”Memang keuntungan pengangkutan gas alam dengan pipa berkaitan dengan kemudahan proses teknis, dimana gas alam tidak perlu dicairkan terlebih dahulu, sehingga bisa langsung dialirkan dan di tempat tujuan langsung bisa didistribusikan tanpa perlu di regasifikasi seperti halnya LNG. Namun pola ini memiliki keterbatasan, hanya mengandalkan pasokan dari sumber gas alam di wilayah asal itu,” kata Prof Soegiono,
Kepala Pusat Studi LNG ITS, didampingi para anggotanya diantaranya Dr. Ketut Buda Artana, Dr. Tri Ahmadi, Ir. Soweify M.Eng, Ir. Firmanto Hadi, MSc, dan Ir. Saut Gurning, MSc, Senin (13/11) siang.
Dikatakannya, atas pertimbangan itu, makat proyek itu harus dihentikan. Akan lebih ekonomis bila menggunakan kapal sebagai alat pengangkut gas alam. Apalagi, selama ini belum pernah terjadi kecelakaan dalam pengangkutan gas alam dengan kapal.
”Penyaluran LNG harus mempertimbangkan kelangsungan pasokan, efisiensi pengangkutan, dan keamanan pengangkutan. Pada ketiga faktor itu, pengangkutan dengan kapal cenderung lebih ekonomis. Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi berapa cadangan gas di Bontang yang akan menjadi tempat pemasok LNG ke Jawa,” katanya.
Kalau cadangan itu habis, pipa tidak bisa digunakan lagi. Cara itu juga akan membuat pasokan tergantung pada satu lapangan penghasil LNG saja. Padahal, proyek itu membutuhkan investasi US$ 1,2 miliar .
Pusat Studi LNG menyarankan agar pemerintah membangun pelabuhan khusus LNG. Pelabuhan berkapasitas tiga juta ton LNG hanya membutuhkan investasi US$ 350 juta. Jika ingin membeli dua kapal berkapasitas 138.000 meter kubik dibutuhkan dana US$ 400 juta.
Total investasi pengangkutan dengan kapal hanya 750 juta dollar AS. Investasi itu bisa ditekan bila ingin menyewa kapal LNG yang sekarang sudah banyak beroperasi di Indonesia. ”Pembangunan pelabuhan akan membuat pasokan tidak tergantung dari satu sumber saja,” tutur mantan Rektor ITS ini.
Anggota Pusat Studi LNG ITS Firmanto menuturkan, hasil studi pihaknya menunjukkan investasi pengangkutan dengan pipa mencapai US$ 3,16 per MMBTU. Sedangkan, dengan kapal hanya membutuhkan US$ 1,56 per MMBTU. Pengangkutan dengan kapal sudah teruji aman karena sampai sekarang belum pernah ada data kecelakaan kapal pengangkut LNG.
Sebaliknya, penggunaan pipa di Indonesia sudah terbukti tidak efisien. Proyek transmisi gas dari Pulau Pagerungan ke Gresik sudah mulai kekurangan pasokan sebelum 10 tahun. Padahal, proyek itu dirancang memasok 600 MMSCFD selama 20 tahun.
Untuk kasus pipanisasi Kalimantan-Jawa, harus dipertimbangkan pula bahwa gas dari Bontang sudah dikontrak untuk dijual ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan hingga 2016. Bahkan, sampai saat ini Indonesia sudah beberapa kali terpaksa membeli gas dari luar negeri untuk memenuhi kontrak itu. Pasalnya, pasokan dari Bontang kurang. (Humas/rif)
Kampus ITS, ITS News — Capaian membanggakan kembali ditorehkan oleh wisudawan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Ia adalah Hendy Gilang
Kampus ITS, ITS News — Banyaknya persoalan sampah di Indonesia menimbulkan berbagai dilema masyarakat. Oleh karena itu, tim Kuliah
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus mendukung kemajuan teknologi dan pendidikan Indonesia. Kali ini,
Kampus ITS, ITS News — Tim riset kendaraan hemat energi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus melebarkan sayapnya di kanca