ITS News

Sabtu, 28 September 2024
29 Mei 2007, 09:05

Setahun Musibah Lumpur, Luncurkan Buku

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Buku ini merupakan sebuah pemikiran untuk mencoba mendudukkan persoalan terhadap apa sesungguhnya yang terjadi dari bencana semburan lumpur panas di Sidoarjo itu,” katanya ditemui di kampus ITS, Senin (28/5) siang.

Dikatakan Amien, sebagai buku pertama yang ia buat tentu ada banyak kekurangan. Apalagi selama ini belum ada orang yang begitu peduli terhadap fenomena gunung lumpur ini. ”Memang di sekitar kita ada banyak gunung lumpur, tapi belum ada yang mau mencoba memperdalam atau mempelajarinya. Terus terang sejak saya turun pertama kali di lokasi Lusi pada 5 Juni 2006, saya terus menerus tertarik untuk melakukan kajian di sana,” kata ayah dua putra kelahiran Jogyakarta, 10 Oktober 1959 ini.

Dikatakan ketua Pusat Studi Bencana (PSB) LPPM–ITS ini bahwa sejak awal terjadinya peristiwa itu banyak orang yang memandangnya sebelah mata. Awal kemunculan semburan lumpur di Porong sendiri terjadi pada 29 Mei 2006 di dekat sumur bor Banjar Panji milik PT Lapindo Berantas Inc. Setelah itu pada 1 Juni 2006, muncul semburan baru di rumah penduduk Balong Nongo dan beberapa sumber lainnya berhenti. Semburan itu kemudian tinggal satu yakni yang ada di dekat sumur bor dan hingga kini belum berhenti.

“Waktu saya dan teman-teman melihat dari Udara pada 17 Juni 2006, sudah menganalisa kalau semburan itu tidak mudah untuk dihentikan. Ini karena terlihat jelas beberapa titik yang menjadi semburan itu baik di dekat sumur bor maupun rumah penduduk tidak satu bidang, sehingga ini menjadi fenomena yang menarik,” ungkapnya.

Lalu apa yang ditulis Amien Widodo dalam bukunya itu? Buku yang terdiri atas dua bagian pokok itu antara lain berisi pemahaman bencana gunung lumpur sebagai pemahaman terhadap bencana serta undang-undang bencana terhadap kasus Lusi. Sedang pada bagian kedua, berisi sebuah pemikiran menuju penyelesaian yang mengetengahkan tulisan-tulisan tentang perlunya perencanaan terpadu, upaya pengendalian banjir lusi dan lainya.

“Sebagai buku yang disusun dari beberapa tulisan sebelumnya, maka antara satu tulisan dengan tulisan lain, atau antara satu bagian dengan bagian lain, ditemukan disana-sini tumpang tindih dan pengulangan-pengulangan, dan ini memang tidak bisa  saya dihindari. Karena pengulangan itu semata-mata ingin menunjukkan pentingnya substansi yang dikandung,” papar dosen yang kini sedang menyelesaikan Program Doktor bidang geologi longsor di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Diungkapkan Amien, untuk tahap awal ia telah mencetak sebanyak seribu eksemplar. Apakah akan dijual? “Saya memang belum terpikir untuk menjualnya. Tapi saya pikir tidak menutup kemungkinan agar dana yang saya keluarkan untuk pencetakan ini bisa kembali, maka usul teman-teman untuk dijual akan saya pertimbangkan,” katanya. (Humas/ftr)

Berita Terkait