ITS News

Jumat, 15 November 2024
11 Februari 2007, 13:02

Kekejaman, Foto Terbaik Dunia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Terkejut itu pasti, ketika membaca harian surat kabar nasional, Sabtu (10/2). Terkait berita yang mendendangkan bahwa foto kekejaman Israel di Palestina dan invasi negara Zionis itu ke Lebanon ternyata mendominasi ajang penghargaan foto terbaik dunia, World Press Photo 2007. Pada tahun sebelumnya, bencana alam (termasuk Tsunami) dan kelaparan di Nigeria, mengantongi pula posisi sebagai sang jawara foto.

Tahun 2007 ini, foto kekejian Israel di Palestina mendomonasi penghargaan terbaik kategori People in the News pada World Press Photo of the Year. Karya Fotografer Israel Oded Balilty dari Associated Press (AP), menggambarkan ibu di penampungan, yang berjuang gagah berani seorang diri melawan pasukan Israel yang hendak menggusur tempat tinggalnya, 1 Februari 2006 lalu di Atmona, jalur Tepi Barat, Palestina. Sementara, foto anak muda Lebanon saat Israel membombardir Beirut, ibu kota Lebanon, karya fotografer AS Spencer Platt dinobatkan sebagai foto terbaik di dunia. Para fotografer itu pun berhak atas hadiah uang ribuan euro atau ratusan juta rupiah.

Pantaskah?
Ironis, tatkala melihat foto-foto itu. Bahkan banyak potret lain yang lebih membuat nurani menangis. Ya, foto ini mengingatkan kita akan pelanggaran HAM yang terjadi. Bisa jadi sang fotografer mencoba mengungkapkan akan realitas yang ada. Pun, hingga sekarang dunia tak mampu mencegahnya. Sepertinya percuma, PBB yang meneriakkan adanya perlindungan HAM, hari HAM sedunia, tak pelak oleh aturan penguasa.

Terlepas dari itu, yang membuat miris, foto kekejaman meraih award sebagai foto terbaik dunia. Walaupun ada kelegaan, ketika dunia pun mengakui akan ketidak-adilan yang terjadi. Namun, pantaskah menjadi foto terbaik, yang hanya dapat dipamerkan tanpa adanya tindakan!

Jika seorang fotografer yang berjiwa sosial lebih, maka ia akan merasa di ‘hantui’ setelah melihat realitas yang ada. Ini fakta yang harusnya diungkap, aku mesti menunjukkannya pada dunia–mungkin ini yang terlintas di benaknya. Dan, hadiah yang didapatkannya, harusnya bisa juga diberikan sebagai salah satu bentuk bantuan.

Penulis pun teringat akan sebuah tayangan di televisi beberapa tahun silam. Di sana di
tayangkan realitas kecelakaan ataupun bencana yang terjadi. Pun digambarkan saat sebelum kejadian hingga bencana terjadi. Aneh memang, bisa selengkap itu. Dan ternyata, kedok-pun terbuka. Fotografer picisan itu lah yang justru membuat bencana demi mendapatkan sebuah video yang ‘mengguncang’. Tindakan ini yang lebih kejam, karena melakukan ‘kejahatan’ demi perolehan nama dan uang semata.

Berbeda dengan itu, mungkin World Press Photo of the Year, menunjukkan kondisi realitas yang harusnya diketahui dunia. Zaman ini sudah saatnya terbuka. Namun, satu yang menjadi catatan. Para korban, rakyat Palestina dan Libanon, ataupun korban bencana, pasti tak akan rela jika foto-nya hanya sekedar dipertontonkan semata. "Kami tak butuh kalian melihat saja kesedihan kami melalui televisi ataupun berita. Yang kami butuh tindakan kalian, bantuan kalian," teriak penuh isak tangis dan kemarahan seorang ibu Palestina, yang penulis pernah lihat di tayangan berita televisi luar negeri.

Dari ajang Foto dunia ini, jangan hanya foto tersebut dipamerkan, tapi dana yang terkumpul bisa disalurkan di sana. Ataupun kalau toh di lelang, menjadi dana bantuan yang berarti bagi korban. Tak hanya sekedar foto!

Catatan kaki:
jawapos, 10 Februari 2007
www.riaupos.co.id
www.nad.go.id
www.sumeks.co.id

penulis:
Thina Ardliana
Mathematics ITS Student
Penyalur Yayasan Peduli Umat (YPU)-juga untuk korban bencana-
segala saran membangun, pertanyaan, atau bagi yang ingin menyalurkan bantuan dan lainnya dapat dialamatkan di thina@matematika.its.ac.id

Berita Terkait