ITS News

Sabtu, 28 September 2024
12 Januari 2007, 12:01

Maman: Matematika Lemah Karena Tak Pelajari Filsafat

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Demikian diungkapkan Prof Dr Maman A Djauhari, guru besar dari ITB yang juga menjabat Presiden Masyarakat Muslim Matematika dan Statistika Asia Tenggara, dalam acara pembukaann Konferensi Matematika dan Statistika antara Indonesia-Malaysia. Acara ini digelar di Rektorat ITS, Kamis (11/1) siang. Konferensi yang kedua kalinya ini digelar selama dua hari, 11-12 Januari, dengan diikuti pakar matematika dan statistika dari Malaysia dan Indonesia. Sedikitnya ada 5 orang doktor dan profesor dari Malaysia menyampaikan hasil kajiannya.

Dikatakan Maman, karena tidak menyampaikan tentang filsafat matematika, maka ke depan Indonesia masih tetap sebagai bangsa yang hanya sebagai pengguna ilmu, bukan penemu ilmu. ”Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena memang pola pendidikan kita mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, tidak diposisikan sebagai orang yang disiapkan untuk menjadi penemu ilmu. Siswa dan mahasiswa lebih diposisikan sebagai pengguna ilmu. Fakta ini sangat memprihatinkan dibanding dengan kita dicap hanya sebagai bangsa pengguna teknologi,” papar Maman.

Akibatnya, imbuh Maman, sering ditemui siswa atau mahasiswa tidak mampu memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap sebuah soal dalam matematika. Misalnya, Maman menyodorkan contoh, betapa para siswa SMA dan mahasiswa akan dengan mudah dan dipastikan benar, manakala diminta mengerjakan soal determinan dari sebuah matrik. Tapi, ketika ditanya lebih lanjut apa makna dan pengertian dari determinan yang telah dikerjakannya itu, hampir dapat dipastikan, tidak ada yang mengerti. ”Inilah problem dasar pada pendidikan matematika kita. Siswa atau mahasiswa tidak dibiasakan untuk menginterpretasikan sebuah persoalan. Padahal kita tahu, matematika itu adalah interpretasi manusia terhadap fenomena alam,” tandasnya.

Terhadap kelemahan itu, Maman memang tidak ingin kemudian melakukan perubahan terhadap kurikulum matematika yang sudah ada, tapi hanya berharap ada perubahan paradigma dan cara pandang baru tentang bagaimana unsur filsafat itu bisa diberikan kepada siswa dan mahasiswa. ”Tentu ini ditujukan kepada para guru dan dosen agar apa yang diberikan kepada para peserta didiknya harus dilengkapi dengan berbagai penjelasan dan latar belakang terhadap sebuah rumus yang telah diyakininya itu, sebagai sebuah pengetahuan filsafat,” komentarnya.

Membandingkan dengan kemajuan matematika di Malaysia, Maman yang beberapa kali menjadi guru besar tamu di beberapa perguruan tinggi terkenal di Malaysia, seperti Universitas Putra Malaysia dan Universitas Teknologi Malaysia, mengatakan, kalau pemahaman tentang fundamental matematika, bangsa ini tidak kalah, tapi jika berkait dengan pengembangan atau aplikasi matematika, kita jauh tertingal. ”Ini disebabkan karena fasilitas di Malaysia jauh lebih lengkap. Ketika saya melakukan eksperimen selama dua bulan di sana, itu ekivalen dengan penelitian saya enam bulan di ITB,” kata Maman.

Dikatakan lagi, ketertinggalan bidang matematika dan statistika di Indonesia lebih disebabkan pada kurangnya tingkat kesejahteraan yang diterima ilmuwan matematika dan statistika. ”Tapi kita tidak perlu berkecil hati, karena dalam hal-hal yang fundamental kita masih lebih unggul. Hanya saja jika terus dibiarkan, cepat atau lambat kita tetap akan tertinggal,” ujar Maman optimis.

Itu sebabnya, kegiatan konferensi ini bisa dijadikan sebagai upaya untuk saling menukar informasi terhadap perkembangan matematika dan statistika di kedua negara, dan jika memungkinkan, imbuh Maman, ke depannya agar kita tidak tertinggal jauh dengan mereka, diadakan riset bersama, tukar-menukar kepakaran dan lainnya. (humas/th@)

Berita Terkait