Tahun 2002 lalu, Dwi lulus dari SMK Negeri I Jenangan, Ponorogo Jurusan Bangunan Gedung. Sebelum lulus, ia pernah mengikuti kursus bahasa Inggris di sekolahnya, dimana pada akhir program semua peserta diwajibkan untuk mengikuti outing program di Yogyakarta. Saat itulah pemuda kelahiran Ponorogo, 3 Agustus 1983 ini berkenalan dengan seorang turis warga negara Amerika Serikat bernama Mimi Anzel. Perkenalan pun terjadi, dan sejak saat itu komunikasi diantara mereka terus berlanjut melalui email.
Sebuah alasan sederhana mengapa ia dulu memilih SMK adalah agar setelah lulus ia bisa secepatanya bekerja. “Saya memang dari keluarga kurang mampu, sehingga orang tua yang pekerjaannya hanya tani pun menyarankan agar saya memilih SMK agar bisa langsung bekerja,” kata bungsu dari lima bersaudara pasangan Sukirman dan Amirah ini.
Diceritakan Dwi, setamat SMK dan sambil menunggu pekerjaan di Ponorogo, dirinya memutuskan untuk melanjutkan ke program pendidikan satu tahun di bidang Teknologi Informasi, program Community College (CC) namanya. CC merupakan sebuah program kerja sama antara pemerintah Kabupaten Ponorogo dengan Dikmenjur. “Sebelumnya memang serasa sulit untuk melanjutkan kuliah, tapi setelah melihat dengan detail program itu, akhirnya saya memutuskan untuk bergabung,” katanya.
Program ini, ungkap Dwi, sangat cocok bagi mereka yang kurang mampu tapi ingin kuliah, dan bisa dijadikan alternatif. Karena program CC lebih mudah dijangkau dari rumah serta dengan biaya lebih murah. “Melalui program ini maka teknologi serasa lebih dekat ke daerah, sehingga tidak perlu jauh-jauh keluar kota demi mendapatkan hal yang sama,” ungkap Dwi tentang program CC yang diikutinya selama setahun.
Dwi mengakui, dengan jadwal kuliah pagi hingga siang, ia mampu menggunakan waktu yang lain untuk membantu meringankan beban orang tua. Setelah waktu kuliah selesai, sore harinya ia manfaatkan untuk mengajar madrasah di desanya, Jabung. “Sebuah pengalaman sangat berharga saya peroleh dari mengajar itu. Saya bahkan pernah mendirikan kursus bahasa Inggris bersama beberapa teman dengan target anak-anak di lingkungannya sendiri,” paparnya.
Setelah menamatkan program CC, penggemar travelling ini pun mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Program Diploma 3 PENS-ITS setelah melalui seleksi. “Hanya sayang setelah dinyatakan diterima saya pun berpikir tidak akan mampu untuk menanggung biaya yang cukup besar. Awalnya saya hanya berniat untuk mengikuti tes saja, dan kalau pun lulus sangat sulit melanjutkan kuliah, disebabkan tidak adanya biaya. Waktu itu saya benar-benar pasrah,” katanya mengenang.
Tapi Allah ternyata berkehendak lain. Saat itu, cerita Dwi, tahun 2004 menjelang tahun baru Islam, di Ponorogo digelar acara rutin Suroan. Berbagai agenda kegiatan digelar bersamaan dengan peringatan hari ulang tahun Ponorogo. “Saat itulah Mimi Anzel warga negara Amerika yang dikenalnya di Yogyakarta tahun 2002 menyatakan akan datang ke Ponorogo, berdasarkan undangan dari guru bahasa Inggris tempat saya mengikuti kursus semasa SMK. Sungguh saya tidak punya firasat apa-apa akan kedatangan Mimi Anzel, yang ada hanya kegembiraan, karena selama ini saya hanya berhubungan lewat email,” katanya.
Tapi rupanya kehadiran Mimi Anzel berkah bagi Dwi Susanto. Karena meski tidak disangka-sangka sebelumnya, ternyata warga Amerika Serikat itu bersedia membiayai kuliahnya. “Awalnya saya ditanya tentang keinginan, dan saya beritahukan kalau saya punya keinginan besar untuk bisa kuliah yang kebetulan sudah dinyatakan diterima di PENS ITS, tapi karena tidak memiliki biaya niat itu saya kubur dalam-dalam,” kata pemilik IPK 3,63 dan nilai TOEFL 520 ini.
Apa jawaban Mimi Anzel? Di luar digaan ternyata ia menyatakan keinginannya untuk membantu biaya kuliah sekaligus biaya hidup selama di Surabaya. “Momen inilah yang meyakinkan saya bahwa Allah benar-benar memberi rezeki dari jalan yang tak terduga-duga,” katanya.
Sekarang, kata Dwi yang ditemui Jumat (23/3) siang, menyatakan bersyukur atas apa yang telah diperolehnya. Lebih bersyukur lagi Dwi juga dinyatakan sebagai salah satu mahasiswa asal Program CC yang berhak untuk mengkuti program magang di Amerika Serikat, setelah melalui beberapa rangkaian tes, termasuk TOEIC dengan skor 775 dari minimal 600 yang disyaratkan.
“Ketika prestasi lulusan dan kesempatan mendapatkan magang di Amerika Serikat saya sampaikan Mimi Anzel, dia sangat bergembira dan menyatakan tidak menduga sebelumnya. Itulah sebabnya ia akan hadir di acara wisuda besok. Sungguh saya tidak menyangka demikian besarnya perhatian dia kepada saya. Sungguh ini anugrah yang sebelumnya hanya sesuatu yang saya jadikan angan-angan untuk bisa ke Amerika,” kata Dwi Susanto.(Humas/ftr)
Surabaya, ITS News – Kenyamanan dan fungsionalitas menjadi aspek utama dalam desain bangunan yang ramah lingkungan, tak terkecuali bagi
Kampus ITS, Opini — Kontribusi ibu di dalam tumbuh kembang anak merupakan aspek yang krusial, terutama bagi mahasiswa baru
Kampus ITS, ITS News — Menyokong antisipasi terjadinya bencana serta terus berupaya mengedukasi masyarakat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui
Kampus ITS, ITS News — Transisi menuju energi terbarukan menjadi fokus utama demi lingkungan yang berkelanjutan. Mendukung hal tersebut,