ITS News

Minggu, 22 Desember 2024
14 April 2007, 11:04

Himatekla Kenalkan Budaya Debat Ilmiah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Diawali oleh pandangan umum mengenai kegiatan itu oleh Prof DR Dr Djohansjah Marzoeki SpBP yang sekaligus moderator debat. Dikatakan Djohansjah, debat merupakan adu argumentasi yang rasional. Argumen yang kuat akan menang dan dipakai sebagai kebijakan organisasi.

“Dalam hal ini tidak ada win win solution, karena bukan kepentingan kelompok yang ditonjolkan, tetapi bagaimana mencari alasan terkuat dari dua sisi yang bertentangan,” kata dosen luar biasa Unair ini.

Berikutnya, Djohansjah menjelaskan  debat akademis merupakan debat yang memakai cara-cara baku dalam Budaya Akademik atau Budaya Ilmiah. Tidak sampai disitu, Djohansjah yang datang bersama tim jurinya juga menjelaskan bagaimana pelaksanaan debat yang benar itu sendiri.

Ditemui ditempat terpisah, Fajar Christian selaku Kahima Himatekla menjelaskan bahwa salah satu tujuan debat tersebut untuk memperkenalkan budaya debat ilmiah dalam kampus ITS. ”Dari debat tersebut diharapkan terdapat kepahaman antara dua belah pihak, semisal dalam debat Dosen Mroyek kali ini adalah antara mahasiswa dan dosen. Bagaimana nanti mahasiswa memahami mengapa dosen mroyek ataupun dosen yang memahami keinginan mahasiswa untuk menuntut ilmu,” papar Fajar.

Sebelum debat antara dua regu yang masing-masing beranggotakan 6 orang, terlebih dahulu narasumber menyampaikan pandangan-pandangan yang berkaitan dengan tema yang akan diperdebatkan.

Kesempatan pertama diberikan kepada Dr Ir Pardono Suwignyo MSE yang menjelaskan hakekat dari proyek itu sendiri. Dari apa yang dipaparkannya kepada audience, Pardono menyimpulkan bahwa Perguruan Tinggi dimana dosen merupakan unsur pelaksana terkecil mempunyai kewajiban melakukan pendidikan, penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat. Meskipun begitu tugas utama mereka adalah mengajar.

Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD sebagai narasumber kedua yang mewakili Dr Ir Ahmad Jazidie M.Eng yang berhalangan hadir memaparkan aturan-aturan yang ada di institut mengenai dosen yang melakukan proyek. Selain itu Eko juga memberi beberapa alasan mengapa dosen mroyek.

Dua materi ini yang dijadikan sumber para peserta debat yang dipilih oleh panitia. Diawali dari penyampaian argumen regu yang kontra kemudian ditambahkan oleh audience yang juga berpihak pada kontra. Setelah itu kesempatan diberikan pada pihak pro yang dilanjutkan juga oleh audience yang pro. Barulah narasumber berperan dalam meluruskan argumen-argumen yang ada. Seperti inilah proses debat tersebut yang juga dipandu oleh seorang moderator yang tidak hanya menguasai tema debat, tetapi juga harus memahami teknis dari suatu debat ilmiah yang baik.

Seperti dijelaskan sebelumnya tidak ada win-win solution dalam akhir debat ini, namun terdapat beberapa kesimpulan yang dihasilkan. Diantaranya adalah perlunya pembenahan administrasi terkait proyek yang dilakukan oleh dosen. Selain itu, proyek yang dilakukan mesti bergerak dalam hal penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat. Inilah yang diharapkan, bukannya permusuhan karena menang dan kalah. Melainkan kesimpulan dari argumen yang kuat. (Zn/asa)

Berita Terkait