ITS News

Sabtu, 28 September 2024
13 Januari 2007, 08:01

Beasiswa ITS 195 Juta Untuk Korban Lapindo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Rektor ITS Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA mengatakan, dana beasiswa dan santunan senilai Rp 195 juta lebih itu merupakan hasil sumbangan para donatur yang berhasil dihimpun ITS baik dari perusahaan maupun beberapa individu. ”Sayangnya para donatur itu tidak ingin disebutkan. ITS berharap apa yang diberikan ini bisa dimanfaatkan dan bisa mengurangi beban keluarga korban, lebih penting lagi kehadiran para keluarga korban, terutama anak-anak dapat lebih mengenal ITS, sehingga beberapa tahun lagi bisa diterima di ITS menjadi mahasiswa,” paparnya.

Dalam pemberian bantuan yang penuh hari itu, satu persatu keluarga korban, baik isteri dan anak-anaknya diperkenalkan kepada hadirin. Tercatat ada tiga siswa yang duduk di jenjang TK, empat di SD, 3 di SMP, 3 di SMA, 5 di perguruan tinggi, dan 5 anak yang akan segera masuk sekolah berhak atas beasiswa selama setahun. ”Karena tingkat pendidikan para putra-putri korban bervariasi, maka besarnya dana yang diterima oleh para keluarga juga bervariasi, terkecil mencapai Rp 9 juta dan terbesar 60 juta, tergantung tingkat pendidikan anak,” rinci Nuh.

Keharuan di tengah korban
Keharuan menyeruak saat panitia ITS memperkenalkan satu persatu keluarga korban sebelum menerima secara simbolis uang santunan dan beasiswa. Beberapa isteri dan anak dari para korban kemudian meneteskan air mata, ketika menerima bantuan itu. Yulinawati, isteri dari Rudi Tri Haryadi, korban yang hingga kini belum ditemukan misalnya, mengakui tidak kuat menahan air mata yang sebenarnya sudah berusaha ia bendung unuk tidak jatuh. ”Meski kami sekeluarga telah merelakan jasad Mas Rudi tidak ditemukan, tapi momen seperti ini mengingatkan kembali semua kenanganan saya dengan Mas Rudi,” komentarnya.

Yuli, yang sehari-hari bekerja sebagai guru TK Dharmahusada Surabaya mengakui, persoalan yang kini paling terasa dihadapinya adalah berkait dengan kebutuhan ekonomi yang sebelumnya ditopang berdua, kini hanya ia sendiri, karena itu, bentuk-bentuk perhatian dan bantuan seperti yang diberikan ITS sangat membantu pihak keluarga. ”Belum lagi kini kami menerima musibah berganda, setelah suami jadi korban ledakan pipa, rumah kami yang ada di Perum TAS juga terendam lumpur. Ada tiga keluarga di perumahan itu yang bernasib sama dengan saya, ditinggal suami dan rumah terendam lumpur,” tegasnya lagi.

Yuli yang kini sedang mengandung lima bulan anak keduanya, juga menceritakan tentang pengalamannya menghadapi pertanyaan dari putri pertamanya, Perina Dilanti (5 tahun), yang selalu ingin bertemu ayahnya. ”Sekarang Perian sudah mulai mengerti dan selalu mengatakan, kalau ayahnya masih hidup tapi tinggal di surga, tiap kali ada orang yang bertanya tentang ayahnya. Hampir sebulan lebih saya berusaha memberi pengertian itu,” kata Yuli sambil menahan linangan air mata.

Hal sama juga dikemukakan Endang Sri Wahyuni, isteri dari Serda M. Hafid Effendi, anggota Yon Zipur yang menjadi korban ledakan pipa gas, hingga kini juga harus terus menenangkan sang putra, Rezaldi Putra Effendi (3,5 tahun) jika ingin berkomunikasi melalui telepon dengan ayahnya. ”Anak saya ini memang paling dekat dengan ayahnya. Dulu tiap saat ia bisa berkomunikasi dengan ayahnya. Kini kalau ia ingin telepon ayahnya saya selalu mengalihkan ke yang lain, karena untuk menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya anak saya belum mengerti,” ungkap Endang yang sedang menunggu kelahiran putra keduanya pada 15 Januari mendatang melalui operasi caesar. (humas/th@)

Berita Terkait