan khusus dan pengawasan yang ketat dalam pembuatan. Tapi prinsipnya itu bisa dilakukan dan bisa dimanfaatkan. Besok (hari ini, Red) kami akan menunjukkan produk bata, paving block, dan genteng serta bangunan contoh pada Seminar Nasional Pemanfaatan Lumpur Porong sebagai Bahan Bangunan,” katanya.

Diungkapkan Totok, bata dan paving block yang telah dibuatnya itu memang tidak murni atau seratus persen lumpur Lapindo, tapi telah ditambah kapur dan semen dengan perbandingan prosentase lumpur 85 persen, kapur dan semen masing-masing berkisar antara 5-10 persen. ”Saya telah mencoba tidak menggunakan bahan lain, karena memang sejak awal terpikir bagaimana memaksimalkan dan mengoptimalkan pemanfaatan lumpur Lapindo sehingga tidak menimbulkan masalah,” katanya.

Dijelaskannya, meski ditambah dengan bahan semen dan kapur, tapi biayanya tetap lebih murah, karena memang tidak memerlukan proses pembakaran dalam pembuatannya, tidak seperti pada pembuatan bata umumnya. ”Mudah-mudahan langkah pertama ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana memanfaatkan lumpur Lapindo,” katanya. (Humas/asa)

Berita Terkait