ITS News

Sabtu, 28 September 2024
29 Desember 2006, 08:12

Penduduk Miskin Sidoarjo Diprediksi meningkat

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Demikian diungkapkan Dra Agnes Tuti Rumiati M.Sc, Kepala UP3D (Unit Pengkajian Pengembangan Potensi Daerah) LPPM ITS, dalam seminar Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kesempatan Kerja dan Usaha dalam Rangka Mengatasi Kemiskinan di Jatim yang digelar Badan Pusat Statistika (BPS) dan ITS, Kamis (28/12) kemarin.

Dikatakannya, data tahun ini penduduk miskin di Sidoarjo mencapai 4,84 persen atau sebanyak 87.677 penduduk lebih baik dibanding dengan Surabaya yang mencapai angka 316.704 penduduk atau 11,7 persen. ”Rendahnya angka kemiskinan di Sidoarjo itu disebabkan karena partisipasi penduduk yang bergerak di bidang UKM. Tapi kini setelah terjadinya musibah Lusi, yang berpengaruh banyak pada pertumbuhan UKM, diperkirakan kemiskinan di Sidoarjo akan meningkat signifikan atau bahkan bisa lebih besar dari Surabaya saat ini,” katanya.

Bukan hanya itu, kasus Lusi juga diprediksi akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. ”Ini bisa dilihat dari akibat-akibat yang muncul pada musibah Lusi, mulai dari sektor transportasi, perekonomian dan lainnya,” katanya.

Diungkapkan Agnes, angka kemiskinan di Jatim tahun 2006 mengalami penurunan dari 22,51 persen pada tahun 2005 menjadi 19,89 persen dari tahun 2006. ”Penurunan ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, terhadap apa penyebab yang mempengaruhi penurunan angka kemiskinan, mengingat 14 variabel untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi rumah tangga, masih dapat diperdebatkan,” katanya.

Agnes menambahkan, ada banyak program pemerintah dalam kurun waktu 2005-2006 yang dilakukan untuk mengurangi angka kemiskinan. ”Kami ingin mengetahui lebih jelas lagi apakah program BLT, Raskin atau program lainnya yang mempengaruhi terhadap penurunan angka kemiskinan di Jatim itu,” ungkapnya.

Sedang terhadap variabel yang saat ini digunakan untuk menentukan tingkat kemiskinan, Agnes memberi masukkan bahwa tidak semua variabel itu kini bisa diterapkan, mengingat ada variabel seperti kondisi dinding rumah, lantai, dan lainnya tidak cocok untuk diterapkan. ”Di Surabaya ukuran rumah tangga berlantai tanah atau keramik, rasanya sudah tidak pas lagi ditanyakan, karena memang hampir semua lantai di Surabaya berkeramik. Sementara di daerah, kepemilikan rumah berlantai tanah dan berdinding bambu, juga tidak bisa dinyatakan miskin manakala mereka memiliki hewan peliharaan seperti kambing atau sapi,” terang Agnes.

Karena itulah, ke depan harus ada variabel lokal atau muatan lokal didalam mengukur tingkat kemiskinan seseorang, karena memang ada variabel-variabel yang digunakan saat ini sifatnya tidak operasional sepenuhnya.

Sementara itu, Kepala BPS Jatim, Djamal SE, M.Sc mengatakan, perkembangan dan perubahan cepat fenomena sosial-ekonomi dan lingkungan strategis menuntut pengayaan ragam statistik yang harus disediakan. ”Data statistik bukan saja berfungsi sebagai informasi, tapi juga mulai dipakai untuk klarifikasi dan konfirmasi, karena itu data statistik yang dikeluarkan BPS tidak hanya membuat kegembiraan dan optimisme baru, tapi juga dapat membuat kecemasan banyak pihak,” katanya. (Humas/jie)

Berita Terkait