ITS News

Kamis, 14 November 2024
11 Desember 2006, 12:12

Lunturnya Budaya Bangsa

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pantas rasanya jika Jepang sekarang menjadi Negara yang maju dan cukup disegani di dunia. Dengan diberlakukannya prinsip Bushido, jepang mampu bangkit menjadi bangsa terhormat. Mereka mampu belajar dari pihak asing, mereka ambil semua yang bermanfaat tapi mereka tidak lupa siapa diri mereka sebenarnya. Mereka berani menerima budaya asing sebagai imbas dari masuknya sebuah teknologi barat tapi mereka mampu menyaring dan mempertahankan tradisi mereka,karena mereka tau itu sebagai suatu tradisi budaya bangsa yang justru dapat memajukan mereka.

Membicarakan budaya tak lepas dari kata seni, karena seni merupakan bagian penting yang tak dapat dipisahkan dari budaya. Dalam mengupas seni kita tidak dapat lepas dari pemuda, karena saat ini peran pemuda dalam dunia kesenian cukup besar. Saat ini, ditengah menghilangnya seniman senior, muncul seniman-seniman muda yang lebih mempunyai kreatifitas dalam mengembangkan seni mereka. Dan akhirnya jika berbicara pemuda tidak jauh dari sekolah atau kampus. Di kampuslah keseharian mereka, aktivitas mereka, dan tempat mereka untuk mengembangkan bakat mereka termasuk seni.

Sebenarnya saya kurang sependapat jika ada yang mengatakan kalau karya seni di kampus sudah mulai hilang, tenggelam oleh hal lain yang lebih digemari mahasiswa. Saat ini justru kampus merupakan tempat menyalurkan bakat seni para mahasiswanya melalui Unit Kegiataan Mahasiswa (UKM) yang ada di kampus tersebut. Bahkan di kampuslah sering diadakan acara-acara atau festival yang dapat menjadi penampung sekaligus penilai dari sebuah seni karya mahasiswa ataupun SMA. Dan biasanya hal seperti ini jumlah pesertanya cukup banyak.

Permasalahannya adalah kebanyakan seni yang diapresiasikan oleh pemuda (baca:mahasiswa,pelajar) merupakan seni yang berasal dari budaya asing. Sebagai contoh misalnya band, film , fotografi, sampai pembuatan game atau web designing. Di lain sisi terjadi perubahan status ke yang lebih tinggi karena seni budaya lama dianggap kuno. Semisal lebih digemarinya modern dance yang seiring dengan berkurangnya minat tarian tradisional. Merebaknya festival film indie ditengah langkanya pementasan lenong, ludruk atau ketoprak. Malah nasyid pun lebih memiliki tempat daripada kasidah atau marawis. Selain itu tema-tema ataupun isi dari sebuah pameran lukisan, seni rupa, teater dan lain sebagainya terkadang tidak menonjolkan jati diri bangsa kita. Jarang sekali tema-tema dalam suatu pegelaran karya seni itu menyangkut atau mengedepankan nilai-nilai bangsa.

Jadi, bukannya tidak ada karya seni di kampus, justru banyak tempat dimana kita dapat mencurahkan krativitas kita, karena seni merupakan hal yang luas sekali. Namun, seni yang seharusnya dapat menjadi icon bangsa kita saat ini telah luntur ditelan kemodernan. Tidak salah jika kita meniru atau mengambil unsur sebuah seni dari budaya lain. Yang perlu diigat kita harus bisa memilah dan menyaring agar sesuai dengan karakter bangsa kita.

Apalagi mahasiswa sebagai kaum cendekiawan yang kedudukannya cukup dihormati masyarakat dan disegani oleh golongan yang dia atas (baca: pemerintahan), maka sudah seharusnya mahasiswa dapat menjadi aktor dalam meninggikan martabat serta jati diri kita sebagai bangsa yang diakui keberadaannya.

Walupun hanya film, perkataan kaisar Jepang tadi cukup menggambarkan sikap bangsa tersebut. Dan kita dapat melihat seperti apa jepang saat ini. Kita pun dapat seperti mereka, pun hanya sekedar seni tetap saja itu budaya sebagai karakter bangsa. Oleh karena itu, ambillah seni budaya asing yang bermanfaat dan sesuai dengan jati diri kita dan kita tidak boleh melupakan budaya kita sendiri yang tetap harus terjaga.

Penulis: Emal Zain MTB, Mahasiswa Teknik Sipil 2005
 

 

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Lunturnya Budaya Bangsa