ITS News

Sabtu, 28 September 2024
19 Maret 2007, 16:03

Dibutuhkan Segera, Cyberlaw di Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dunia maya memang memberi peluang untuk belajar dan melakukan bisnis. Namun terkadang juga ada beberapa orang yang melakukan kejahatan di dalamnya atau yang disebut dengan cybercrime. Kejahatan ini mulai dari pencurian identitas dan password, hingga penyebaran virus komputer.

Pornografi adalah salah satu masalah yang skala besar yang menurut Romi dihadapi oleh dunia maya. “Industri pornografi itu nilainya setara dengan pertandingan sebak bola Amerika satu musim,” ungkap alumni Saitama University, Jepang ini. Selain itu jumlah situs pornografi di Internet petumbuhannya sangat pesat, mencapai sepuluh kali lipat dalam setahun.

Masalah lain yang dihadapi adalah pembajakan software. Indonesia menurut Romi berada di peringkat ketiga dalam hal pembajakan setelah China dan Vietnam. Sekitar 87 persen dari seluruh software yang beredar di pasaran saat ini adalah bajakan. “Jadi kalau anda masuk ke warnet, delapan dari sepuluh komputer di sana bajakan dan tujuh orang diantaranya sedang membuka situs porno,” terang Romi disambut tawa peserta seminar.

Romi mengangap bahwa penegakan cyberlaw (hukum dunia maya) sangat kurang. “Di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah ada undang-undang tentang cyberlaw. Bahkan di Amerika saja ada peraturan yang melarang pornografi anak,” terang peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini.

Tanpa adanya cyberlaw di Indonesia ini, kejahatan dunia maya seperti carding (menggunakan kartu kredit milik orang lain di internet) hanya dikenakan hukuman dengan pasal pencurian biasa yang tentunya tidak sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.

Tantangan dalam penegakan hukum di dunia maya menurut Romi jauh lebik sulit dan berbeda dengan penegakan kasus kriminal biasa. “Misalnya ada orang Indonesia menggunakan server di Australia untuk meng-hack situs Amerika, hukum mana yang akan dipakai?” ungkap pria bertubuh subur ini. Cybercrime semacam ini perlu hukum dan penanganan lintas negara.

Tiga pilar yang menurut Romi sangat penting dalam keamanan dunia maya adalah teknologi, penegakan dan socio-cultural pengguna.Dengan teknologi, kita bisa mem-filter content yang melangar hukum seperti pornografi . Tapi bila budaya penguna masih belum benar tetap akan sulit. “Coba anda tanya apakah polisi yang melakukan pengrebekan software bajakan sudah menggunakan software legal?” tanya Romi disambut tawa penonton.

Meski mendukung penggunaan teknologi untuk melawan pornografi dan tindakan kriminal lainya Romi tidak setuju bila teknologi nantinya digunakan untuk membatasi aktivitas politik di dunia maya, seperti yang dilakukan di Cina atau Mesir. “Wah, nanti kalau saya mengkritik pemerintah lewat blog saya bisa dipenjara,” ujar Romi memberi contoh. (rif/jie)

Berita Terkait