Dan lebih ironis lagi, ketika melihat tayangan berita di salah satu televisi swasta yang menayangkan seorang ibu yang sudah tua renta yang mengumpulkan jejatuhan beras di salah satu pasar induk hanya untuk sesuap nasi. Padahal beras itu sudah tidak layak untuk dikonsumsi lagi.
Tanya kenapa? Ini karena harga beras di pasaran sudah tidak dapat dijangkau lagi oleh masyarakat dari lapisan bawah. Harga beras dipasaran untuk saat ini berkisar antara Rp 5000 hingga Rp 6500.
Mungkin untuk kalangan atas dengan harga yang demikian tidak begitu pengaruh terhadap pengeluaran mereka karena income mereka berlebih. Lain halnya bagi kalangan menengah ke bawah, dengan harga beras yang demikian merupakan masalah yang serius. Karena dalam hidup mereka, kebutuhan yang harus dipenuhi tidak hanya beras sedangkan income yang diterima selalu sama bahkan berkurang atau dalam banyolan mereka ‘Hari ini kita bisa makan enak dan untuk besok kita hanya bisa berharap pada keberuntungan nasib’.
Pemerintah pun telah berusaha keras untuk membantu rakyatnya. Mulai dari menjual beras murah dan operasi pasar untuk beras agar harga beras di pasaran kembali stabil hingga mengimpor beras. Akan tetapi, kebutuhan akan beras masih belum dapat dipenuhi. Tapi anehnya seperti kejadian-kejadian yang terdahulu, dibalik penderitaan yang melanda negeri ini, nampaknya masih dan tetap ada segilintir orang yang berbahagia diatas penderiaaan orang lain.
Sebut saja, orang-orang yang mengambil keuntungan dengan mengoplos beras dan kemudian dijual lagi dengan harga yang melambung tinggi atau pedagang beras yang ikut-ikutan antre untuk membeli beras waktu operasi pasar digalakkan. Padahal masih banyak saudara-saudara kita di daerah lain yang masih membutuhkan.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah logis membiarkan saudara-saudara kita kelaparan menunggu angin surga yang dihembuskan dari program subsidi benih, penanaman padi hibrida, pencetakan sawah baru, dan pengurangan kehilangan hasil panen hingga beras tidak lagi menjadi barang mahal dan langka?
Entah siapa lagi yang patut disalahkan, ketika harga beras terus melambung tinggi dan Pemerintah pun telah melakukan kebijakan dengan melakukan operasi pasar hingga mengimpor beras. Akan tetapi, kebijakan yang dilakukan Pemerintah dengan mengimpor beras, kemalangan berikutnya akan diderita oleh petani. Karena petani akan menelan pil pahit, karena ia tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya dengan sempurna karena gabah kering yang akan mereka jual akan turun drastis. Kapan petani bisa kaya? Karena apa yang dikerjakannya selalu tidak berbuah manis.
Pertanyaan yang harus diselesaikan bersama adalah apakah di masa-masa mendatang, masalah kelangkaan dan mahalnya beras akan terjadi lagi? Jawabannya yang tahu adalah KITA. Karena di masa mendatang kita adalah "pengganti". Baik itu pengganti di pemerintahan atau rakyat atau juga petani. Jadi dalam masa tahap belajar ini, mari sama-sama kita mulai mencari jalan keluar dari permasalahan ini untuk kemajuan negara ini.
Siti Makkatur Rohmah
Mahasiswa Fisika 2006
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi