ITS News

Minggu, 22 Desember 2024
21 Juni 2007, 15:06

Korosi Tingkatkan Biaya Perawatan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Di mata dosen kelahiran Madiun, 26 Maret 1962 ini, ditinjau dari biaya perawatan di industri kimia dan petrokimia biaya untuk menanggulangi masalah korosi bisa mencapai 70 sampai 80 persen dari seluruh biaya perawatan. Itu sebabnya masalah korosi tidak bisa dianggap enteng. “Tapi sayangnya di negara kita hal itu belum sepenuhnya disadari, sehingga masih amat sulit mencari data riil tentang kerugian akibat terjadinya korosi,” kata Sulistyono.

Data dari negara maju, katanya menambahkan, secara umum kerugian karena korosi di suatu negara mencapai 3 sampai 5 persen dari gross domestic product (GDP). Di AS, biaya tahunan akibat korosi diperkirakan sebesar 70 miliar dollar AS pada tahun 1980-an dan menjadi 170 miliar dollar AS pada tahun 2000-an. “Karena itulah di negara maju ada upaya untuk menghindari terjadinya korosi. Melalui upaya itu, 15 persen dari biaya bisa dihindari dengan cara menerapkan sistem pengendalian arus korosi yang memang sudah tersedia teknologinya. Harus disadari bahwa korosi bukan masalah sepele, melainkan masalah serius yang harus ditangani,” jelas Sulistiono.

Ayah tiga anak ini juga mengungkapkan, kerugian akibat serangan korosi tidak hanya terbatas kerugian moril dan materiil, namun juga kerugian akibat kecelakaan kerja yang merenggut korban jiwa. ”Meledaknya sebuah tangki industri kimia di Gresik dan melayangnya disk rotor turbin uap di sebuah pabrik gula di Kediri, merupakan salah satu contoh kecil kerugian korosi pada kecelakaan kerja,” katanya.

Kasus lain di dunia, kata suami Lilik Muslimatin ini, tercatat seperti lepasnya lapisan tembaga pada kapal HMS Alarm, patahnya kemudi kapal Dolphin, patahnya dua buah roda pesawat tempur Sea Hawk Harrier milik AL Inggris pada saat perang Malvinas, dan lainnya.

Doktor lulusan Universite de Technologie de Compiegne, Perancis ini mengatakan, korosi pada dasarnya tidak bisa dicegah, tapi bisa dikendalikan dengan beberapa metode diantaranya desain dan pemilihan material, pelapisan atau coating, perubahan kondisi lingkungan, dan perubahan potensial logam. ”Memang pengendalian korosi atau pemilihan material di industri seringkali diabaikan karena dampak langsungnya tidak bisa dirasakan, tapi dampak negatif jangka panjangnya sangatlah besar,” kata guru besar pertama di Jurusan Teknik Material ITS ini.

Menurut Ketua Asosiasi Korosi Indonesia wilayah Jatim ini, korosi bukanlah hanya tanggungjawab institusi pendidikan teknik atau asosiasi korosi, namun juga pemerintah yang harus juga memberikan peraturan-peraturan dan sosialisasi bahaya korosi di Industri. ”Sebagai ketua asosiasi korosi kami telah banyak berusaha memberikan pelatihan kepada masyarakat dan industri agar ada kesadaran dan peduli terhadap korosi, karena kita menyadari korosi adalah musuh besar dikehidupan manusia dan di industri. Bencana dan kerugian telah banyak ditimbulkan oleh peristiwa korosi,” katanya. (Humas/jie)

Berita Terkait