ITS News

Sabtu, 28 September 2024
10 Januari 2007, 09:01

ITS Bentuk Tim Pengkaji Kecelakaan Kapal Laut

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Keenam dosen itu masing-masing, Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD, Ir Indrajaya Gerianto MSc, Ir Tri Achmadi PhD, Ir I K Arya Utama MSc PhD, Ir Triwilas MSc, dan Ir Saut Gurning MSc. Mereka berasal dari tiga jurusan FTK, yaitu Jurusan Teknik Perkapalan, Sistem Perkapalan, dan Teknik Kelautan. ”Keterlibatan ketiga jurusan itu karena memang persoalan keselamatan kapal laut tidak berdiri sendiri, tapi saling berkait satu dengan lainnya pada displin ilmu di jurusan itu. Itu sebabnya, tim pengkaji ini berasal dari pakar tiga jurusan itu,” kata Ir Eko Budi Djatmiko MSc, PhD selaku koordinator tim.

Diungkapkan Eko, tim yang dibentuk ini bekerja untuk melakukan berbagai kajian terhadap kecelakaan kapal yang hampir tiap tahun terjadi, terutama pada musim angin barat seperti saat ini. ”Momentumnya memang kecelakaan kapal akhir-akhir ini yang jaraknya relatif dekat sekali, seolah susul-menyusul. Kecelakaan yang menimpa K M Senopati yang telah menelan korban cukup banyak adalah sebagai salah satu contoh. Kami terpanggil untuk melakukan berbagai kajian itu,” paparnya.

Eko pun melanjutkan, pihaknya terpanggil untuk melakukan pengkajian karena berbagai komentar di media massa tidak menempatkan latar belakang dan dasar ilmu perkapalan dan kelautan dengan benar, sehingga seringkali malah menyesatkan. ”Kalau komentar yang tidak berdasar itu kemudian dijadikan sebagai pijakan untuk mengambil keputusan atau kebijakan, maka hasilnya akan keliru atau bahkan merugikan,” jelas doktor lulusan University of Glasgow, Inggris.

Misalnya, imbuh Eko, tentang larangan kapal untuk tidak beroperasi selama beberapa hari, karena diramal akan ada gelombang besar yang melanda kawasan perairan tertentu. Ini tidak sepenuhnya benar, lanjutnya, karena gelombang besar tidak muncul atau berlangsung secara kontinyu atau terus menerus. ”Tapi faktanya larangan itu telah diambil dan akibatnya harga kebutuhan pokok di luar Jawa yang memang mengandalkan pasokan dari Jawa, mengalami kenaikan yang luar biasa. Padahal secara keilmuan gelombang besar tidak pernah berlangsung kontinyu dan lama, juga seharusnya tidak semua kapal dilarang berlayar, karena ada kapal-kapal tertentu yang sudah didesain untuk bisa mengatasi gejala alam itu,” tandasnya.

Celakanya lagi, kata Eko menambahkan, larangan itu diambil hanya berdasarkan pada kecelakaan kapal yang terus-menerus, bukan pada kajian pada hasil pengukuran gelombang pada periode tertentu. ”Kita memang belum punya peta gelombang laut, karena memang belum pernah dilakukan pengukuran gelombang laut, sehingga yang diambil adalah bagaimana cara yang paling aman,” katanya.

Sementara itu, Ir Tri Achmadi Ph.D, mengatakan, ada banyak penyebab kecelakaan kapal laut bisa terjadi, mulai dari soal paling sederhana dan mudah, yakni tidak diindahkannya keharusan tiap kendaraan yang berada di atas kapal untuk di ikat (lashing) hingga persoalan pada penempatan barang yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan gaya lengan stabil. ”Jadi kita tidak bisa mengatakan penyebab kecelakaan sebuah kapal dengan pasti, tapi perlu dilakukan pengkajian. Nah tim ini akan mencoba melakukan itu. Tujuannya agar kecelakaan tidak terjadi lagi di kemudian hari atau paling tidak bisa diminimalisir,” tegasnya.

Doktor lulusan University of New Castle Upon Tyne Inggris ini menambahkan, jika kita mau perpegang pada aturan yang ada dan itu dijalankan dengan baik, maka berbagai macam kecelakaan terhadap moda transportasi dimana pun, baik di laut, udara maupun di darat, sesungguhnya bisa ditekan. ”Di kapal misalnya, ke depan sudah tidak perlu untuk ditawar-tawar lagi bahwa tiap kendaraan yang berada di atas kapal wajib untuk diikat atau di-lashing, termasuk kendaraan yang berada di atas kapal penyeberangan Surabaya-Kamal. Tapi sering kali kita mengabaikannya, dan yang lebih parah lagi, faktor keselamatan tidak dimasukkan ke dalam unsur pembiayaan, padahal safety itu ada ongkosnya,” komentar Tri.

Para anggota tim berharap apa yang akan dikaji oleh mereka bisa dijadikan sebagai masukan untuk kembali meninjau hal-hal yang berkait dengan faktor keselamatan yang mungkin selama ini diabaikan oleh operator, masyarakat tjuga pemerintah yang mengeluarkan peraturan. (humas/th@)

Berita Terkait